Sejarah GBHN yang Kini Ingin Dihidupkan Kembali
Merdeka.com - Kabar menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) kembali muncul. PDI Perjuangan secara terang-terangan ingin GBHN dihidupkan kembali. Mereka beralasan agar pembangunan di Indonesia tidak terputus.
Gerindra juga mempunyai keinginan untuk menghidupkan GBHN. Bagi Gerindra GBHN bisa menjadi pijakan pemerintah untuk membangun negara yang merepresentasikan kepentingan masyarakat.
GBHN adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun.
-
Mengapa GBK dibangun? Kendati begitu, Stadion GBK pertama kali mulai dibangun pada 8 Februari 1960 pada saat Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Asian Games 1962.
-
Kenapa Gibran mengawal program MBG? Gibran memang sering datang ke lokasi, lihat langsung dan mengawal implementasi program MBG gratis yang merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
-
Kapan program MBG resmi dijalankan? Jumlah ini akan terus bertambah sampai nantinya program ini resmi dijalankan pemerintah mulai 2 Januari 2025.
-
Apa program Ganjar? Ganjar melaunching program satu keluarga miskin satu sarjana.
-
Kapan GBK dibangun? Kendati begitu, Stadion GBK pertama kali mulai dibangun pada 8 Februari 1960 pada saat Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Asian Games 1962.
-
Siapa yang membangun GBK? Bangunan pada Stadion GBK menggunakam Semen Gresik yang mana PT Semen Indonesia (Persero) Tbk berkontribusi dalam menyukseskan program pembangunan yang dicanankan oleh pemerintah solusi produk yang berkualitas dan ramah lingkungan.
Awal pembentukan dulu, MPRS (kini MPR) sudah mampu memilih Presiden, namun pada pada prosesnya di saat Orde Baru MPRS tidak berhasil menyusun GBHN yang baru untuk mengganti GBHN yang lama. Tidak bisa dipungkiri memang dalam penyusunan GBHN memakan waktu cukup lama, juga harus dilakukan persiapan agar di kemudian hari tuntutan pasal 3 UUD '45 dapat dipenuhi.
Guna membantu tugas MPR di kemudian hari agar berhasil dalam tugasnya menyusun GBHN, maka dalam sidang-sidang umum MPR pada masa sesudah pemilihan umum 1971 (pemilihan umum dalam masa Orde Baru) Presiden selalu memberikan jasanya.
Sebagai dewan pejabat tinggi negara akan senantiasa diberikan tugas untuk menjadi pelaksanaan dan pertangungjawaban GBHN dengan mengkolaborasikan tugas MPR. Maka Presiden telah menyiapkan bahan-bahan masukan untuk menyusun GBHN bagi sidang-sidang umum MPR tahun 1973, 1978, 1983 dan 1988.
MPR menyiapkan susunan dan rancangan GBHN atas mandat dari Presiden. Setelah rancangan itu sudah siap, maka diajukanlah ke sidang MPR.
Pada masa reformasi, keberadaan GBHN telah dihapuskan melalui amandemen UUD 1945. Menurut konstitusi hasil amandemen ini, kewenangan MPR menyusun GBHN telah dihilangkan.
MPR, yang anggotanya terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, hanya bertugas untuk mengubah dan menetapkan UUD, melantik presiden serta wakil presiden terpilih, yang dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu MPR dapat memberhentikan presiden serta wakil presiden dalam masa jabatannya apabila yang bersangkutan melanggar hukum dan berkhianat terhadap bangsa dan negara, itu pun setelah diputuskan bersalah oleh MK.
Ketiadaan GBHN merupakan konsekuensi logis dari pemilihan presiden secara langsung. Sebab salah satu aspek penilaian terhadap calon presiden, mestinya, adalah melalui rencana atau program yang ditawarkannya.
Sebagai ganti GBHN, UU no 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang).
Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional.
