Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sidang Gugatan UU Narkotika, Hakim MK Minta Pemohon Buktikan Ganja Bisa Buat Obat

Sidang Gugatan UU Narkotika, Hakim MK Minta Pemohon Buktikan Ganja Bisa Buat Obat Gedung Mahkamah Konstitusi. ©2018 Liputan6.com/Immanuel Antonius

Merdeka.com - Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Narkotika digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan di antaranya oleh tiga orang ibu yang anaknya menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.

Langkah mereka menggugat pasal tersebut dengan harapan anak mereka dapat menerima penanganan medis maksimal lewat penggunaan ganja yang masuk dalam narkotika golongan I.

Kuasa Hukum penggugat, Erasmus menyampaikan, ada enam pemohon dalam uji materi pasal narkotika tersebut. Mereka adalah tiga orang ibu sebagai pemohon I, II, dan III, kemudian Rumah Cemara, ICJR, juga LBH Masyarakat.

Gugatan tersebut berangkat dari upaya pengobatan seorang ibu terhadap anaknya yang menderita lumpuh otak. Setelah berbagai usaha, akhirnya si anak dibawa ke Australia dan menjalani terapi ganja.

"Ada perkembangan kesehatan yang signifikan dari anak pemohon I karena terapi ganja di Australia," tutur Erasmus dalam sidang virtual, Rabu (16/12/2020).

Hanya saja, lanjut Erasmus, penggunaan ganja tidak diperbolehkan di Indonesia. Sementara pengobatan harus terus dilakukan dan hasil positifnya sampai ke telinga dua ibu yang anaknya juga mengalami penyakit gangguan otak, juga epilepsi.

"Pemohon dua tidak bisa membawa anaknya ke Australia karena keterbatasan biaya," jelasnya.

Sama halnya dengan pemohon tiga, obat-obatan dari BPJS juga kini tidak bisa diberikan karena terbatasi usia si anak. Ketiga ibu itu hanya bisa bergantung pada pengobatan terapi ganja yang diklaim telah meningkatkan kesehatan salah satu anak penderita lumpuh otak.

"Alasan permohonan uji materi kita ada tiga," ujar Erasmus.

Tanggapan Hakim MK

Menanggapi uji materi pasal tersebut, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo, memberikan masukan kepada kuasa hukum dan pemohon dalam sidang yang digelar secara virtual itu.

"Pemohon I, II, III, kalau mendalilkan bukti, apa yang bisa memberikan keyakinan terhadap mahkamah bahwa ada relevansinya antara narkotika Golongan I dengan dampak pengobatan anak-anak. Itu juga yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan eksperimen atau empirik. Badan apa yang bisa menyakinkan mahkamah bahwa ini berkorelasi narkotika Golongan I ini dengan ini," tutur Suhartoyo dalam sidang, Rabu (16/12).

Dalam berkas gugatan, lanjutnya, pemohon hanya menguraikan pengalaman pasien setelah menerima pengobatan menggunakan ganja dan dinilai sangat membantu progres kesehatan. Hakim Suhartoyo berharap ada argumentasi yang lebih dalam sehingga pihaknya bisa mempertimbangkan untuk mengabulkan gugatan tersebut.

"Tetapi tarikan daripada norma itu kan pesannya kan jangan sampai ada ketergantungan. Nah, kekhawatiran norma yang tidak boleh ada ketergantungan itu yang merupakan satu kesatuan dengan norma yang khusus untuk ilmu pengetahuan, tidak boleh untuk terapi tapi yang kemudian satu kesatuan berdampak pada adanya ketergantungan," jelas dia.

Suhartoyo menyebut, hakim atau pun pemohon tidak memiliki kapasitas menentukan apakah penggunaan narkotika Golongan I dapat menanggalkan ketergantungan atau pun bisa murni pengobatan. Seyogyanya ada lembaga khusus yang berwenang atas hasil tersebut.

"Nah itu tolong diyakinkan mahkamah melalui bukti atau uraian penjelasan yang bisa meyakinkan kami, bahwa ini bukan pendapat subjektifikasi atau empirik para pemohon yang telah mencoba itu, sehingga berdampak bagus bagi anak-anaknya. Coba dipertimbangkan kembali bagaimana merepresentasikan itu dan meyakinkan mahkamah, bahwa ini bukan pendapat tapi betul-betul ada korelasi antara penggunaan narkotika Golongan I dengan penyakit ini. Ini untuk menegaskan legal standingnya. Tolong dielaborasi kembali," jelas Suhartoyo.

Reporter: Nanda Perdana PutraSumber: Liputan6.com

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
2 Desember 2020: Penghapusan Ganja dari Daftar Obat Terlarang Oleh WHO
2 Desember 2020: Penghapusan Ganja dari Daftar Obat Terlarang Oleh WHO

Ganja mengalami penurunan klasifikasi dari obat terlarang untuk lebih dimanfaatkan secara medis.

Baca Selengkapnya
Obat-obatan Terlarang di Masa Kini yang Dahulu Legal dan Biasa Digunakan sebagai Obat di Masa Lalu
Obat-obatan Terlarang di Masa Kini yang Dahulu Legal dan Biasa Digunakan sebagai Obat di Masa Lalu

Sejumlah obat yang pada saat ini dianggap terlarang, pada masa lalu sempat digunakan sebagai obat untuk mengatasi masalah kesehatan.

Baca Selengkapnya
Ditanya soal Ganja Medis, Ini Jawaban Anies
Ditanya soal Ganja Medis, Ini Jawaban Anies

Dalam salah satu sesi, Anies ditanya sikap politiknya soal Ganja Medis.

Baca Selengkapnya
Jokowi Tunggu Hasil Riset Kemenkes, BPOM dan BRIN untuk Putuskan Legalitas Kratom di Indonesia
Jokowi Tunggu Hasil Riset Kemenkes, BPOM dan BRIN untuk Putuskan Legalitas Kratom di Indonesia

Pemerintah berharap ke depannya ada aturan soal jual beli kratom di toko-toko, usai hasil riset BRIN dan Kemenkes keluar.

Baca Selengkapnya
Kejagung Setujui Restorative Justice Kasus Narkoba di Surakarta
Kejagung Setujui Restorative Justice Kasus Narkoba di Surakarta

Berdasarkan hasil asesmen terpadu tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika.

Baca Selengkapnya
Tunggu Kajian BNN, Kemendag Belum Terbitkan Surat Persetujuan Ekspor Kratom
Tunggu Kajian BNN, Kemendag Belum Terbitkan Surat Persetujuan Ekspor Kratom

Kratom dikelompokkan sebagai tanaman yang memiliki kandungan narkotika, layaknya ganja.

Baca Selengkapnya