Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Semakin Mengkhawatirkan Penangkapan Ikan Gunakan Potasium di Laut Berau

Semakin Mengkhawatirkan Penangkapan Ikan Gunakan Potasium di Laut Berau Penangkapan Ikan Menggunakan Potasium di Laut Berau. ©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - Dugaan penangkapan ikan secara ilegal menggunakan potasium, di laut kabupaten Berau, Kalimantan Timur, semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya berkelanjutan, namun juga telah mengakibatkan kematian burung dan penyu.

Penangkapan ikan secara ilegal yang terpantau dari penelusuran pegiat Pro Fauna Indonesia, pada Oktober 2019, diduga dilakukan nelayan asal Pulau Balikukup dan Maratua, Kabupaten Berau.

"Modusnya dengan melakukan penyelaman pada malam hari menggunakan alat bantu pernafasan, berupa kompresor yang sudah dimodifikasi. Penyelaman itu dilakukan pada malam hari, untuk menghindari pantauan petugas," kata Ketua Pro Fauna Indonesia Rosek Nursahid, kepada merdeka.com, Kamis (21/11).

Rosek menerangkan, penyelam kemudian menyemprotkan bahan potasium/obat bius ke terumbu karang. Beberapa ikan yang terkena obat tersebut akan pingsan. Sehingga mudah ditangkap menggunakan jaring.

Burung dan Penyu Kena Dampak

Selain merusak terumbu karang dan membunuh ikan dalam jumlah besar, kegiatan penangkapan ikan dengan potasium itu juga diduga berdampak buruk kepada spesies lain. Yaitu burung dan penyu. Pada Oktober 2019 ini, ranger Yayasan Penyu Indonesia (YPI), yang menjaga Pulau Belambangan, telah menemukan sekurangnya 6 burung besar yang mati.

"Diduga kuat burung-burung yang mati tersebut akibat terpapar residu potas/obat bius, dengan memakan ikan sisa aktivitas pembiusan ikan yang dilakukan nelayan. Selain burung, juga ditemukan seekor penyu sisik yang mati misterius," ujar Rosek.

"Pro Fauna mendesak pemerintah daerah kabupaten Berau, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar menindak tegas penangkapan ikan dengan menggunakan potas. Sebab, ini selain bisa membunuh burung dan penyu, dalam jangka panjang juga akan merugikan nelayan itu sendiri," tegasnya.

Rosek menjelaskan, UU No 45 Tahun 2009 tentang perubahan UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan, bisa diancam dengan pidana maksimal 5 tahun penjara.

"Dan juga denda paling banyak Rp2 miliar," tutup Rosek.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP