Sidang Proyek Meikarta, Keterangan Saksi Akan Dikonfrontir
Merdeka.com - Sidang kasus Meikarta kembali digelar. Agenda sidang mengkonfrontasi pada saksi soal pertemuan antara anggota dewan dengan Pemprov Jabar terkait pengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Persidangan dilakukan dalam dua sesi. Pertama, jaksa akan mendengar kesaksian anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP Waras Wasisto; anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP Sulaeman, Asisten Billy Sindoro, Gentar Rahma Pradana dan ASN Pemkab Bekasi, Polmentra.
Selain mereka, hadir pula Sekretaris Jabar, Iwa Karniwa, James Riady dan Neneng Rahmi Nurlaili tersangka yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, dan Hendry Lincoln, Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga. Mereka nantinya akan dihadirkan dalam satu ruangan bersama saksi lain.
-
Siapa yang hadir di persidangan? Soraya Rasyid tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, terlihat mengenakan pakaian serba hitam. Perhatian media dan fotografer segera tertuju pada kehadirannya, yang memang sudah datang untuk mengikuti jalannya persidangan.
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Siapa yang bertemu di ruang sidang? Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menghadiri sidang Saka Tatal terkait kasus pembunuhan Vina di PN Cirebon. Di sana ia tak sengaja bertemu dengan Dedi Mulyadi yang juga turut mengawal kasus almarhum Vina.
-
Siapa saja yang bersaksi di sidang MK? Sebagai informasi, empat menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani, Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
-
Siapa yang akan PDIP ajukan sebagai saksi? PDIP tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang. Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengungkapkan, PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil Pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
-
Dimana debat kedua Pilkada DKI berlangsung? Janji itu disampaikan dalam debat kedua Pilkada DKI yang mengangkat tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial di Beach Club Internasional, Ancol, Minggu (27/10).
Di sesi pertama, jaksa dari KPK, I Wayan Riana menanyakan pertemuan antara Iwa, Waras, Henry dan Sulaeman. Dalam sidang terungkap bahwa sebelumnya Sulaeman menggelar pertemuan dengan Neneng Rahmi di rest area Km 39 Cipularang. Beberapa minggu kemudian mereka melakukan pertemuan dengan Iwa di Km 72.
Sulaeman mengatakan, Henry Lincoln menemuinya di kantornya dan meminta disambungkan dengan Waras Wasisto. Saat itu, tidak ada pembahasan mengenai permintaan bertemu dengan Iwa Karniwa.
"(Henry) Memohon ke saya untuk dipertemukan dengan Pak Waras. Saya enggak tahu itu membahas apa," katanya dalam sidang.
Dalam pertemuan pertama di KM 39, ia bertemu dengan Neneng Rahmi, Henry Lincoln dan Waras. Sementara Sulaeman mengaku menunggu di luar. "Tidak tahu beliau berbicara bertiga, tapi saya dengar minta dipertemukan dengan Iwa. Bahasnya tidak lama," jelasnya.
Dua minggu setelahnya, digelarlah pertemuan dengan Iwa yang dihadiri dirinya, Waras, Henry dan Neneng Rahmi.
Meski ikut dalam pertemuan, Sulaeman mengaku tidak mengerti pembahasan yang dilakukan. Hanya saja, setelah pertemuan Iwa mengatakan ada titipan untuk buat Banner. Saat itu, Iwa sedang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat dengan mengikuti penjaringan di DPD PDIP Jabar.
Majelis Hakim naik pitam saat keterangan Sulaeman tidak sesuai dengan BAP. Salah satunya adalah total aliran uang dari pengembang Meikarta. Dalam BAP disebutkan bahwa nilainya Rp 3 miliar.
"Saat itu ada kode 3. Itu nanti ada pemberian untuk pembuatan Banner. Saya ralat, soal komitmen 3 saya tidak tahu, ada tiga kali pemberian," ucapnya.
Sidang disetop sementara untuk istirahat. Agendanya akan dikonfrontasi antara Iwa, Henry dan Neneng Rahmi bersama Waras, Sulaeman.
Diberitakan sebelumnya, perizinan Proyek Meikarta yang disebut masuk ke pihak Pemprov Jabar tidak terlepas dari peran anggota DPRD Fraksi PDIP, Waras Wasisto. Ia meminta kepada pihak Pemkab Bekasi untuk menyediakan uang tersebut dengan membawa nama Sekda Jabar, Iwa Karniwa.
Hal itu diungkapkan oleh Henry Lincoln dalam sidang lanjutan kasus suap Meikartayang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LL. RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (21/1/2019).
Henry sendiri saat itu menjabat sebagai sekdis PUPR Pemkab Bekasi (sekarang menjabat Sekdisparbud Pora). Dalam sidang, ia hadir sebagai untuk terdakwa dari pengembang Meikarta Fitradjadja Purnama, Taryudi dan Henry Jasmen.
Ia menjelaskan bahwa perannya itu membantu rekannya di Pemkab Bekasi, yakni Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi dalam pengurusan izin Meikarta. Pasalnya, proses RDTR tidak kunjung ada progres. Sementara Neneg Rahmi diminta Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin untuk segera merampungkan RDTR tersebut.
Henry Lincoln yang mempunyai jaringan ke pihak Pemprov Jabar melalui Sulaiman (Anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP) dan Waras Wasisto (Anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP).
Akhirnya, Sulaiman, Waras Wasisto, Henry Lincoln dan Iwa Karniwa melakukan pertemuan di rest Area KM 72 Tol Purbaleunyi. Neneng Rahmi pun hadir, namun tidak mengikuti pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan itu, Henry menyebut tidak ada pembahasan mengenai permintaan uang Rp 1 Miliar untuk percepatan proses RDTR. Namun, Waras menyampaikan kepada Lincoln bahwa Iwa sedang mengikuti proses sebagai bakal calon Gubernur melalui PDIP.
"Pa waras menyampaikan beliau (Iwa Karniwa) ikut dalam bakal calon gubernur Jabar. Setelah pertemuan, Pak Waras minta (uang Rp 1 miliar)," katanya.
Setelah pertemuan itu, Lincoln dua kali bertemua dengan Iwa Karniwa di ruang kerjanya. Namun di dua pertemuan itu, Iwa tidak menanyakan uang yang diminta oleh Waras Wasisto.
"Pertemuan kedua di ruang kerja beliau (Iwa Karniwa). kalau tanggal dan waktu saya lupa, mungkin ada seminggu dua minggu setelah pertemuan di km 72, mungkin sekitar juli," terangnya.
Jaksa KPK dalam sidang menanyakan apa yang dibahas dalam peryemuan kedua dan ketiga. Henry menjawab bahwa Iwa meminta penjelasan tentang penyampaian draft Raperda RDTR yang substansinya akan dibahas di BKPRD.
"Pertemuan ketiga di januari 2018 di dilakukan di ruang kerja Iwa. Karena sampai dengan januari persetujuannya belum turun juga, jadi kami dengan bu neneng menanyakan sejauh mana bantuan yang sudah diberikan oleh Pak sekda provinsi terhadap persetujuan," ucapnya.
Sedangkan uang Rp 1 miliar yang dibahas pada pertemuan pertama diberikan melalui Sulaiman sebesar Rp 900 juta pada Desember 2017. Dari Sulaiman, uang diberikan kepada Waras Wasisto.
"Waktu itu sedang kebetulan kami ada basecamp di dekat Bahana (di Bekasi). Uang diserahkan oleh bu Neneng dan kemudian saya minta staf saya untuk menyerahkan ke Sulaiman di grand wisata, di Bekasi," pungkasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya