Setahun Pandemi, Kemenkominfo Temukan 2.624 Hoaks Tentang Covid-19
Merdeka.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemukan 2.624 hoaks mengenai Covid-19 dalam kurun waktu 23 Januari 2020-3 Maret 2021. Dari jumlah tersebut, 2.278 hoaks sudah selesai ditindaklanjuti oleh Kemenkominfo dan sisanya masih dalam proses.
Ribuan hoaks tersebut tersebar di empat platform internet, yakni Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube. Hoaks terbanyak ditemukan di platform Facebook yakni mencapai 2.055. Disusul Twitter sebanyak 496 hoaks, lalu Youtube 49, dan Instagram 24 hoaks.
"1.775 hoax di facebook sudah kami take down. Di twitter, 438 hoaks juga sudah ditindaklanjuti. Sedangkan hoaks di youtube dan instagram sisa 4 hoaks yang masih kita proses," kata Koordinator Pengendalian Sistem Elektronik dan Konten Internet Kemenkominfo, Anthonius Malau dalam Konferensi Pers Penanganan Hoaks di Tengah Pandemi yang disiarkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Kamis (4/3).
-
Apa yang paling banyak ditemukan dalam isu hoaks 2023? Isu hoaks di sektor kesehatan ternyata masih marak. Hal ini terbukti dari patroli Kominfo selama 2023. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat sepanjang 2023 telah menangani sebanyak 1.615 konten isu hoaks yang beredar di website dan platform digital.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan video hoaks? Video diunggah oleh akun @margiyo giyo
-
Dimana hoaks tentang Kominfo beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Dimana berita hoaks tersebar di AS? Pada Juni 1.265 situs berita lokal mengaku situs mereka objektif namun pada kenyataannya melaporkan dengan bias yang mendukung kelompok partisan atau pemerintah asing, kata NewsGuard, seperti dilansir the Washington Times, Rabu (12/6).
Oleh sebab itu, Anthonius mengajak masyarakat Indonesia untuk selalu waspada terhadap hoaks. Sebab kata dia, dampak yang ditimbulkan dari hoaks tersebut bukan hanya bisa mencelakai diri sendiri, namun orang lain.
Dia meminta masyarakat untuk membaca berita secara utuh, tidak hanya membaca judul saja. Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk memverifikasi setiap kali menerima informasi atau berita.
"Pertama, waspadai dulu. Terkadang judul itu click bait. Misalnya judulnya nakes meninggal setelah disuntik vaksin, ketika dibaca sampai utuh, ternyata dia meninggal karena demam berdarah," kata Anthonius.
"Cek juga sumbernya, kalau tidak menampilkan sumber, kita patut duga itu hoaks," ujarnya.
Anthonius mengungkapkan, hoaks yang tersebar di media sosial bukan hanya berupa narasi saja, namun juga banyak berupa foto dan video. Dalam hal ini, dia mengakui bahwa sebagian besar masyarakat tidak bisa langsung menduga apakah mengandung hoaks atau tidak. Dia pun memberikan tips agar bisa dengan mudah mengenali konten foto/video hoaks.
"Memang butuh keahlian khusus, tapi kita bisa cek keaslian fotonya, apakah di foto itu ada kelainan atau hasil editan. Sebenarnya bisa langsung terlihat dengan kasat mata dan kita bisa menyimpulkan kalau foto itu tidak benar," ujarnya.
Selain itu dia juga menyarankan untuk selalu mengecek tanggal beredarnya foto atau video tersebut. Bila masyarakat menemukan konten hoaks, dia berharap masyarakat tidak segan untuk melaporkannya ke Kominfo.
"Bila mengetahui atau menduga ada konten hoaks, bisa melapor ke aduankonten.id atau ke nomor whatsapp Kominfo 08119224545," kata dia.
Senada dengan Anthonius, Koordinator Program dan Pemeriksa Fakta Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Dedy Helsyanto mengajak pemerintah untuk lebih intens dalam mengedukasi masyarakat agar bisa mewaspadai hoaks. Dia pun mendorong strategi multi stakeholder untuk melawan hoaks dari hulu ke hilir.
Dia menjelaskan, strategi ini dimulai dari edukasi literasi digital yang bisa dilakukan oleh Kominfo, kemenkes, Satgas, KPC PEN, BSSN, Mafindo, dan komunitas terkait lainnya seperti ICT Watch, RTIK, Recon, Siberkreasi, Japelidi, dan sebagainya.
"Dari hulunya harus ada edukasi, kemudian hoax pendampingan berkelanjutan selama proses hoaks debunking oleh Tim Mafindo, Kominfo, Cek Fakta, dan WA Hoax Buster dan yang terakhir dihilirnya yaitu pemblokiran oleh kominfo dan proses hukum oleh Polri," kata Dedy.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
YouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca SelengkapnyaIsu hoaks di sektor kesehatan ternyata masih marak. Hal ini terbukti dari patroli Kominfo selama 2023.
Baca SelengkapnyaSisa berita hoaks lainnya tidak diturunkan, melainkan hanya diberikan stempel hoaks karena dianggap tidak terlalu berbahaya.
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaTim cek fakta independen antara lain Mafindo, Perludem hingga AFP Indonesia.
Baca SelengkapnyaBahkan Menkominfo menyebut situasi ruang digital lebih baik dibandingkan pada 2019.
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaSeptiaji mengatakan acara ini mengumpulkan lembaga penyelenggara pemilu, pemerintah, pakar, rekan media, hingga masyarakat sipil guna mencari solusi
Baca Selengkapnya