SETARA Institute sebut banyak putusan MK yang tak dipatuhi
Merdeka.com - Lembaga penelitian SETARA Institute melakukan penelitian atas putusan-putusan Mahkamah Institusi (MK) dalam rentang 19 Agustus 2015-15 Agustus 2016. Hasil riset tersebut dibagikan kepada publik pada Kamis (18/8) atau bertepatan dengan perayaan Hari Konstitusi.
Dari 124 putusan MK yang diuji, SETARA Institute memberi tone negatif pada 8 putusan, tone positif pada 18 putusan, dan tone netral atau wajar pada 98 putusan.
Tone negatif diberikan pada putusan yang dianggap melemahkan pemajuan hak ataupun melemahkan praktik penyelenggaraan negara, tone positif diberikan pada putusan yang kondusif dan progresif pada perkara-perkara tertentu, sedangkan tone netral diberikan pada putusan yang sudah semestinya atau biasa-biasa saja.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Siapa menteri Jokowi yang dipanggil MK? Empat menteri itu meliputi Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang mengapresiasi kebijakan Jokowi? Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di bidang pangan dan pertanian mendapatkan apresiasi dari Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Mangku Purnomo.
"Sebenarnya kinerja MK yang dipersepsi hebat oleh banyak pihak, termasuk 16 Agustus kemarin Pak Jokowi memuji MK karena telah memberikan legal policy yang konstruktif dan seterusnya, tapi kalau diriset secara detail seperti yang kita lakukan ya tidak semuanya kontributif terhadap HAM dan rule of law, terutama soal kepatuhan," ujar Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani di kantornya.
Ia menyatakan bahwa tingkat kepatuhan terhadap putusan-putusan MK yang masih sangat rendah memang merupakan fokus riset tahun ini. Salah satu contoh kasusnya adalah bagaimana Mahkamah Agung (MA) menolak putusan MK soal peninjauan kembali (PK) yang dapat dilakukan berkali-kali oleh terpidana.
"Kita khawatir MK hanya menjalankan rutinitas ritual pengujian Undang-undang tanpa melimpahkan keadilan kepada warga karena banyak putusannya diabaikan. Orang mengajukan permohonan, diputus, tapi kemudian tidak dipatuhi. Muter-muter terus seperti itu," lanjutnya.
Menurut Ismail, hal ini terjadi karena MK tidak disiplin dalam menjaga marwahnya sebagai lembaga yang pantas untuk dipatuhi. Yang paling menonjol adalah bagaimana MK terlihat sesuka hati memperluas dan mempersempit kewenangannya sendiri.
Hal ini dibuktikan dengan masih ditemukannya putusan ultra petita dan cukup signifikannya jumlah norma baru (tergolong ultra vires) dalam memutus permohonan pengujian Undang-undang.
"MK selama ini berlindung di balik alasan agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka mereka membentuk norma baru. Tapi itu keliru karena MK itu adalah legislator," tandas pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah ini.
Isu lain yang menjadi titik perhatian SETARA Institute adalah justice delayed atau penundaan keadilan bagi warga negara akibat ketidakjelasan standar waktu bagi MK untuk membacakan putusan. Berdasarkan hasil riset, ditemukan 9 putusan yang pembacaannya melebihi 8 bulan karena MK membuang-buang waktu (buying/wasting time).
Walaupun begitu, dalam simpulan yang dinyatakannya SETARA Intitute tetap menilai MK memiliki integritas tinggi dan akseptabilitas luas. Simpulan ini tergambarkan dari banyaknya tone positif (18 putusan) dibanding tone negatif (7 putusan) dengan tone netral/wajar.
(Laporan: Tsana Garini Sudrajat)
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Megawati menilai fungsi MK kini tidak digunakan dengan baik karena intervensi kekuasaan.
Baca SelengkapnyaPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat capres dan cawapres di UU Pemilu menuai kontroversi. MK dianggap tidak konsisten.
Baca SelengkapnyaPuan bongkar fakta kabar Jokowi minta tiga periode ke Megawati.
Baca SelengkapnyaMega menceritakan saat ia membentuk MK mulai dari pemilihan lokasi gedung
Baca SelengkapnyaJokowi justru menilai KPK saat ini sudah bagus dan memiliki sistem baik.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan hal tersebut merupakan wewenang MK.
Baca SelengkapnyaKritikan menjadi masukan konstruktif untuk memperbaiki pemerintahan.
Baca Selengkapnya"Bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran," kata Megawati
Baca SelengkapnyaJokowi pun mengajak semua pihak untuk bersatu dan bekerja membangun Indonesia.
Baca Selengkapnya"Saya memperoleh laporan di tahun 2023 Mahkamah Agung berhasil memutus hingga 99,47 persen perkara."
Baca SelengkapnyaPenanganan pelanggaran atau kecurangan secara TSM itu ranahnya ada di Bawaslu, bukan MK.
Baca Selengkapnyaegawati meminta agar seluruh pihak unguk mengawal Pemilu 2024 dengan nurani dan sepenuh hati.
Baca Selengkapnya