Suku Anak Dalam tewas kelaparan, pemerintah cuma kasih sembako
Merdeka.com - Keadaan salah satu suku di Indonesia, Suku Anak Dalam, saat ini ternyata memprihatinkan. Suku bermukim Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi itu semakin terdesak lantaran kehilangan lahan mereka dan mengalami kelaparan.
Alhasil, karena kelaparan sebelas orang Suku Anak Dalam atau kerap disebut orang rimba wafat. Kenyataan itu membuat publik tersentak lantaran pemerintah setempat nampak abai terhadap hal itu.
Pemerintah Provinsi Jambi juga ternyata turut andil dalam bencana kelaparan dialami orang rimba. Sebab, lahan Suku Anak Dalam semakin berkurang lantaran pemprov menerbitkan izin Hutan Tanaman Industri bagi PT Wana Printis, PT Agro Nusa Alam Sejahtera, PT Jebus Maju, PT Tebo Multi Agro, PT Lestari Asri Jaya, PT Malaka Agro Perkara, dan PT Alam Lestari Makmur. Tanah mereka bersinggungan dengan milik Suku Anak Dalam, maka dari itu mereka tidak bisa berpindah tempat secara bebas seperti dulu. Padahal, ritme hidup orang rimba adalah Melangun (berpindah tempat) secara teratur bila bahan pangan menipis atau ada kematian anggota suku. Mereka semakin kesulitan mencari bahan pangan dari berburu dan meramu hasil hutan buat bertahan hidup.
-
Bagaimana Suku Bajo mencari nafkah? Profesi Mayoritas Suku Bajo berprofesi sebagai nelayan. Mereka menggunakan perahu tradisional untuk mencari ikan dengan cara yang diwariskan turun-temurun. Memancing dengan kail, menjaring, bahkan memanah jadi metode yang masih digunakan untuk mencari rezeki dari laut.
-
Di mana Suku Bajo banyak tinggal? Salah satu daerah di Indonesia yang banyak dihuni Suku Bajo adalah kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean.
-
Di mana Suku Akit tinggal? Mengutip situs kemdikbud.go.id, Suku Akit adalah salah satu sub-suku Melayu atau Proto Melayu yang sudah lama tinggal di Riau sebelum adanya suku lain.
-
Mengapa Suku Sekak harus pindah ke darat? Melansir dari beberapa sumber, kebijakan pemerintah yang melarang untuk tinggal di laut memaksa Suku Sekak untuk berpindah tempat ke daratan.
-
Mengapa beberapa warga pindah dari Kampung Sibimo? Namun kemudian beberapa warga pindah karena ingin mendapatkan akses yang lebih baik.
-
Di mana desa miskin itu berada? Salah satu desa miskin berada di Desa Cipelem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Hingga saat ini, jumlah Suku Anak Dalam mencapai 1.775 jiwa. Mereka dipimpin 13 tumenggung atau pemimpin kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 20 sampai 30 kepala keluarga.
Kematian karena kelaparan itu terjadi dalam tiga kelompok dipimpin Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal dan Tumenggung Nyenong. Kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari hingga Februari 2014 dengan enam kasus, yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.
Dalam beberapa bulan terakhir, orang rimba setidaknya sudah berpindah ke tujuh lokasi baru sebagian besar merupakan daerah pinggir desa dan juga perkebunan masyarakat. Tetapi karena bahan makanan pas-pasan, mereka banyak jatuh sakit. Sebagian mencoba berobat ke rumah sakit terdekat, seperti di Sarolangun, tapi orang rimba enggan dirawat dan akhirnya beberapa wafat. dan kemudian melangun lagi.
Tengganai orang rimba kelompok Terap, Mangku Balas, mengatakan banyaknya orang rimba jatuh sakit disebabkan kurang makanan. "Kami kekurangan pemakon (makanan). Kalau 'melangun' seperti ini kami tidak bisa berburu, tempatnya juga susah, makanya banyak yang sakit, kami takut," kata Mangku Balas seperti dilansir dari Antara, Rabu (18/3).
Pemerintah pusat didesak turun tangan mengatasi masalah ini. Utamanya mencari jalan keluar soal berkurangnya lahan orang rimba dan bencana kelaparan.
Namun, pemerintah Kementerian Sosial malah memberi solusi jangka pendek. Yakni memberikan bantuan sembilan bahan pokok dan duit tunai.
"Bantuan itu diberikan dalam bentuk sembako, karena kalau kita beri uang tunai mungkin bisa dibelikan rokok oleh mereka, jadi yang lebih tepat adalah dalam bentuk pemberian sembako," kata Kasubdit Kerja Sama Kelembagaan Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial Laude Taufik.
Koordinator Unit Kajian Suku-Suku Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, Kristiawan, mengatakan saat ini dibutuhkan peran serta semua pihak untuk membantu orang rimba keluar dari masalah dan bencana dialami.
"Untuk saat ini yang dibutuhkan bantuan langsung berupa beras dan sembako serta juga posko kesehatan yang dekat dengan lokasi mereka melangun," kata Kristiawan.
Baca juga:Sindiran Ahmad Dhani supaya Jokowi dan PDIP tak lupa sejarahTraktor diangkut lagi usai pidato, Jokowi bohongi petaniPetani, mahasiswa hingga guru mulai rongrong kewibawaan JokowiDi era Jokowi, muncul lagi wacana PNS pensiun hanya dikasih pesangonPotret turis asing asyik berjemur dan berselancar di Pantai Kuta
Sahabat Olla Ramlan, sosialita hijabers super mewah
Jangan lewatkan:Ketakutan Ical Golkar diambil alih, sampai gugat Agung cs tiga kaliAwas, 6 infeksi kulit ini mengintai halusnya kulit bayi!4 Cerita miris Mbah Harso dan Nenek Asyani gugat keadilan5 Pelatih yang terancam di pecat akhir musim iniFoto kemesraan palsu Ahok dan lawan politiknya
Wanita Paling 'Subur' Di Dunia, Telah Melahirkan 15 Bayi dan Kini Hamil Bayi Kembar! (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah keluarga yang memiliki dua bocah perempuan terpaksa harus tinggal di kampung mati tengah hutan dan setiap hari makan nasi pakai garam.
Baca SelengkapnyaKekeringan melanda dua distrik yakni Lambewi dan Agandugume.
Baca SelengkapnyaSehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan harian kecil kadang tak dapat sama sekali
Baca SelengkapnyaSeorang ibu-ibu warga di sana menyebutkan bahwa kampung ini sudah ada sejak zaman peperangan.
Baca SelengkapnyaCuaca ekstrem membuat Distrik Agandugume dan Distrik Lambewidi Kabupaten Puncak, Papua Tengah mengalami kekeringan. Bahkan dampak kekeringan 6 orang meninggal
Baca SelengkapnyaTidak ada lagi jalan setapak menuju desa. Semua tenggelam dalam rob.
Baca SelengkapnyaSebuah kampung terpencil tengah hutan dihuni para lansia. Bagaimana kehidupan mereka di sana?
Baca SelengkapnyaDitumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaSaat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaSaat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi
Baca SelengkapnyaPada masa pendudukan Jepang, masyarakat dipaksa memakan roti dan bubur sebagai pengganti nasi.
Baca SelengkapnyaWarga harus berjuang keras untuk mendapatkan air di tengah bencana kekeringan.
Baca Selengkapnya