Salah satu perubahan sistem politik Indonesia yang berlangsung sejak reformasi adalah perubahan sistem kelembagaan Negara. Dari sistem MPR sebagai lembaga tertinggi negara, berwenang menentukan arah pembangunan bangsa melalui GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) menjadi MPR sebagai lembaga tinggi negara, sejajar dengan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
MPR sebagai lembaga permusyawaratan, tempat bertemu dua lembaga legislatif DPR RI dan DPD RI, memiliki dua wewenang. Pertama, wewenang terhadap UUD (mengubah dan menetapkan UUD). Kedua wewenang terhadap Presiden (melantik dan memberhentikan Presiden).
Sementara wewenang MPR untuk menentukan arah pembangunan nasional dihapus. Tujuan dari perubahan sistem ini adalah untuk membangun demokrasi kelembagaan agar tidak ada hirarki kelembagaan.
Dilansir Antara, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Resarch (TII) Rifqi Rachman mengatakan usulan PDI Perjuangan mengenai dikembalikannya kewenangan MPR RI dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara perlu diperjelas.
"Pertanyaan tentang posisi Presiden yang menjadi mandataris MPR memang sudah dijawab oleh beberapa petinggi teras PDIP. Namun, terkait dengan implementasi GBHN, ada hal yang harus diperjelas," kata Rifqi dihubungi di Jakarta.
Rifqi mengatakan usulan yang muncul dalam Kongres V PDIP itu perlu diperjelas mengenai pertanggungjawaban Presiden dalam pencapaian pelaksanaan GBHN dalam sidang MPR.
"Apakah dengan dibentuknya GBHN oleh MPR, maka Presiden juga harus memberikan laporan pertanggungjawaban di sidang MPR? Ini harus diperjelas karena posisi Presiden dipilih langsung rakyat, dan oleh karenanya juga bertanggung jawab secara langsung kepada rakyat," tutur Rifqi.
Jika Presiden tidak harus melaporkan pertanggungjawaban kepada MPR, maka menurutnya perlu dipikirkan sebuah mekanisme yang dapat mempertontonkan capaian pemerintah terhadap GBHN, agar GBHN yang ditetapkan tidak menjadi sia-sia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, partai politik di DPR telah sepakat untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan amandemen UUD 1945. Menurut dia, penghidupan kembali GBHN sudah lama dibahas bersama oleh badan pengkajian di MPR dan partai politik.
"Sebelumnya partai-partai pada umumnya sudah sepakat GBHN dalam konsep amandemen terbatas. Ini harus perlu dikoreksi tidak ada keinginan macam-macam soal itu," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/8).
Ketua DPP PDIP Bidang Hukum itu tak ingin isu GBHN menjadi liar. Yasonna menjelaskan, rencana penghidupan GBHN yang digulirkan partainya bertujuan agar pembangunan di Indonesia menjadi lebih terarah.
"Ya soal hanya sekedar mengajukan supaya ada arah pembangunan bangsa yang jelas aja dibuat GBHN. Itu saja, enggak ada macam-macam lain. Jadi ini menjadi liar ke mana kemana-mana," jelas dia. (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bamsoet mengatakan PPHN akan menghasilkan penataan dan pengaturan penyelenggaraan negara yang harmonis, demokratis, dan berkualitas.
Baca SelengkapnyaFungsi dan tujuan APBN untuk kesejahteraan rakyat yang adil.
Baca SelengkapnyaBamsoet membantah pihaknya telah memutuskan bahwa pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR
Baca SelengkapnyaPersetujuan itu diambil setelah pada kesempatan sebelumnya seluruh fraksi dan kelompok DPD menyampaikan pandangannya.
Baca SelengkapnyaBappenas jadi salah satu pilar atas pembangunan negara Republik Indonesia
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaPancasila mencakup lima pedoman penting untuk rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan, investasi diperlukan lantaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan hanya untuk pembangunan kawasan inti pemerintahan.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PAN Zulkifli Hasan menerangkan, meski HGU itu bisa berlangsung lama namun tetap lahan tersebut milik negara.
Baca Selengkapnya