Solusi Tekan Impor, Ilmuwan di Jabar Garap Alat Deteksi Covid-19
Merdeka.com - Inovasi alat pendeteksi Covid-19 di Jawa Barat bisa mengurangi ketergantungan impor. Namun, masih ada sejumlah kendala yang dihadapi terutama berkaitan dengan kemampuan produksi massal.
Kelompok Ilmuwan dari Universitas Padjadjaran (Unpad), bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan Deteksi CePAD (deteksi cepat, praktis dan andal) atau rapid test 2.0 atau antigen detection kit Covid-19.
Kemudian Ganexpad yang merupakan alat untuk memisahkan RNA sampel, dan satu lagi Vit-PAD-iceless transport system (VTM) yang digunakan untuk menyimpan sampel pengganti ice box.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Siapa yang melakukan penelitian tentang penanganan Covid-19 oleh polisi? Disertasi yang berjudul 'Evaluasi Kebijakan Operasi Aman Nusa II dalam Penanganan Covid-19 oleh Polrestabes Bandung,' karya Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung, menyoroti peran kritis Polri dalam mengimplementasikan strategi efektif yang mengintegrasikan keamanan dan kesehatan publik.
-
Siapa yang mengembangkan alat deteksi kanker paru-paru ini? Mereka sedang mengembangkan sebuah alat diagnosis inovatif yang hanya memerlukan embusan napas untuk mendeteksi tanda-tanda kanker paru-paru.
-
Apa yang diciptakan oleh para peneliti? Mereka menggunakan model muskuloskeletal – yang dikendalikan oleh metode kontrol refleks yang mencerminkan sistem saraf manusia.
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Siapa yang terlibat dalam penemuan ini? Mengutip Indy100, Selasa (24/9), penemuan ini dimulai ketika para astronom mendeteksi radiasi sinar-X yang dipancarkan dari cakram akresi, yakni lingkaran plasma superpanas yang mengelilingi lubang hitam saat ia menyedot materi di sekitarnya.
Salah seorang inovator CePAD yang juga Sekretaris Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Unpad, dr. Muhamad Yusuf mengatakan, rapid tes 2.0 buatannya bisa mendeteksi antigen Covid-19. Sederhananya, dapat mendeteksi virus lebih cepat, karena tidak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terinfeksi virus.
"Alat (impor) yang selama ini digunakan itu mendeteksi antibodi, memang kelebihannya proses sampling lebih cepat. Tapi ketika ingin digunakan memprediksi gejala sakit, deteksi antibodi kemungkinan hasilnya akan non-reaktif. Karena biasanya antibodi belum terbentuk. Kami melengkapi dengan deteksi antigen," kata dia di Gedung Sate, kota Bandung, Kamis (25/6).
Di tempat yang sama, perwakilan dari inovator Vit-PAD dan Ganexpad, dr Hesti Lina menjelaskan bahwa VTM merupakan media untuk membawa spesimen sampel lendir hidung dan tenggorokan pasien yang telah melalui uji swab. Selanjutnya sampel tersebut dibawa menggunakan VTM ke laboratorium tersertifikasi untuk diuji lebih lanjut apakah positif atau negatif Corona.
Dari awal pandemi terjadi, alat ini selalu impor dengan harga yang mahal, padahal keberadaannya vital untuk keperluan tes massal. Ia mengklaim bahwa VTM yang dibuat oleh ilmuwan Unpad dan ITB ini memiliki kualitas baik dan bisa bertahan di suhu kamar.
"Sehingga aman dalam perjalanan dari pelosok hingga ke laboratorium pemeriksa, namanya Vit-PAD. Harganya jauh lebih murah dibandingkan VTM komersil. Vit-PAD relatif aman, karena virusnya dinaktivasi dulu, sehingga lebih aman dalam transportasi sampel," kata dia.
"Kami sempat uji coba sampel dari 10 sampel positif, dan dibandingkan dengan VTM komersil, hasilnya konsisten bisa tahan 15 hari di suhu kamar. Memudahkan transportasi. VTM komersil (impor) harus menggunakan icebox. Yang ini tidak perlu icebox lagi, sehingga ini bisa menjangkau daerah," ia melanjutkan.
Inovasi alat yang juga hasil kolaborasi Unpad dan ITB berikutnya adalah Ganexspad RNA Extraction kit. Ini adalah alat untuk mengekstraksi sampel dalam proses PCR.
