Siswa SMP di Pontianak Diancam Jika Ceritakan Pengeroyokan oleh Siswi SMA
Merdeka.com - ABZ (15) siswi SMP di Pontianak dikeroyok sejumlah siswi SMA. Pemicunya soal teman pria.
Peristiwa itu terjadi tanggal 29 Maret lalu di dua lokasi berbeda di Kota Pontianak. Korban dan sepupunya P dijemput ke rumahnya oleh salah satu pelaku dengan alasan ada hal penting ingin dibicarakan.
Di lokasi pemberhentian, teman-teman pelaku sudah menunggu. Di situlah ABZ mulai mengalami kekerasan. Dia ditampar, dipukul bahkan kabarnya kepalanya dibenturkan ke aspal. Kejadian serupa juga dilakukan di lokasi kedua. Selesai melampiaskan kemarahan, para pelaku meninggalkan ABZ dan sepupunya di lokasi.
-
Kenapa keluarga APD mencabut laporan polisi? 'Sehingga saya menghargai orang tua pelaku, sedangkan alasan kita untuk mencabut laporan polisi, karena tersulut emosi membuat laporan ke polisi melihat anak yang merintih kesakitan di rumah sakit,' jelasnya.
-
Kenapa TNI AD membantah klaim pelaku? Narasi dalam video yang diunggah pelaku dalam video bahwa pelaku memiliki hubungan kerabat dengan Mayjen TNI Rifky Nawawi adalah tidak benar,' kata Kristomei saat dihubungi, Minggu (28/4).
-
Bagaimana cara keluarga APD dan pelaku mencapai kesepakatan? 'Orangtua pelaku juga sudah membuat kesepakatan dengan kami ada poin yaitu membantu biayanya pengobatan anak sampai dirinya sembuh dan ada nominal yang sudah disepakati hanya saja tidak pantas saya sebutkan,' imbuhnya.
-
Kenapa Karutan KPK tidak melaporkan pungli ke atasannya? 'Justru yang dilakukan terperiksa sebagai Kepala Rutan dengan memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan ke atasannya tentang pungutan liar di Rutan KPK,' sambung dia.
-
Kenapa keluarga korban minta pelaku dipenjara? 'Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,'
-
Kenapa keluarga AFK melapor ke polisi? 'Kami harap kasus ini diproses karena ada dugaan kelalaian oleh petugas sunat,' ungkap kuasa hukum keluarga korban Fitriyadi, Rabu (29/11).
"Jadi pelakunya ada 12 orang, dua orang jadi provokator kisah awalnya, 3 orang pelaku utama yang memukul menganiaya, sisanya tim hore, ada juga jagain lokasi, ada yang nonton," kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhaya, kepada merdeka.com, Rabu (10/4).
Usai kejadian, korban pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, dia tidak langsung menceritakan kejadian yang dialami pada orangtuanya.
ABZ hanya mengeluh pada kakeknya sedang capek dan ingin diurut. Tapi saat bersamaan, tanpa sepengetahuan ABZ, sepupunya cerita pada kakak korban dan disampaikan pada orangtuanya.
"Adeknya enggak mau ngaku karena dalam ancaman kalau laporin akan lakukan lebih parah dari ini," kata Eka.
Barulah tanggal 4 April, orangtua dan korban membuat laporan ke Polsek Selatan Pontianak. Kemudian tanggal 5 April mendatangi kantor KPPAD.
Setelah mendapat laporan, kata Eka, pihaknya juga sempat mendatangi sekolah pelaku. Namun saat itu pihak sekolah meminta waktu karena anak-anak tersebut sedang mengikuti UNBK.
"Makanya kami fokus pada korban. Korban masih di RS," katanya.
Dari pendampingan awal, korban mengaku tidak kenal dengan 12 pelaku. Justru, sepupu korban berinisial P yang kenal pelaku. P jugalah yang terlibat masalah dengan D, salah satu pelaku.
