Sepak terjang Saracen, kelompok profesional penyebar kebencian di medsos
Merdeka.com - Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap para pelaku penyebar kebencian dan konten yang menjelekkan suku agama ras dan antargolongan (SARA) di media sosial. Beraksi sejak 2015, kelompok bernama Saracen itu bekerja secara profesional dan memiliki ribuan akun. Mereka memasang tarif hingga puluhan juta rupiah.
Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Irwan Anwar menyebut, tiga orang tersangka yang ditangkap adalah inisial JAS (32), MFT (32) dan SRN (32). "Kelompok Saracen memiliki struktur sebagaimana layaknya organisasi pada umumnya dan telah melakukan aksinya sejak bulan November 2015," ujarnya di Kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (23/8).
JAS berperan sebagai ketua kelompok Saracen, MFT sebagai koordinator bidang media dan informasi, dan SRN sebagai koordinator grup wilayah Jawa Barat.
-
Siapa yang menjadi target kejahatan siber? Tidak hanya perorangan yang menjadi target, namun perusahaan besar, pemerintah, hingga institusi finansial juga rentan terhadap serangan ini.
-
Apa hasil capaian Bareskrim Polri? Kabareskrim Polri Komjen Pol. Wahyu Widada memaparkan, jumlah aset yang disita mencapai Rp10,5 triliun.
-
Bagaimana kejahatan siber dilakukan? Di balik layar monitor, para pelaku kejahatan siber beroperasi dengan kecanggihan yang semakin meningkat, menggunakan berbagai teknik seperti phising, malware, dan social engineering untuk mencuri data berharga atau merusak infrastruktur digital.
-
Apa yang dilakukan orang jahat? 'Manusia yang sibuk dengan kesalahan dan aib orang lain akan sulit untuk dapat memperbaiki dirinya.'
-
Siapa yang terlibat di SAJAKA? Program SAJAKA mengedepankan kolaborasi lintas sektoral yang melibatkan masyarakat, tenaga kesehatan, serta pihak swasta seperti Pfizer Indonesia.
-
Kenapa Sarwendah bertindak tegas terhadap penyebar fitnah? Sarwendah menjelaskan bahwa tindakan tegas yang diambil adalah karena kekhawatiran akan kesejahteraan mental anak-anaknya yang sudah mampu membaca, dan ia tidak ingin mereka terganggu dengan berita-berita negatif yang tersebar.
JAS ditangkap di Pekanbaru, Riau pada 7 Agustus 2017, lalu MFT ditangkap di kawasan Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017. Sedangkan SRN ditangkap di Cianjur, Jawa Barat pada 5 Agustus 2017. "Barang bukti yang disita dari JAA ada 50 simcard berbagai operator, 5 hardisk CPU, 1 HD laptop, 4 ponsel, 5 flashdisk, dan 2 memory card. Dari MFT 1 ponsel, 1 memory card, 5 simcard, dan 1 flashdisk. Dari SRN 1 laptop + hardisk, 2 ponsel, 3 simcard, dan 1 memory card," jelas Irwan.
Sindikat Penebar Hate Speech dan SARA ©2017 Merdeka.com/nur habibie
Dia menambahkan, JAS yang menjadi ketua dalam jaringan Saracen merupakan otak kejahatan Siber ini dan memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya. "Dia memiliki kemampuan untuk merecovery akun anggotanya yang diblokir dan bantuan pembuatan berbagai akun baik yang bersifat real, semi anonymous, maupun anonymous," ungkap Irwan.
Sedangkan MFT bertugas memproduksi dan menyebarkan konten ujaran kebencian berbau SARA melalui sejumlah media sosial. Dia juga yang mengunggah meme atau foto editan bernuansa kebencian melalui akun pribadi miliknya.
"SRN melakukan ujaran kebencian dengan melakukan posting atas namanya sendiri maupun membagikan ulang posting dari anggota Saracen yang bermuatan penghinaan dan SARA menggunakan akun pribadi dan beberapa akun lain yang dipinjamkan oleh tersangka JAS," kata Irwan.
Dalam aksinya, Saracen membuat konten hate speech dan isu SARA untuk menyerang tokoh atau kelompok tertentu, termasuk partai politik sesuai dengan isu yang tengah berkembang. "Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah," kata Irwan.
