Solusi Atasi Penyimpangan Seksual Napi di Tahanan
Merdeka.com - Unit Pelayanan Teknis (UPT) pemasyarakat menemukan gejala narapidana dan tahanan mengalami penyimpangan seksual. Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami mengatakan, munculnya perubahan orientasi seksual ditengarai karena pembatasan hak seksual dalam jangka waktu cukup lama.
"Ketika hukuman panjang kemudian bergaul hanya sejenis kemungkinan bisa terjadi (penyimpangan seksual)," kata Sri saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (9/7).
Sri mengatakan, solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan dengan mengoptimalkan konsep revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan.
-
Siapa yang terdampak hiperseksualitas? Menurut Dr. Sameer Malhotra, seorang pakar kesehatan mental dan ilmu perilaku, orang yang kecanduan seks dapat mengalami gelisah, mudah tersinggung, atau gejala putus zat jika mereka tidak dapat terlibat dalam perilaku adiktif ini.
-
Apa yang terjadi pada perwira tersebut di dalam tahanan? Dalam video, tampak sekumpulan pria berpakaian serba oranye, bertuliskan 'Narapidana Militer'. Sementara tentara yang menjadi tahanan baru, mengenakan seragam loreng dan dipajang di tengah lapangan. Pangkat yang melekat di pundaknya tidak ada artinya. Perwira itu digojlok oleh para tahanan senior. Perwira itu diperintah untuk menyebutkan nama dan pangkatnya.
-
LGBTQ adalah apa? LGBTQ adalah singkatan dari Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer. Ini merupakan komunitas yang merujuk pada jenis identitas seksual lain selain heteroseksual.
-
Kenapa hiperseksualitas jadi masalah? Kondisi ini tidak hanya menyebabkan penderitaan emosional, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan, hubungan, dan pekerjaan seseorang.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Mengapa pria itu dipenjara? Dalam persidangan di Thessaloniki, pria tersebut mengaku tidak bisa menjelaskan perilakunya yang membuatnya merasa sangat malu.
Contohnya, narapidana yang awalnya menghuni maximum security, ketika masa tahanan hampir habis dipindahkan ke Lapas medium security, dan terakhir Lapas minimum security. Tentu dengan assessment tepat.
Sebab, yang terjadi selama ini tidak demikian. Napi dan tahanan hanya ditempatkan di satu Lapas sampai masa penahanan berakhir.
"Pembinaan dengan menekankan perubahan perilaku memudahkan mereka berubah lebih baik," ujar dia.
"Pemindahan ke Lapas Minimum Security meminimalisir, bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya disorientasi seksual karena di Lapas Minimum Security sudah dipertemukan yang bersangkutan dengan istri atau suaminya dalam waktu tertentu," ujar.
Sri menyarankan, sebaik pengguna narkoba tidak kenai hukuman pidana. Saat ini, penghuni Lapas dan Rutan di Indonesia didominasi kasus Narkoba. Jumlahnya mencapai 128 ribu.
"50 Persen isi Lapas dan Rutan terkena kasus narkoba," ujar dia
Makanya, Sri menyarankan agar pengguna narkoba tidak dikenai pidana. Seperti yang tertuang di Undang-Undang Narkotika. "Kami sepakat dengan mandat undang-undang bahwa pengguna direhabilitasi," ujar dia.
"Dengan diberikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bisa mengurangi over capacity di Lapas dan Rutan, sekaligus juga meminimalisir kemungkinan-kemungkinan gejala penyimpangan seksual," tutup dia.
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas), Ade Kusmanto menilai perlu adanya pengkajian mengenai bilik asmara di lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Perlu dikaji dulu baik dari pandangan hukum, sosial, budaya, keamanan dan ketertiban," kata Ade.
Menurutnya, saat ini tidak ada aturan hukum yang mengatur mengenai pengadaan bilik asmara di lapas. "Tidak ada karena belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut," kata Ade.
Ade juga menerangkan bahwa perilaku seks menyimpang di kalangan napi tersebut diakibatkan oleh berlebihannya napi yang menghuni lapas-lapas di wilayah Jawa Barat. Bukan hanya perilaku lesbian gay transgender dan biseksual (LGBT) saja, kelebihan kapasitas napi, kata Ade, juga menyebabkan berbagai tindak pidana.
