Setahun Belajar Daring, Anak Didik Dinilai Capai Puncak Jenuh
Merdeka.com - Hampir setahun, para siswa menjalani pembelajaran jarak jauh atau melalui daring akibat pandemi Covid-19. Kejenuhan dan perilaku malas kini dirasakan anak didik.
Psikolog Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang, Renny Permataria menjelaskan, belajar daring memiliki dampak positif dan negatif. Positifnya para guru, terutama berumur tua, orang tua dan siswa mampu mengimplementasikan kecanggihan teknologi kekinian.
Penggunaan ponsel pintar melalui aplikasi zoom, google meeting, dan lainnya dijalankan. Jika sebelumnya tak mengenal sama sekali, kini menjadi kebiasaan dalam pembelajaran.
-
Kenapa anak bisa mengalami gangguan belajar? Akibatnya, anak-anak yang mengalami gangguan ini sering kali mengalami keterlambatan dalam perkembangan akademis mereka.
-
Kenapa anak stres karena pelajaran? Anak-anak sering kali menghadapi rutinitas sekolah yang padat, termasuk tuntutan nilai akademis yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan stres karena mereka harus menyeimbangkan kegiatan sekolah dengan kegiatan lain seperti les privat, kegiatan ekstrakurikuler, dan tugas rumah yang banyak.
-
Apa dampak bentakan pada kemampuan anak belajar? Ketika anak berada dalam kondisi tertekan dan merasa takut, hal ini akan mengganggu fokus serta konsentrasi mereka saat belajar.
-
Apa penyakit yang pengaruhi kecerdasan anak? Ada sejumlah penyakit yang dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan otak dan kemampuan kognitif anak jika tidak ditangani dengan baik.
-
Apa penyebab anak malas belajar? Beberapa anak mungkin mengalami kesulitan dalam pelajaran tertentu, yang dapat disebabkan oleh perbedaan gaya belajar atau kurangnya pemahaman terhadap materi.
-
Mengapa pola asuh yang keras bisa menghalangi kecerdasan anak? Sikap yang keras dan kasar, baik itu berupa kemarahan yang berlebihan atau tindakan otoriter, akan menciptakan suasana yang tidak menyenangkan bagi anak. Ketika anak-anak hidup dalam ketakutan, mereka cenderung kehilangan kreativitas dan enggan untuk mencoba hal-hal baru. Selain itu, pendekatan semacam ini dapat mengurangi rasa percaya diri anak, membuat mereka kehilangan motivasi, serta membatasi potensi mereka untuk berkembang secara intelektual dan emosional.
"Itu salah satu hikmah dari belajar online. Guru-guru mau tak mau harus meningkatkan kapasitas dan kualitasnya," ungkap Renny, Selasa (16/2).
Namun, kata dia, sisi negatifnya juga tak kalah lebih besar. Para siswa harus menjalani kebiasaan baru dalam proses belajar. Mereka setiap hari dihadapkan dengan ponsel agar dapat hadir pada saat jam belajar.
"Anak didik sekarang belajar dari rumah secara online, tiap hari bertemu dengan guru dan teman-teman melalui video, itu kebiasaan baru yang tak pernah terpikirkan oleh mereka," ujarnya.
Pada awal-awal penerapan, anak didik masih merasa nyaman dan semangat menjalaninya. Namun ternyata kondisi ini terus terjadi hingga hampir setahun dan meninggalkan kebiasaan mereka pada saat sebelum pandemi.
"Biasanya anak-anak bisa melakukan kegiatan outdoor dan melakukan hobi mereka di sekolah untuk melepaskan lelah dan penat bersama teman-teman sekolah. Selama satu tahun ini, itu tak bisa dilakukan lagi," ungkapnya.
Lamanya belajar daring, otomatis berdampak pada psikologi anak didik, yakni rasa jenuh dalam belajar. Mereka lebih cenderung bermalas-malasan di rumah, belajar sambil tidur-tiduran di tempat tidur, bahkan tak belajar sama sekali karena tidak ada kontrol dari orang tua.