KPPAD Mengaku Tak Sarankan Damai
KPPAD Kalimantan Barat mengaku sejak menerima laporan dari keluarga ABZ dan korban tidak pernah meminta agar kasus ini damai. Apalagi, katanya, kasus ini sudah dilimpahkan ke kepolisian.
"Untuk permasalahan isunya katanya kami damai. Kami tidak pernah sarankan damai. Dalam proses ini, sudah dilimpahkan ke Polresta Pontianak, jadi penegakan hukum ada di ranah sana. Kami tidak ada ranah di hukum, kami pengawasan dan pendampingan," jelasnya.
Dia menceritakan pada saat menerima laporan tanggal 5 April pukul 1 siang, ternyata di hari itu pihak keluarga mengaku ada proses mediasi di Polsek Pontianak Selatan. Sebelum melapor ke KPPUD, laporan sudah dimasukkan ke Polsek Pontianak Selatan pada tanggal 4 April.
"Kami terima pengaduan tanggal 5 April itu dari orangtua korban serta korban ke kantor kami. Pada hari itu juga ternyata ada mediasi yang dilakukan oleh Polsek Pontianak Selatan, karena kejadiannya di wilayah hukum itu," katanya.
KPAD mengirimkan dua orang mendampingi. Korban tidak ikut, tetap di kantor KPAD melakukan hypnoprana terapi.
"Jadi sebelum mereka ke sini ternyata sudah membuat laporan ke polisi, ke Polsek Selatan. Jadi laporan mereka jam 1, kita diberi tahu ada mediasi jam 2 di polsek. Mediasi itu bukan kami pengusulnya, ini dari pihak polsek, rupanya melihat pelaku dan korban sama-sama anak. Pihak polisi saat itu belum tahu kejadian sebenarnya kayak seperti apa," tutur dia.
"Sementara saya di kantor bersama korban. Korban didampingi neneknya, selesai, jam 5 korban kami antar pulang," katanya.
Eka mengklaim KPAD saat ini fokus pada penanganan korban. Sedangkan untuk kasusnya, menjadi ranah polisi.
"Kalau bicara anak ini pelaku juga anak, tapi kita gak bisa kita prioritaskan pelaku. Kita tetap utamakan korban dulu, nah gak bisa sama. Jak pelaku ada tapi kami utamakan korban dulu baru pelaku. Meskipun ini udah murni pidana tapi yang bisa putuskan ini semua adalah Polresta Pontianak Kota," katanya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Muara Enim mestinya memberikan skorsing
Baca SelengkapnyaDari informasi yang berhasil dihimpun, peristiwa perundungan itu terjadi pada awal Februari 2023 lalu.
Baca SelengkapnyaSaat ini, kepolisian sudah berkoordinasi ke Bapas, Dinas Sosial, juga Perlindungan Perempuan dan Anak dan ke psikolog untuk tahu latar belakang pelaku.
Baca SelengkapnyaKeluarga memilih melapor ke polisi setelah menilai pihak sekolah anggap sepele dengan permasalahan ini.
Baca SelengkapnyaOtto menegaskan tidak ada kasus perundungan, pelecehan seksual, ataupun pengeroyokan.
Baca SelengkapnyaKonfrontir tersebut dilakukan karena terdapat perbedaan keterangan dari para saksi.
Baca SelengkapnyaKelima tersangka pelaku perundungan itu merupakan anak-anak.
Baca SelengkapnyaSiswa SD yang menjadi korban perundungan ini berinsial NCS (10).
Baca SelengkapnyaKetika penamparan terjadi korban sedang bermain dengan temannya di dalam kelas.
Baca SelengkapnyaMendapat perlakuan kasar, korban menangis histeris
Baca SelengkapnyaKasus ini dipicu oleh persoalan pacar dan ucapan korban yang diduga kerap melontarkan fitnah.
Baca SelengkapnyaSelain mengaku anggota Basis, korban disebut sempat menantang kelompok lain di luar sekolah.
Baca Selengkapnya