Ia menjelaskan, alat tersebut saling berkaitan. Dalam praktiknya, setelah dilakukan rapid tes dengan hasil reaktif virus corona, maka pengetesan berlanjut dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction).
Petugas medis akan mengambil sampel apus dari saluran pernapasan. Misalnya, hidung dan tenggorokan untuk dianalisis DNA atau RNA (materi genetik virus) yang terdapat dalam virus.
"Dalam PCR, tahapannya adalah swab tes (tes usap), lalu alat swabnya masuk ke VTM itu yang kami buat Vit-Pad. lalu sampel swab ini dibawa ke lab untuk diekstraksi menggunakan kit ekstraksi Ganexpad, mengambil RNA dari virusnya. Selama ini, hampir semua (kebutuhan) impor," kata dia.
Tahap Validasi dan Kendala
Hesti menjelaskan bahwa semua alat inovasi tersebut dalam tahap validasi dengan rencana memproduksi 3.000 kit untuk didistribusikan ke lab maupun faskes di Jabar.
"Tapi yang menjadi hambatan, proses perizinan sedang paralel dilakukan, mungkin kita juga kerjasama dengan industri kita harapkan bisa terbuka. Sehingga kita bisa memproduksi lebih banyak dan cepat dan efisien untuk membantu kecepatan pemeriksaan covid di Jabar terutama," kata dia.
"Ganexspad RNA Extraction kit sampai saat ini kita sudah sampai pada formulanya sudah kita buat dan rencananya akan uji validasi dalam waktu dekat. Sama dengan Vit-PAD, yang menjadi kendala adalah kerjasama dengan industri yang harus dibuka," ia melanjutkan.
Sejauh ini, produksi masih dalam skala laboratorium. Kerjasama dengan industri masih sedang dibangun. Jika ada industri yang merapat, produksinya bisa lebih banyak lebih cepat. VTM dari luar negeri harganya di kisaran Rp70 -120 ribu per kit (bukan harga massal). Buatan lokal bisa ditekan dengan harga Rp40 ribu.
"Belum ada (industri) yang mau (memproduksi). Ini baru kan dipublikasikan. Ini belum ada kerjasama. Ada beberapa (perusahaan alat kesehatan) yang sedang pendekatan," ucap dia.
"Hasil validasi, uji lab hasilnya konsisten. Jumlahnya (sampel yang digunakan) masih sedikit. Kami perlu banyak (sampel), untuk menambah keyakinan (hasil validasi)," kata Hesti.
Muhamad Yusuf menambahkan, proses validasi sudah berjalan satu minggu bekerjasama dengan labkesda. Ia pun mengakui terkendala mencari sampel positif covid-19. Dari hasil yang sekarang dilakukan ada sekitar 30 sampel diujikan paralel.
"Jadi misalkan diambil dari hidung kanan kiri, kanan PCR, kiri alat Cepad ini, itu setara (hasilnya). Jadi PCR negatif, si Cepad negatif. itu membuktikan bahwa alat ini tidak terganggu dengan komponen lain. selama ini di lab kita lakukan dengan protein murni, sementara di sini ada komponen lain, ketika diteteskan tidak muncul false positif. kita sedang mencari sampel positifnya," katanya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.
Baca SelengkapnyaMetode PCR sebelumnya juga digunakan untuk mendeteksi virus corona.
Baca SelengkapnyaTemuan dan hasil inovasi sejumlah warga negara Indonesia ini mendapatkan pengakuan ilmiah di kancah internasional.
Baca SelengkapnyaJokowi Resmikan Indonesia Digital Test House Dengan Anggaran Hampir Rp1 Triliun
Baca SelengkapnyaPusat pengujian ini dibangun senilai hampir Rp 1 Triliun.
Baca SelengkapnyaPenyakit kanker paru-paru bisa dideteksi secara dini hanya melalui embusan napas.
Baca SelengkapnyaPemerintah Kabupaten Kutai Timur kini telah menyediakan alat Skrining HIV Mandiri (SHM).
Baca SelengkapnyaKombes Pol Yade Setiawan Sukses raih Doktor dan Pertahankan Disertasi Penanganan Covid 19.
Baca SelengkapnyaBeberapa waktu terakhir terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAlat ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14 persen.
Baca SelengkapnyaSepanjang 2023, Etana berhasil kembangkan produk bioteknologi dan vaksin.
Baca SelengkapnyaSejumlah patogen dikhawatirkan bisa menjadi ancaman bagi munculnya pandemi baru sehingga jadi perhatian bagi Kemenkes.
Baca Selengkapnya