Survei BNPT: Lima daerah ini memiliki potensi radikal cukup tinggi
Merdeka.com - Perkembangan radikalisme saat ini baik secara langsung maupun melalui jaringan media sosial kian sulit dibendung. Kondisi ISIS di Irak dan Suriah sudah mulai melemah, akan tetapi harus tetap diwaspadai.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus bersinergi untuk melakukan pencegahan terorisme secara terprogram dan berkesinambungan. Selain itu dilakukan juga survei nasional daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme di 32 provinsi di Indonesia tahun 2017.
Kepala BNPT Suhardi Alius mengatakan, survei nasional ini merupakan bagian upaya BNPT memberdayakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang ada di 32 provinsi. Survei juga untuk mengetahui kondisi riil masyarakat tentang potensi radikalisme di masing-masing daerah.
-
Dimana serangan siber diprediksi meningkat? Dalam beberapa tahun terakhir, serangan terhadap infrastruktur kritis telah meningkat, dengan penjahat siber yang menargetkan jaringan energi, infrastruktur kesehatan, dan bahkan sistem pemilihan umum.
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Kenapa kejahatan siber di Indonesia sangat berbahaya? Kejahatan siber dengan berbagai bentuk dan tingkat kompleksitasnya, menjadi ancaman serius bagi individu, perusahaan, dan bahkan negara secara keseluruhan.
-
Bagaimana cara mencegah terorisme di Indonesia? Di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban terorisme ini, Anda bisa membagikan cara mencegah radikalisme di media sosial. Hal ini penting dilakukan agar tindakan terorisme bisa diminimalisir atau dihilangkan.
-
Kapan serangan siber meningkat? Laporan dari Pusat Keamanan Siber Kanada ungkapkan bahwa serangan siber yang menargetkan pemilihan umum (pemilu) telah meningkat di seluruh dunia. Dilansir dari Jurist, Senin (11/12), laporan tersebut menyatakan bahwa proporsi pemilu yang menjadi sasaran serangan siber ini telah meningkat, dari 10 persen pada tahun 2015 menjadi 26 persen pada tahun 2022.
-
Kenapa terorisme jadi ancaman besar untuk Indonesia Emas 2045? Sebagai negara kepulauan dengan keberagaman budaya dan agama, Indonesia memiliki potensi besar menjadi negara maju dan sejahtera. Namun, ancaman manifes dan laten tidak bisa dielakkan, seperti bibit intoleransi dan radikalisme pada aksi terorisme.
"Ada lima daerah yang tidak kita duga sebelumnya ternyata potensi radikalnya cukup tinggi," ujar Suhardi dalam keterangannya, Selasa (28/11).
Lebih lanjut mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini menjelaskan, survei nasional ini juga untuk memotret secara lebih dekat tentang kemampuan masyarakat untuk menangkal perkembangan radikalisme agar tidak sampai berkembang di masyarakat.
"Secara khusus, survei nasional ini menguji beberapa variabel yang bisa dijadikan sebagai daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme, baik dalam dimensi pemahaman, sikap maupun tindakan. Variabel-variabel tersebut yaitu kepercayaan terhadap hukum, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan, keadilan, kebebasan, profil keagamaan dan kearifan lokal," jelasnya.
Lebih lanjut, mantan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan dari hasil survei yang melibatkan sebanyak 9.600 responden ini terlihat sudah cukup memprihatinkan. Apalagi angka yang perlu diwaspadai yaitu angka 58 dari rentang 0-100.
"Artinya memang paham itu dengan seiring kemajuan teknologi informasi digital yang luar biasa itu ternyata banyak sekali pengaruhnya. Dan itu banyak sekali variablenya. Oleh sebab itu dengan melihat data hasil survei kita butuh peran serta dari 34 Kementerian/Lembaga (K/L) terkait," tuturnya.
Menurut mantan Kadiv Humas Polri ini, yang paling mengemuka dari hasil temuan ini bertumpu kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag).
"Kita selesaikan dan diskusikan bersama-sama di forum ini, apa yang mesti kita perbuat, program apa dari Kemendikbud dan Kemenag yang akan kita mainkan khususnya di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Karena hasil survei menujukkan bahwa di tingkat itu yang mudah di-brainwash oleh kelompok radikal di media sosial," imbuhnya.
Untuk itu menurutnya, BNPT sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan keseluruhan K/L yang terlibat dalam masalah pencegahan paham radikal terorisme ini akan membuat tabel mengenai apa peranan dari K/L terkait.
"Contohnya apa sih peranan Kemendikbud dan apa peranan Kemenag. Nanti kita bisa secara bersama memberikan treatment yang benar, solusi yang terbaik kalau kita tidak mampu mengidentifikasi dari awal masalahnya. Jadi masing-masing daerah punya treatment yang pas dengan ini," katanya.
