Setnov klarifikasi pertemuan dengan Anas Urbaningrum muluskan e-KTP
Merdeka.com - Sejumlah nama-nama besar dan anggota DPR disebut-sebut terlibat dalam korupsi mega proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), salah satunya Ketua DPR Setya Novanto. Berdasarkan berkas dakwaan yang beredar, Partai Golkar disebut telah dijanjikan uang sebesar Rp 150 miliar dari korupsi mega proyek e-KTP. Selain ke Partai Golkar, dana Rp 150 miliar diduga juga dijanjikan untuk Partai Demokrat.
Setnov, begitu dia disapa, mengatakan tidak pernah menerima uang Rp 150 miliar tersebut. Namun, dia tidak menjelaskan alasan Partai Golkar tidak jadi menerima dana untuk menentukan perusahaan pemenang tender proyek e-KTP.
"Enggak bener. Akan. Kalau akan itu pernah atau enggak?" kata Setnov di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/3).
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
-
Mengapa Anas Urbaningrum menilai tudingan penjegalan capres tidak tepat? “Kalau terjegal karena tidak mampu melahirkan koalisi yang cukup, bukan penjegalan namanya,“ ucap Anas.
-
Siapa yang terlibat dalam pertemuan tersebut? Kepala Badan Perlindungan Pekerjaan Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Hadi Tjahyanto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (5/3/).
Setelah selesai memberikan klarifikasi, awak media kembali meminta penegasan Setnov melalui sambungan telepon. Dia pun meluruskan ucapannya.
"Mengenai dakwaan akan menerima Rp 150 miliar, kita tidak pernah menerima Rp 150 miliar. Enggak usah akan, bicarapun tidak pernah," ujarnya.
Setnov juga menegaskan, tidak pernah melakukan pertemuan dengan petinggi Partai Demokrat yakni Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin serta Andi Narogong. Termasuk tudingan menerima atau menyerahkan dana 'pemulus' proyek e-KTP.
"Apa yang disampaikan kepada saya yang didakwakan yang saya dapat informasi yang sangat utuh bahwa saya ada pertemuan dengan saudara Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Andi Narogong dan saya itu tidak benar. Apalagi akan menyerahkan dana, mudah-mudahan saya tidak pernah menerima apapun dana dari e-KTP," jelasnya.
Penjelasan itu, kata dia, telah disampaikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menjadi saksi atas penyidikan dua tersangka kasus e-KTP yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan e-KTP, Sugiharto.
"Saya sudah serahkan pada waktu saya di dalam penyidikan di KPK, dan saya klarifikasi sejelas-jelasnya," terangnya.
Kendati demikian, Setnov mengakui mengenal dan bertemu Andi Narogong. Hanya saja, pertemuan itu hanya membahas jual beli kaos saat masih menjabat Bendahara Umum Partai Golkar.
"Saudara Andi pernah ketemu saya, tapi dalam kapasitas jual beli kaos. Waktu saya selaku bendahara umum, semuanya kita serahkan lah, nanti dalam sidang kan masing-masing bisa jelaskan, kita tunggu saja di persidangan," klaimnya.
Begitu pula, lanjutnya, saat Setnov menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Setnov mengklaim tidak pernah membahas atau mengurus soal anggaran proyek yang bernilai Rp 5,9 triliun itu. Mekanisme pembahasan anggaran proyek e-KTP, lanjutnya, berada di Badan Anggaran dan Komisi II DPR. Sehingga, Fraksi Golkar tidak bisa memutuskan secara sepihak besaran anggaran tersebut.
"Yang jelas saya tidak pernah urus-urus masalah anggaran, tidak pernah, karena saya sebagai pimpinan fraksi yang dahulu kita hanya terima lampiran-lampiran semua yang dilakukan oleh ketua komisi, dimana ketua komisi melaporkan ya scara oral, kan waktunya kan sebulan sekali pleno dan disampaikan," tegasnya.
"Dan soal anggaran semua mekanisme ada di panitia anggaran yg ada di Banggar dan komisi II yamg terkait dalam hal ini komisi II. Jadi selaku pimpinan fraksi enggak terkait kepengurusan masalah-masalah anggaran, dan ketua fraksi dalam memutuskan proyek itu enggak bisa sendiri," sambung dia. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaMenurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaPidato Anas nantinya bukan sebagai deklarasi perang terhadap Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Katanya, Anas bukan orang yang pendendam.
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaAnas belum memutuskan arah dukungan pada Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaAnas Urbaningrum sudah bebas murni setelah menjalani hukuman atas kasus korupsi. Ia pun berencana kembali aktif di dunia politik.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaHamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.
Baca Selengkapnya