Sejumlah gua Jepang di Yogyakarta tak terurus
Merdeka.com - Kondisi sejumlah gua dan bunker peninggalan masa penjajahan Jepang di Yogyakarta kabarnya terbengkalai. Padahal menurut Balai Arkeologi Yogyakarta, bangunan bersejarah itu dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata.
"Keberadaan bangunan gua-gua dan bunker peninggalan penjajahan Jepang, sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah daerah setempat. Seperti yang ada di Kabupaten Sleman dan Bantul," kata Peneliti Sarana Pertahanan Jepang Masa Perang Dunia Kedua, Balai Arkeologi Yogyakarta, Muhammad Chawari, Kamis (31/3).
Menurut Chawari, ada lebih dari 25 gua berada di Kabupaten Sleman, dan paling banyak berada di kawasan lereng Gunung Merapi. Kondisinya sampai kini masih terbengkalai.
-
Siapa yang menemukan gua tersebut? Para arkeolog dari Institut Arkeologi Islandia baru-baru ini menemukan struktur yang saling terhubung, yang tidak hanya jauh lebih besar dari perkiraan awal, tetapi juga jauh lebih tua, selama penggalian di gua buatan manusia era Viking di dekat Oddi, Islandia selatan.
-
Siapa yang meneliti temuan di gua tersebut? Dalam sebuah penelitian untuk Harvard Theology Review yang dipublikasikan oleh Cambridge University Press, peneliti dari Otoritas Kepurbakalaan Israel dan Universitas Bar-Ilan menjelaskan tentang temuan lampu minyak di dalam gua yang terletak di Bukit Yudea.
-
Siapa yang menjaga Situs Tembong Agung? Dewi Maya Maya di masanya diberi kepercayaan oleh Raja Tembong Agung, Prabu Guru Aji Putih untuk menjaga kawasan Kampung Karamat, dan memutuskan menetap di titik tersebut.
-
Mengapa Gua Gembyang tidak dibuka untuk wisata? Pemilik gua menegaskan tidak akan membuka gua peninggalan leluhurnya untuk objek wisata.
-
Siapa yang bertanggung jawab mengelola Gua Binsari? Dilansir dari Debhub.go.id, kini situs Gua Binsari dikelola oleh Yayasan Binsari.
-
Kenapa benteng Ulak Karang terbengkalai? Alih-alih aset peninggalan masa penjajahan menjadi potensi objek wisata sejarah, benteng Ulak Karang ini justru bernasib sebaliknya. Meski sudah berusia ratusan tahun, benteng ini masih cukup kokoh dan beberapa akses ruangan masih terlihat jelas bagaimana gambaran ketika benteng ini masih aktif digunakan oleh tentara Jepang. Kini, kondisi benteng tersebut begitu terbengkalai, kotor, dan banyak dedaunan yang mengelilingi sisi luar benteng.Hal ini kurangnya perhatian dari pemerintah setempat untuk menjaga bangunan bersejarah tersebut yang berpotensi sebagai objek wisata karena dekat dengan pantai.
"Padahal gua-gua itu merupakan suatu potensi yang bisa dimanfaatkan pemerintah daerah sebagai obyek wisata. Sehingga bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sisi wisatanya. Dan juga bisa untuk menambah wawasan bagi masyarakat," ujar Chawari.
Chawari mengatakan, gua peninggalan Jepang di Sleman paling banyak terdapat di lereng Gunung Merapi, yang jumlahnya mencapai 25 unit. Tepatnya di atas Telaga Nirmala dan Tlogo Putri. Kemudian, ada empat gua di bukit Candi Abang, Berbah.
"Di Bantul ada di bukit dekat Pantai Parangtritis," ucap Chawari.
Chawari mengatakan, gua-gua peninggalan Jepang itu mempunyai unsur pertahanan dan penyerangan. Digunakan oleh Jepang pada saat menjajah Indonesia.
"Dilihat dari sisi konstruksinya, di dalamnya ada jalur-jalur 'tikus' (jalur kecil)," lanjut Chawari, seperti dilansir dari Antara.
Chawari menyampaikan, dikhawatirkan jika tidak dikelola dengan baik, situs itu akan mengalami nasib sama dengan gua-gua Jepang di daerah lain. Seperti di Purworejo, Kudus, dan Lumajang.
"Di Purworejo dan Kudus itu masih banyak yang tertutup oleh tanah. Selain itu juga ada gua yang sudah ada pemanfaatan. Tapi tidak tepat," imbuh Chawari.
Gua Jepang berada di tengah pemukiman, kata Chawari, kini digunakan sebagai gudang oleh warga.
"Bahkan, di Lumajang, Jawa Timur, ada yang dipakai untuk tempat menimbun sampah," tambah Chawari.
Soal bunker, lanjut Chawari, karena ada konstruksi beton cornya, malah dirusak buat diambil kerangka besinya dan dijual.
"Gua dan bunker dulu digunakan untuk sarana ofensif (menyerang) dan tempat bersembunyi," ucap Chawari.
Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Siswanto, mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak berwenang mengelola situs gua itu, dan hanya bertugas melakukan penelitian di lokasi berada di wilayah kerjanya, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, serta Jawa Timur.
"Sementara untuk pengelolaannya diserahkan masyarakat sekitar, atau juga pemerintah daerah setempat. Dalam melakukan penelitian pun benda-bendanya tidak dibawa ke kantor," kata Siswanto. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gua ini dibangun oleh warga biasa jauh sebelum masa Kerajaan Majapahit.
Baca Selengkapnya10 Goa Jepang di Indonesia: Jelajahi stalaktit, stalagmit, dan sejarah menarik di destinasi ini!
Baca SelengkapnyaGua ini jadi saksi kekuasaan Belanda dan Jepang di masa silam. Kini jadi wisata yang hits dan instagramable.
Baca SelengkapnyaDi Kabupaten Kediri, terdapat sebuah goa yang memiliki lorong panjang, goa tersebut dahulu pernah dipakai oleh prajurit Kerajaan Kediri untuk lari dari musuh.
Baca SelengkapnyaGua terdalam di Kabupaten Tuban ini punya hutan bawah tanah yang eksotis. Meskipun pemandangannya indah, tapi belum banyak orang yang tahu keberadaannya.
Baca SelengkapnyaMakin Banyak Rumah Kosong Terbengkalai di Jepang, Ternyata Ini Penyebabnya
Baca SelengkapnyaBenteng Ulak Karang, aset peninggalan tentara Jepang di Padang.
Baca SelengkapnyaDi dalam goa tersebut ada sebuah lorong terlarang yang tak boleh dimasuki siapapun
Baca SelengkapnyaAkses menuju kampung itu cukup sulit. Pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang terjal dan berbatu.
Baca SelengkapnyaBeredar di media sosial, warga ramai-ramai mancing di sebuah kubangan. Terlihat lubang tersebut berukuran cukup besar dan berada di tengah jalan.
Baca SelengkapnyaPenolakan ini karena pemerintah seakan tak dikaitkan dalam inisiatif bersih-bersih ini.
Baca SelengkapnyaDari penelusuran yang dilakukan, permukiman ini ditinggalkan penduduknya karena terlalu sering terkena banjir besar.
Baca Selengkapnya