Namun Irwan enggan mengungkap siapa saja yang pernah menggunakan jasa Saracen ini. "Masih dalam pendalaman. Tapi kurang lebihnya seperti itu (melalui sistem pemesanan)," ujarnya.
Untuk menjalankan aksinya menyebar konten ujaran kebencian, Saracen memiliki akun yang mencapai ribuan. "Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga menjelek-jelekkan kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan," kata Irwan.
Sementara itu, Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo menambahkan bahwa nominal yang ditawarkan oleh Saracen bisa mencapai Rp 100 juta dalam setiap proyek ujaran kebencian dan SARA. "Dia menawarkan ya senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta, itu atas proposal ya," tambah Susatyo.
Susatyo mengungkapkan, salah satu pelaku perempuan yang ditangkap dengan inisial SRN adalah Sri Rahayu Ningsih alias Ny Sasmita yang pada 5 Agustus 2017 lalu diciduk oleh Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri dari rumah kontrakannya di Cianjur. Sri ditangkap karena terbukti telah menghina Presiden Joko Widodo melalui postingan di media sosial Facebook. Selain itu dia juga menyebarkan ujaran kebencian dan SARA serta berita bohong atau hoax melalui akun Facebook miliknya.
Sindikat Penebar Hate Speech dan SARA ©2017 Merdeka.com/nur habibie
"Iya, SRN itu Sri Rahayu Ningsih. Di Saracen sebagai koordinator wilayah Jawa Barat," ujar Susatyo.
Soal motif pelaku, Kombes Irwan Anwar mengatakan para pelaku beraksi demi mendapatkan keuntungan ekonomi. "Pengakuan sementara para pelaku, motifnya adalah ekonomi. Karena mereka juga punya media online, mereka juga share kontennya sehingga mendapat rating tinggi," kata Irwan.
Dari penelusuran polisi, Saracen memiliki banyak akun grup yang menjadi sarana menyebarkan hate speech dan konten SARA. "Di antaranya yaitu grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, dan berbagai grup lainnya dengan pemilihan nama yang menarik bagi para netizen untuk bergabung," ujarnya.
Saat ini polisi masih terus mencari tersangka baru lain yang merupakan admin jaringan Saracen. Polisi juga akan memburu pihak-pihak yang pernah menjadi klien Saracen. "Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain, atau group-group lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok ini," pungkasnya.
Atas perbuatannya, JAS dikenakan tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 jo Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 19 tahun 2016 dengan ancaman 7 tahun penjara.
MFT dikenakan tindak pidana ujaran kebencian atau hate speech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
Sedangkan SRN dikenakan tindak pidana ujaran kebencian atau hate speech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabar penangkapan Marco dibenarkan Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yusuf Sutejo yang menyebut telah ditangkap di wilayah hukumnya.
Baca SelengkapnyaPolisi melakukan patroli siber untuk menyisir akun-akun yang menyebarkan ujaran kebencian maupun informasi hoaks.
Baca SelengkapnyaNasriadi juga mengimbau kepada seluruh tim sukses dan pendukung calon agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaPolisi telah menangkap konten kreator asal Kampung Margasari, Kabupaten Sukabumi, yakni Gunawan 'sadbor' atas dugaan promosi situs judi online.
Baca SelengkapnyaKasus pegawai KAI ini menjadi sorotan Densus 88 karena meski ISIS bubar, tapi pendukungnya masih ada
Baca SelengkapnyaKisah Para Red Hat, Para pemburu Hacker, Ada yang Mampu Membobol Situs Intelijen Mossad Israel
Baca SelengkapnyaPara admin untuk bersinergi dalam mencegah penyebaran kabar bohong atau isu SARA.
Baca SelengkapnyaPenangkapan para remaja tersebut dilakukan setelah polisi melakukan patroli siber.
Baca SelengkapnyaKabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Pol Yusuf Sutejo mengatakan, motif dari Marco Karundeng adalah kesal.
Baca SelengkapnyaKasus promosi judi online yang menjerat TikToker Gunawan alias Sadbor menjadi sorotan.
Baca SelengkapnyaPolresta Serang masih menyelidiki kasus tersebut dan berkordinasi dengan tim siber Polda Banten.
Baca Selengkapnya