Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

SETARA Institute sebut banyak putusan MK yang tak dipatuhi

SETARA Institute sebut banyak putusan MK yang tak dipatuhi SETARA Institute sorot kinerja MK. ©2016 Merdeka.com/Tsana Garini Sudradjat

Merdeka.com - Lembaga penelitian SETARA Institute melakukan penelitian atas putusan-putusan Mahkamah Institusi (MK) dalam rentang 19 Agustus 2015-15 Agustus 2016. Hasil riset tersebut dibagikan kepada publik pada Kamis (18/8) atau bertepatan dengan perayaan Hari Konstitusi.

Dari 124 putusan MK yang diuji, SETARA Institute memberi tone negatif pada 8 putusan, tone positif pada 18 putusan, dan tone netral atau wajar pada 98 putusan.

Tone negatif diberikan pada putusan yang dianggap melemahkan pemajuan hak ataupun melemahkan praktik penyelenggaraan negara, tone positif diberikan pada putusan yang kondusif dan progresif pada perkara-perkara tertentu, sedangkan tone netral diberikan pada putusan yang sudah semestinya atau biasa-biasa saja.

"Sebenarnya kinerja MK yang dipersepsi hebat oleh banyak pihak, termasuk 16 Agustus kemarin Pak Jokowi memuji MK karena telah memberikan legal policy yang konstruktif dan seterusnya, tapi kalau diriset secara detail seperti yang kita lakukan ya tidak semuanya kontributif terhadap HAM dan rule of law, terutama soal kepatuhan," ujar Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani di kantornya.

Ia menyatakan bahwa tingkat kepatuhan terhadap putusan-putusan MK yang masih sangat rendah memang merupakan fokus riset tahun ini. Salah satu contoh kasusnya adalah bagaimana Mahkamah Agung (MA) menolak putusan MK soal peninjauan kembali (PK) yang dapat dilakukan berkali-kali oleh terpidana.

"Kita khawatir MK hanya menjalankan rutinitas ritual pengujian Undang-undang tanpa melimpahkan keadilan kepada warga karena banyak putusannya diabaikan. Orang mengajukan permohonan, diputus, tapi kemudian tidak dipatuhi. Muter-muter terus seperti itu," lanjutnya.

Menurut Ismail, hal ini terjadi karena MK tidak disiplin dalam menjaga marwahnya sebagai lembaga yang pantas untuk dipatuhi. Yang paling menonjol adalah bagaimana MK terlihat sesuka hati memperluas dan mempersempit kewenangannya sendiri.

Hal ini dibuktikan dengan masih ditemukannya putusan ultra petita dan cukup signifikannya jumlah norma baru (tergolong ultra vires) dalam memutus permohonan pengujian Undang-undang.

"MK selama ini berlindung di balik alasan agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka mereka membentuk norma baru. Tapi itu keliru karena MK itu adalah legislator," tandas pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah ini.

Isu lain yang menjadi titik perhatian SETARA Institute adalah justice delayed atau penundaan keadilan bagi warga negara akibat ketidakjelasan standar waktu bagi MK untuk membacakan putusan. Berdasarkan hasil riset, ditemukan 9 putusan yang pembacaannya melebihi 8 bulan karena MK membuang-buang waktu (buying/wasting time).

Walaupun begitu, dalam simpulan yang dinyatakannya SETARA Intitute tetap menilai MK memiliki integritas tinggi dan akseptabilitas luas. Simpulan ini tergambarkan dari banyaknya tone positif (18 putusan) dibanding tone negatif (7 putusan) dengan tone netral/wajar.

(Laporan: Tsana Garini Sudrajat)

(mdk/tyo)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP