'Selama tak KKN, politik dinasti boleh saja'
Merdeka.com - Tertangkapnya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang juga adik Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat politik dinasti kembali mencuat. Terlebih, banyak pihak yang mensinyalir Ratu Atut kerap memberikan sejumlah proyek kepada Wawan.
Keberadaan politik dinasti ini menimbulkan pro dan kontra dari pelbagai kalangan. Apalagi, ketika seorang pemimpin menempatkan keluarganya sebagai rekanan atau menjadi pesaing dalam pemilihan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah menilai, selama berdasarkan kemampuan yang dimiliki maka tidak ada yang salam dalam pelaksanaannya. Selama, hal itu tidak dibarengi dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
-
Bagaimana dinasti politik berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia? Didominasi Orang-Orang Politik Arga melihat, sejauh ini partai besar sekalipun didominasi oleh orang-orang dari lingkup politik, bukan dari masyarakat luas. Bahkan jabatan strategis dengan mudah diperoleh dari hubungan keluarga dan kerabat. Dampaknya semakin sulit bagi individu dari kalangan masyarakat biasa untuk ikut andil dalam politik.
-
Siapa yang menolak dinasti politik? Abu Bakar pun turut menolak secara tegas konsep dinasti politik. Hal ini terlihat dari ungkapan Abu Bakar menjelang wafatnya.
-
Apa dampak buruk dinasti politik bagi proses demokrasi? 'Saya kira ini menjadi salah satu konsekuensi dari anggota partai politik yang berasal dari elitis atau orang-orang dari lingkungan kekuasaan,' kata Arga dikutip dari Ugm.ac.id. Lalu bagaimana adanya politik dinasti ini mempengaruhi kualitas demokrasi di Indonesia? Berikut selengkapnya:
-
Kenapa dinasti politik bisa melemahkan demokrasi? Menurut Arga, fenomena kuatnya dinasti politik di ranah legislatif akan terus berlanjut dan menyebabkan eksklusivitas dalam lingkup politik. Ia mengakui bahwa dinasti politik pernah terjadi pada negara-negara besar seperti Amerika. Namun menurutnya di sana masih ada proses demokrasi yang bermain. Sementara ia melihat fenomena di Indonesia adanya dinasti politik justru melemahkan demokrasi dan berpotensi meningkatkan kolusi dan nepotisme.
-
Kenapa Rasulullah SAW menolak dinasti politik? Mengenai dinasti politik, Rasulullah sendiri pada praktiknya hampir tidak melakukan konsep tersebut. Terbukti, Rasulullah SAW lebih memilih para Sahabat daripada keturunan beliau sendiri hingga keluarga dekat untuk melanjutkan kepemimpinannya dalam berdakwah dan membela agama Islam.
-
Apa arti dari kata 'presiden'? Kata 'presiden' berasal dari bahasa Latin, praesidere; prae (sebelum) dan sedere (menduduki atau bertengger), menurut ahli linguistik Ben Zimmer, seperti dikutip dari NPR.
"Kita hanya melihat politik dinasti itu salah semua. Kalai adiknya pingin jadi camat, anak pingin jadi calon bupati pengganti boleh saja, asal jangan KKN, itu yang salah," ujar Iberamsjah saat berbincang dengan merdeka.com, Minggu (13/10).
Hal itu pun dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) yang menempatkan beberapa orang keluarganya dalam partai. Seperti mengangkat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai Sekjen Demokrat, iparnya Pramono Edhie Wibowo sebagai calon presiden atau keluarga lainnya menjadi calon anggota legislatif.
Hal itu terlihat dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) yang tercatat di data KPU, tercatat sebanyak 15 orang caleg Partai Demokrat merupakan keluarga besar Cikeas.
"Itu kan dinasti juga, kalau ada kemampuan dan kesempatan boleh saja, tapi bukan KKN," tandasnya.
Menurutnya, ada beberapa keuntungan yang didapat jika politik dinasti ini berjalan, yakni penyelenggaraan pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. "Kalau untuk kepentingan pemerintahan, bersaing memperebutkan kekuasaan. Saya lihat itu positif," katanya.
Meski demikian, diterapkannya sistem dinasti itu juga menyimpan sejumlah kerugian. "Rugi karena didasari kolusi, seperti mengatur proyek, korupsi, memberi kesempatan pada adiknya tapi org lain rugi," pungkasnya. (mdk/tyo)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apakah partai politik saat ini benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan sungguh-sungguh menjalankan aspirasi tersebut.
Baca SelengkapnyaSejumlah kalangan yang menolak Politik Dinasti memajang spanduk "Ayo Lawan Politik Dinasti" di Jakarta.
Baca SelengkapnyaSyaratnya adalah ada orang lain yang bukan bagian keluarga Kepala Negara tadi juga mendapatkan porsi dan hak yang sama.
Baca SelengkapnyaSebaliknya, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan. Jika semula 33,7 persen, kini menjadi 42,9 persen.
Baca SelengkapnyaPopuli Center merilis hasil survei tentang respon publik terhadap isu politik dinasti.
Baca SelengkapnyaKamhar menuturkan, polemik tentang politik dinasti ini selalu menjadi diskursus publik, utamanya menjelang pemilu dan pilkada.
Baca SelengkapnyaCalon wakil presiden Mahfud Md memberikan respons terkait dinasti politik yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik
Baca SelengkapnyaMenurut dia, restu itu bukan hal yang perlu dilakukan, terlebih akan ada dampak untuk pemimpin mendatang.
Baca SelengkapnyaSurvei ini dilakukan secara tatap muka pada 29 November-4 Desember 2023 terhadap 1.364 responden
Baca SelengkapnyaHasil Survei Litbang Kompas menyatakan, sebanyak 63,7 persen responden menyetujui agar praktik politik dinasti dibatasi.
Baca SelengkapnyaBusyro menilai jika di Pemilu 2024 etika politik telah dikubur dan diganti dengan syahwat politik.
Baca Selengkapnya