"Jika biasanya setiap hari bangun pagi, sarapan, berpakaian, lalu berangkat sekolah, sore les, dan lainnya. Sekarang bangun siang, ketika bangun lupa cuci muka, sarapan ketinggalan, belajar kadang, seringnya tidak. Itu akibat anak-anak sudah jenuh dengan belajar daring," kata dia.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan pendampingan dari orang tua. Anak-anak harus rutin diingatkan agar tetap rajin, disiplin, dan konsentrasi dalam belajar. Meski belajar online, mereka dianjurkan tetap belajar dengan berpakaian rapi, tak ubahnya saat belajar di sekolah.
"Orang tua harus membuat tempat belajarnya nyaman agar anak-anak lebih semangat belajar," kata dia.
Menurutnya, perubahan perilaku dan psikologis anak yang cenderung jenuh, kemungkinan dapat berakibat pada menurunnya daya tangkap belajar. Mereka akan kesulitan menerima pelajaran dari guru dan mempengaruhi pola kecerdasan intelektual dan emosionalnya.
"Memang setiap anak-anak berbeda tingkat kedewasaannya, ada yang paham dengan kondisi sekarang dan menjalaninya. Tapi tidak sedikit juga sebaliknya," ujarnya.
Selain itu, belajar daring juga akan mempengaruhi sikap jujur anak didik. Sebab, guru tidak tahu tugas yang diberikan justru dikerjakan oleh orang tua, bukan anak didik atau melihat dari internet. Pada saat sekolah tatap muka, guru masih bisa mengawasi ulangan, tugas, dan ujian sehingga siswa pun meminimalisasi perilaku mencontek.
"Saat sekolah online, guru tidak bisa memastikan kondisi anak apakah murni hasil sendiri atau hasil dari jawaban lain. Ini tentunya berpengaruh terhadap integritas atau kejujuran siswa walaupun tidak dilihat oleh guru mereka," terangnya.
"Guru harus peka terhadap kemampuan muridnya, karena integritas sangat dibutuhkan di masa depan mereka," sambungnya.
Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Palembang, Mukhtarudin Muhsiri mengungkapkan, kualitas pendidikan di Sumsel menurun 30 persen sejak diberlakukan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19. Menurutnya, pemberlakuan belajar daring sebenarnya sangat tak efektif karena belajar tatap muka saja tidak semua anak didik dapat menerima apa yang disampaikan pendidik, terlebih melalui daring atau lainnya.
"Dari penelitian, ada penurunan kualitas pendidikan di Sumsel mencapai 30 persen selama pandemi," ungkap Muhsiri.
Dia menerangkan, banyak hal yang menyebabkan penurunan. Biasanya belajar tatap muka dapat diberikan tugas dan diawasi langsung oleh pendidik, sementara jarak jauh tak dapat dipastikan dikerjakan oleh anak didik.
"Guru dapat mengetahui kesulitan siswanya, ada pengawasan, belum lagi kendala komunikasi," ujarnya.
Muhsiri menambahkan, belajar daring tetap dapat diberlakukan selama pandemi dengan catatan mencari pola agar pelajaran yang diberikan dapat tersampaikan. Dengan demikian, pendidikan kembali berkualitas meski belajar secara tak langsung.
"Kita berharap pandemi berakhir dan bisa meningkatkan kualitas pendidikan kita," kata dia.
Untuk mensiasati itu, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Ilmu Lemabang Palembang, lebih menggunakan pendekatan emosional dengan anak didik. Murid diberikan perhatian, sentuhan, dan nasihat secara langsung agar tetap semangat dalam belajar.
"Setiap siswa memiliki potensi berbeda-beda, maka kehadiran guru menjadi penting, pendekatan emosianal menjadi solusinya. Saya bisa dengar masalah mereka dan mencoba mengatasinya," jelasnya.
Dia mengatakan, belajar secara daring sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Dari segi waktu terjadi pengurangan sehingga mempengaruhi materi yang diberikan. Otomatis guru harus menganalisa pelajaran yang dianggap penting dan efektif agar tersampaikan dengan baik.
"Metode kami banyak cara, ada WhatsAap, Zoom, dan video. Kami upayakan agar pelajaran bisa diterima anak-anak, kami ingin anak-anak tetap semangat belajar walaupun melalui online," katanya.
