Sejarah Gereja di Karimun yang Menyita Perhatian Jokowi Karena IMB Digugat
Merdeka.com - Ada persoalan intoleransi yang mengganggu Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Penolakan renovasi pembangunan Gereja Paroki Santo Joseph di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, sudah sampai ke telinga Presiden. Negara harus hadir menjamin kebebasan beragama di negeri yang berpegang pada demokrasi.
Menilik ke belakang, Paroki Santo Joseph sesungguhnya sudah ada sejak 18 Mei 1935. Pendirinya Pastor Engelmund Tromp SS.CC saat mulai menetap di Tanjung Balai dan menangani umat di Pulau Karimun dan pulau-pulau sekitarnya. Seperti Sugi Bawah, Kundur dan juga Ketaman atau Indragiri.
Laman resmi Paroki Santo Joseph menceritakan sejarah panjang berdirinya paroki ini. Pastor Tromp memiliki peran besar dalam jatuh bangunnya Gereja ini di masa perang dunia dan pasca perang berakhir.
-
Siapa yang membangun Gereja Merah Kediri? Prasasti batu pualam di dinding sebelah kiri pintu masuk menyebutkan, peletakan batu pertama gereja dilakukan oleh DS. J.A Broers.
-
Dimana gereja tersebut ditemukan? Para ahli arkeologi dari Westphalia-Lippe Regional Association (LWL) menemukan bekas gereja dari abad ke-10 di dekat Erwitte-Eikeloh, Jerman.
-
Apa yang ditemukan di buku sejarah gereja? Di dalam buku sejarah tersebut, terdapat foto-foto para pendeta yang pernah memimpin para jemaah di sana.
-
Kapan Gereja Kristen Pasundan dibangun? Gereja ini diperkirakan dibangun pada tahun 1788 Di pusat Kota Cirebon, terdapat sebuah gereja yang usianya sudah lebih dari dua abad. Namanya Gereja Kristen Pasundan yang sudah berdiri sejak tahun 1788.
-
Kapan situs keagamaan itu dibangun? 'Menurut penilaian pertama yang kami buat, tempat suci ini berasal dari abad ke-8 hingga ke-7 SM, yaitu Periode Frigia Tengah,' kata Polat.
-
Siapa Uskup Agung Pertama Indonesia? Sosok Albertus Soegijapranata punya jasa besar dalam membantu kemerdekaan Indonesia.
Kehadiran Gereja ini berawal dari aktivitas para misionaris di Pulau Moro (sekarang Kecamatan Moro) yang berada di wilayah administratif Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Pada awal abad 20, sudah ada komunitas umat katolik Tionghoa di Moro. Mereka adalah nelayan pendatang dari Provinsi Fukien Tiongkok dan sudah menjadi Katolik di sana sebelum merantau ke Kepulauan Riau.
Saat itu komunitas umat di Moro ini berjumlah kira-kira 50 orang dan mereka selama ini selalu berhubungan dengan beberapa imam di Singapura untuk pembaptisan anak-anak mereka dan merayakan Paskah di Singapura. Beberapa kali Pastor Lie dari Singapura mengunjungi dan melayani komunitas umat di Moro ini.
Pada 1925, Mgr Theodosius Herckenrath SS.CC, Prefek Apostolik Bangka et Billiton untuk pertama kali mengunjungi Kepulauan Riau. Dia mendengar tentang komunitas umat Katolik di Moro. Setahun kemudian, Herckenrath berjanji mendirikan sebuah gereja di Moro.
Janji itu mulai direalisasikan pada April 1928 saat Bruder Gerardus Jeanson SS.CC datang mengemban tugas membangun sebuah gereja yang kemudian bisa diresmikan pada 3 Desember 1928. Saat itu gereja di Moro masuk dalam Stasi Kepulauan Riau yang dilayani pastor Isfried Meijer SS.CC dari Singapura. Pastor Meijer membuka sekolah sederhana di Moro.
Pada 1933 terjadi wabah penyakit malaria yang hebat di Moro. Hampir semua umat mengungsi dan pindah dari Moro. Gereja terpaksa ditutup. Dua tahun kemudian, pada 1935, beberapa keluarga katolik kembali ke Moro. Sesekali ada imam dari Tanjung Balai Karimun yang mengunjungi Moro. Karena saat itu Moro masuk wilayah Stasi Tanjung Balai Karimun. Adalah pastor Engelmund Tromp SS.CC yang menetap di Tanjung Balai Karimun.
