Setnov, praperadilan & surat permintaan penundaan pemeriksaan ke KPK
Merdeka.com - Sosok Setya Novanto terus menuai perhatian publik. Ketua Umum Partai Golkar itu menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah.
Senin (11/9) lalu, Setnov sedianya diperiksa KPK sebagai tersangka. Namun Ketua DPR itu tak memenuhi panggilan KPK karena alasan sakit dan dirawat di RS Siloam, Jakarta. Kabar ketidakhadiran itu didapatkan dari Sekjen Partai Golkar Idrus Marham yang datang ke KPK buat mengantarkan surat sakit Setnov.
Idrus mengatakan, Setnov tidak bisa hadir karena sedang sakit dan perlu perawatan di Rumah Sakit Siloam. Beberapa hari kemudian, terungkap pihak kesetjenan DPR mengirim surat ke KPK yang berisi permintaan penundaan pemeriksaan terhadap Setya Novanto hingga proses praperadilan selesai.
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Siapa yang ditetapkan tersangka dalam korupsi Bansos Jokowi? Pada kasus ini, satu orang telah ditetapkan menjadi tersangka yakni Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020, Ivo Wongkaren, alias IW.
-
Siapa tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
Surat tersebut ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Kepala Biro Kesetjenan DPR Hani Tahapsari mengatakan Setnov meminta pimpinan DPR agar melayangkan surat tersebut ke KPK. Fadli Zon saat dikonfirmasi mengamini adanya surat tersebut.
Fadli menjelaskan permintaan tersebut adalah aspirasi dari masyarakat dan pihaknya hanya meneruskan. Kemudian, kata dia, surat tersebut sudah diketahui oleh pimpinan yang lain di DPR.
"Mungkin aspirasi saja. Surat aspirasi. Ya meneruskan aspirasi saja. Jadi permintaan Pak Setya Novanto," kata Fadli Zon di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (14/9).
Surat tersebut sontak menuai polemik. Bahkan, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menilai, tindakan tersebut sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum di KPK. Seharusnya pimpinan DPR menghormati keputusan hukum KPK.
"Pimpinan DPR harus menghormati proses ini. Bahwa surat itu ditandatangani Fadli Zon sama saja, mau Fadli Zon siapa saja, menurut saya itu di luar, melampaui kewenangan pimpinan DPR," kata Muzani.
Beberapa waktu lalu, Setnov memang telah mengajukan praperadilan atas status tersangka yang disematkan KPK kepadanya. Sidang praperadilan diagendakan digelar pada Selasa (12/9) lalu. Namun atas permintaan KPK, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan permohonan penundaan sidang praperadilan sepekan ke depan.
Awalnya, pihak KPK meminta penundaan dilakukan selama tiga pekan untuk melengkapi surat-surat administratif. Namun akhirnya diputuskan hakim penundaan dilakukan sepekan ke depan.
Sebelumnya, Koordinator Gerakan Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mencium ada konspirasi politik dan ekonomi di balik pengajuan praperadilan yang dilakukan Setnov itu.
"Saya menengarai ada aroma jalannya skenario konspirasi politik dan ekonomi di balik praperadilan ini," kata Doli melalui keterangannya, Jumat (8/9) lalu.
Di aspek politik, Doli menduga praperadilan ini berkaitan dengan pembentukan Pansus Angket KPK di DPR. Pansus dijadikan sebagai alat untuk mengamankan kasus e-KTP dan kasus hukum Setnov.
"Pertama, terbentuknya Pansus Hak Angket terhadap KPK dan ke sini-sini kan semakin nyata, didirikan Pansus itu untuk apa? Mengaburkan korupsi e-KTP. Yang kedua itu mau membubarkan KPK," jelasnya.
Peristiwa kedua, yakni dugaan pertemuan antara Setnov dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dalam sidang doktor Adies Kadir di Surabaya. Menurutnya, pertemuan itu terjadi jual beli kepentingan dan pengaruh.
"Sebagai Ketua DPR dia masih bisa menggunakan pengaruhnya kepada setiap apa saja yang berhubungan dengan DPR. MA dan hakim itu hari ini ada kepentingan dengan DPR. Pertama, UU MA, kedua RUU Jabatan Hakim," tegasnya.
"Bagaimana tidak terjadi konflik of interest ketua DPR yang sudah tersangka, yang pasti berhubungan dengan hakim, dengan peradilan, sementara hakimnya punya kepentingan untuk menentukan nasibnya di DPR melalui UU," kata Doli.
Doli menilai indikasi barter Setnov-Hatta Ali cukup kuat. Salah satunya, menurut dia, disertasi Adies membahas RUU Jabatan Hakim dan usia pensiun hakim. "Ya, wajar saja ada kecurigaan seperti itu karena kini nasib hakim agung sedang bergantung kepada DPR," katanya.
Indikasi lain, menurut Doli, adalah kontroversi terpilihnya Hatta sebagai Ketua MA untuk periode kedua. Saat itu, Pemerintah melalui pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengusulkan agar usia pensiun hakim agung dimudakan dari 70 tahun ke 65 atau 67 tahun. Karena itulah, Doli memandang isu usia pensiun Hakim Agung sangat mungkin menjadi alat barter untuk memenangkan praperadilan.
Hatta Ali sendiri telah membantah isu pertemuan dengan Setnov tersebut. "Wah itu tidak pernah. Saya kan penguji di Surabaya. Makanya saya enggak nyangka, janganlah menyebarkan fitnah," kata Hatta Ali, di kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Rabu (23/8) lalu.
Menurutnya, setelah pengujian disertasi, para penguji langsung berpisah. Karenanya dia menyatakan tudingan tersebut tidak benar.
"Ya tidak benar, kan banyak saksi. Kebetulan hadir juga dari KY," katanya.
Sorotan kini mengarah kepada hakim praperadilan kasus Setnov, Cepi Iskandar. Pria berusia 58 tahun itu sebelumnya sempat menangani praperadilan yang diajukan bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri terakait kasus ancaman terhadap jaksa. Dalam putusannya, Cepi menolak gugatan Hary Tanoe. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaHamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaAlex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaMenurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaMantan Menteri ESDM, Sudirman Said mengungkap pernah ditegur Presiden Jokowi karena melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Saya Kira Semua Akan Alami Tekanan
Baca Selengkapnya