Dia mengakui, para guru, anak didik, dan orang tua sudah mulai jenuh karena belajar bergantung dengan ponsel. Untuk meminumalisir dampak yang ditimbulkan, Mupri menerapkan pembelajaran secara langsung satu bulan sekali namun tetap menerapkan protokol kesehatan.
"Sering sekali saya menerima keluhan siswa atau wali murid yang sudah jenuh dengan kondisi sekarang, tapi apa boleh buat, kondisi tidak memungkinkan," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang wali murid di SD Negeri di Palembang, Lia (35) mengaku sangat terbebani dan merasa jenuh dengan pembelajaran tidak langsung. Banyak hal yang membuatnya merasa demikian.
Diantaranya, setiap hari guru hanya memberikan tugas kepada siswa tanpa diberikan pemahaman atau penjelasan terlebih dahulu melalui video yang dibuat oleh guru. Otomatis, wali murid akan menjadi guru dadakan meski memiliki keterbatasan pengetahuan.
"Kalau hanya beri tugas dan suruh kumpul tiap pekan, saya kira semua orang mau jadi guru. Mestinya ada video yang dibuat guru dan dikirim ke grup WA agar bisa dipahami anak-anak. Berbeda sekali jika guru langsung yang mengajari," ujarnya.
Hampir satu tahun berjalan belajar daring, tak sekalipun terjadi komunikasi antara guru dan siswa secara online. Berbeda dengan cerita yang didengarnya dari wali murid yang bersekolah di sekolah swasta.
Di sekolah swasta, setiap hari siswa tetap belajar meski melalui daring. Terjadi kontak antara guru dan murid sehingga terbentuk komunikasi dan emosional. Anak-anak pun bisa menerima pelajaran dan mampu mengerjakan tugas dengan baik.
"Kalau di sekolah negeri, khususnya sekolah tempat anak saya, tidak seperti itu, tidak ada namanya zoom, tidak ada namanya google meeting. Yang ada hanya disuruh bikin tugas, setiap Sabtu dikumpul, bikin video menyanyi lalu dikirim ke WA. Akhirnya pembelajaran tak efektif, anak-anak mikirnya hanya menjalankan tugas saja, memenuhi kewajiban agar naik kelas, itu saja," kata dia.
"Parahnya lagi, sampai sekarang, anak-anak tidak tahu siapa wali kelasnya, guru mata pelajarannya, bagaimana wajahnya tidak pernah tahu, karena tidak pernah bertemu walaupun melalui online," tutupnya.
Tulisan ini merupakan bagian dari program Fellowship Outlook Series 2021 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meskipun terlihat seperti bentuk kasih sayang, memanjakan anak secara berlebihan dapat memberikan dampak negatif pada perkembangan mereka di masa depan.
Baca SelengkapnyaKondisi stres yang dialami oleh anak dan remaja cenderung disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diektahui orangtua.
Baca SelengkapnyaStres pada anak bukan hanya merupakan masalah kecil yang dapat diabaikan, tetapi merupakan tanda bahwa anak sedang menghadapi tekanan yang signifikan.
Baca SelengkapnyaAnak jenius bisa menunjukkan tanda dan kebiasaan khusus yang bisa tampak mulai usia 5 tahun.
Baca SelengkapnyaAnak yang terlalu banyak aktivitas bisa memiliki kehidupan yang sibuk dan butuh bantuan orangtua untuk mengatasinya.
Baca SelengkapnyaAnak-anak yang sering mengalami teriakan dari orangtua cenderung mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan stres.
Baca SelengkapnyaMengatasi anak yang malas belajar memerlukan pemahaman mengenai penyebab yang mendasarinya.
Baca SelengkapnyaAnak zaman sekarang cenderung lebih mudah mengalami kecemasan dibanding di masa lalu karena sejumlah hal.
Baca SelengkapnyaKetakutan yang dimiliki oleh anak bisa disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu disiasati agar mereka tidak menjadi penakut.
Baca SelengkapnyaDengan memahami penyebab stres dan cara mengatasinya, orang tua dan pendidik dapat membantu anak-anak mereka menghadapi tantangan dengan lebih baik.
Baca SelengkapnyaSikap orangtua yang terlalu otoriter, memberikan terlalu banyak perhatian, atau tidak mendukung pendidikan dapat mengurangi kecerdasan anak.
Baca Selengkapnya