Pastor Tromp Dipenjara Jepang
Pastor Tromp giat berkeliling Tanjung Balai, Tanjung Batu, Urong dan Moro mewartakan Injil secara unik yaitu mengumpulkan masyarakat di tempat umum dengan bermain musik. Dibantu beberapa pemuda katolik. Setelah banyak orang berkerumun, dia mulai berkhotbah dan guru agama yang ikut juga mulai berkatekese.
Singapura jatuh ke tangan Jepang, 15 Februari 1942. Satu bulan kemudian, pada tanggal 5 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Pulau Karimun dan menduduki juga pastoran dan gereja. Para pastor dikenakan tahanan kota. Namun mereka masih diizinkan mengunjungi umat katolik di Moro.
Namun hanya berlangsung singkat. Akhir Maret 1942 pastor Tromp dan dua pastor misionaris lainnya diangkut ke Singapura dan ditahan dalam kamp tawanan sampai perang dunia selesai di tahun 1945. Selama para pastor ditawan, guru agama yang rajin memimpin umat dan menjaga milik gereja.
Gereja usai Perang Dunia
Perang Dunia II usai. Umat katolik di Kepulauan ini semakin bertambah banyak. Pada Januari 1961, Hirarki Gereja Katolik Indonesia berdiri di sana dengan kehadiran Keuskupan Pangkalpinang.
Sebagai Uskup Pertama Keuskupan Pangkalpinang diangkat mgr. Gabriel van der Westen SS.CC. yang selama ini menjadi Vikaris Apostolik Vikariat Apostolik Pangkalpinang.
Status Stasi Tanjung Balai Karimun pun ikut berubah menjadi Paroki Tanjung Balai Karimun dengan pelindung paroki Santo Yusup. Dengan Pastor Paroki P. Wllem de Bruin SS.CC. Saat itu jumlah umat 250 orang.
Semakin lama, umat katolik di paroki Tanjung Balai Karimun bertambah banyak. Hingga Saat Ini, umat Katolik di Karimun sebanyak 2.500 orang dan yang beribadah di Gereja Paroki Santo Joseph 700 orang.
Sejak tahun berdirinya pada 1935, gereja ini belum pernah sekalipun direnovasi. Gereja yang sebenarnya hanya mampu menampung 100 jemaat ini juga terpaksa harus melayani umatnya sampai ke halaman karena keterbatasan tempat.
Setelah mengurus perizinan sekitar delapan tahun, pihak gereja akhirnya mengantongi Izin Mendirikan Bangunan atau IMB no 0386/DPMTSP/IMB-81/2019 pada tanggal 2 Oktober 2019 oleh Bupati Karimun melalui Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Karimun.
Izin IMB yang sudah terbit sejak tanggal 2 Oktober 2019, digugat oleh sekelompok orang ke PTUN Tanjung Pinang pada 30 Desember 2019. Kini nasib kelanjutan pembangunan Gereja baru bisa diputuskan setelah ada putusan pengadilan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) di Kota Medan menjadi rumah ibadah tertua sekaligus memiliki cerita dan nilai sejarah yang tinggi.
Baca SelengkapnyaBangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Baca SelengkapnyaLonceng di Gereja Sidang Kristus rupanya telah dipasang sejak tahun 1914 oleh pembuat yang sama dengan lonceng di Katedral Notre Dame Paris.
Baca SelengkapnyaMasjid ini dulunya merupakan bagian dari kompleks alun-alun Surabaya
Baca SelengkapnyaKedatangan Mahfud sendiri sudah mendapat sambutan hangat bernuansa Melayu di Bandara Raja Haji Abdullah.
Baca SelengkapnyaMenurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Baca SelengkapnyaPembangunan SPAM menghabiskan anggaran Rp173 miliar.
Baca SelengkapnyaPemberian sertifikat tersebut membuat jemaah merasa aman saat melaksanakan ibadah.
Baca SelengkapnyaMasjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Baca SelengkapnyaBangunan ini dulunya sempat miring karena tertiup angin, namun bisa tegak kembali karena tertiup angin dari arah yang berbeda
Baca SelengkapnyaDulu gereja itu digunakan sebagai tempat ibadah para tentara Belanda.
Baca SelengkapnyaNamanya Gereja Kristen Pasundan yang sudah berdiri sejak tahun 1788.
Baca Selengkapnya