"Overcrowded lapas dan rutan menimbulkan pelbagai permasalahan baru seperti perkelahian massal mengakibatkan kerusuhan, peredaran narkoba, penularan penyakit menular, dan bahkan penyimpangan seksual," terangnya.
Saat ini, kata Ade, lapas di Jabar hanya mampu menampung napi sebanyak 15 ribu saja. Namun faktanya, jumlah napi di sana mencapai 23 ribu jiwa. "Over kapasitas kurang lebih 52 persen," ujarnya.
Bukan hanya dikarenakan kelebihan kapasitas, perilaku seks penyuka sesama jenis juga disebabkan oleh masa tahanan yang lama dari sebagian napi di sana.
"Munculnya permasalahan disorientasi seksual narapidana karena akibat hukuman yang lama, sementara kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi didalam lapas atau rutan," jelas Ade.
Namun begitu, Ade menyampaikan bahwa pihak Ditjen Pas telah berupaya menanggulangi hal itu dengan berbagai pembinaan. Mulai dari pembinaan yang bersifat rohani hingga ragawi, seperti pembinaan kesehatan.
"Telah mengantisipasi melalui pemberian pembinaan kepribadian, melalui pembinaan keagamaan, penyuluhan hukum dan penyuluhan kesehatan serta pembinaan kemandirian dengan pemberian keterampilan kepada narapidana," terang Ade.
Sebelumnya diberitakan, jumlah warga binaan yang melebihi kapasitas rutan serta lembaga pemasyarakatan menyebabkan penyimpangan orientasi seksual sejumlah napi dan tahanan. Penyimpangan ini disebabkan oleh kebutuhan biologisnya yang tak tersalurkan.
Data Kemenkum HAM Kanwil Jabar di wilayah Jawa Barat menyebutkan, terdapat 40 unit pelayanan teknis (UPT) pemasyarakatan yang terdiri dari 32 lapas dan rutan, satu LPKA, empat bapas dan tiga rupbasan.
Sementara, ada 23.861 orang yang saat ini mendekam di rutan dan lapas. Mereka terdiri dari 4.587 tahanan dan berstatus napi sebanyak 19.274 orang. Dari jumlah itu, yang terjerat kasus pidana umum sebanyak 11.775 orang, sedangkan untuk jenis pidana khusus 12.086 orang.
Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Liberti Sitinjak mengakui, daya tampung setiap sel sudah tidak ideal. Dampaknya ke orientasi seksual napi.
"Dampaknya munculnya homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti usai acara pembekalan terhadap petugas di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin (8/7/2019).
"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimana seseorang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kan kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada," lanjut dia.
Reporter: Yopi Makdori dan Adi Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bidang Propam Polda Sulsel telah menggelar sidang etik bagi Briptu S yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang tahanan wanita berinisial FMB.
Baca SelengkapnyaKompolnas juga meminta atasan polisi yang diduga lecehkan tahanan wanita disanksi etik.
Baca SelengkapnyaPelecehan seksual yang diduga dilakukan Briptu S terhadap tahanan wanita di Rutan Polda Sulsel bergulir ke ranah pidana setelah korban membuat laporan polisi.
Baca SelengkapnyaPara tahanan politik perempuan yang diduga terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditahan di Kamp Plantungan.
Baca SelengkapnyaYusril Ihza Mahendra mengatakan pihaknya sedang berusaha untuk mencari jalan keluar permasalahan kepadatan lembaga pemasyarakatan (lapas)
Baca SelengkapnyaKPK sebelumnya telah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku sebelum dipecat.
Baca SelengkapnyaBriptu S melakukan pelecehan di kamar mandi ruang tahanan. Korban sempat menolak, tetapi pelaku terus memaksa.
Baca SelengkapnyaBerdalih mengobati, tersangka pun meminta korban untuk melayani nafsu bejatnya.
Baca SelengkapnyaMasalah daya tampung lapas dan rutan tidak mudah diatasi.
Baca SelengkapnyaTahanan perempuan FMB yang menjadi korban pelecehan seksual Briptu S di Rutan Polda Sulsel mengadu ke LBH Makassar. Dia meminta pendampingan hukum.
Baca SelengkapnyaPropam Polda Sultra masih memeriksa personel Polresta Kendari berinisial Bripda AN di Kendari.
Baca SelengkapnyaBriptu S terduga pelaku pelecehan tahanan pernah mendapatkan sanksi disiplin karena tidak pernah bertugas dan masuk kantor.
Baca Selengkapnya