Salah satu anggota Kelompok Ahli BNPT bidang Agama Nazaruddin Umar mengaku cukup kaget dengan temuan dihasil survei tersebut. Dimana lima posisi teratas provinsi yang tidak diduga sebelumnya ternyata memiliki daya tangkal yang rendah dan memiliki potensi radikal yang begitu tinggi.
"Apalagi penelitian yang dilakukan oleh BNPT dan The Nusa Institute dengan mengambil 9.600 responden dari 32 provinsi ini menarik untuk dikaji, mengingat margin errornya hanya 0,7 persen dan tingkat kepekaanya mencapai angka 91,5 %. persen. Jadi ini sangat valid," ujar pria yang juga Imam Besar masjid Istiqlal ini.
Menurutnya, hasil survei ini menarik dikaji karena banyak sekali kejutan-kejutan dalam survei karena justru lima wilayah yang tidak pernah disangka sebelumnya justru menduduki posisi paling tinggi tingkat potensi radikal dan rendah daya tangkalnya di masyarakat.
"Pertama provinsi Bengkulu angkanya 58,58 %, disusul Gorontalo 58, 48 %, Sulawesi Selatan 58,42 %, Lampung 58,38% dan Kalimantan Utara 58,30 %. Malah justru Sulawesi Tengah yang ada Poso justru berada di papan bawah. Jadi ini pertanda bahwa Poso itu sebenarnya masyarakat umumnya tidak radikal, tapi pendatangnya yang akhirnya isu-isu dan fakto-faktor lain membuat Poso teridentifikasi radikal," kata Nazaruddin.
Dengan melihat hasil tersebut, menurutnya, angka di atas 50 % ini bisa dibilang sebagai warning buat bangsa Indonesia ini dan jangan menganggap masalah tersebut adalah hal sepele. "Kita tidak boleh 'meng-kucingkan harimau', dan kita tidak boleh 'meng-harimaukan kucing'. Data-data yang ditampilkan ini adalah sangat riil," tuturnya.
Lebih lanjut dirinya mencontohkan di Mesir yang selama ini orang melihat seperti tidak terjadi gejolak. Namun yang terjadi pada Jumat (24/11) lalu terjadi pengeboman di masjid yang memakan lebih dari 300 lebih korban meninggal.
"Tentunya kita tidak mau kecolongan. Apa yang dilakukan BNPT tentunya sesuai dengan data. Orang tentunya tidak percaya seperti Bengkulu, Gorontalo tidak populer dalam masalah radikalisme. Tapi data kami membuktikan lima besar daerah itu perlu dicermati," ucapnya.
Untuk itu, menurutnya, betapa pentingnya kita melakukan langkah-langkah untuk sekolah-sekolah tingkat SMP dan SMA yang mana dari hasil survei dua tingkat pendidikan itu sangat rentan disusupi paham radikal terorisme.
"Jadi makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin kurang tingkat radikalnya. Misalnya S1 18,4 %, S2 0,9 %, bahkan S3 hampir 0 %. Jadi tingkat SMP dan SMA ini perlu dicermati," tuturnya.
Mantan Wakil Menteri Agama ini mengatakan, sudah saatnya sekarang ini pendekatan dalam penanganan radikalisme terorisme jangan sporadis dan jangan juga parsial. Di mana sporadis itu hanya daerah tertentu yang aktif, tetapi daerah lainnya tidak dan parsial masing-masing mau melakukan sesuai bidangnya tanpa mau melakukan koordinasi.
"Kami tahu persis bagaimana Kepala BNPT ini sejak dulu menggalang kemitraan bersama-sama bahkan bukan hanya sesama pemerintah, tapi juga dengan ormas-ormas keagamaan, ormas-ormas sosial yang lain itu kita jalin kerjasamanya untuk meredam ini," ujarnya.
Apa yang dilakukan BNPT, menurutnya, telah banyak mendatangkan hasil jika dibandingkan dengan negara-negara lain. "Banyak sekali negara-negara lain yang datang ke Indonesia untuk belajar. Alhamdulillah, keberhasilan BNPT selama ini menjadi tempat belajarnya negara-negara yang besar untuk datang ke sini untuk belajar seperti apa yang BNPT lakukan," ujar mantan Dirjen Bimas Islam Kemenag ini mengakhiri.
Sementara itu Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI, Abdul Rahman Kadir dalam sambutannya menjelaskan bahwa dalam survei tersebut dimasing-masing provinsi diambil sebanyak 5 kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai komponen.
"Masing-masing kabupaten/kota ini diambil 5 kecamatan dan masing-masing kecamatan diambil 5 desa/kelurahan. Dan masing-masing desa/kelurahan diambil 12 responden. Adapun total jumlah responden sebanyak 9.600 orang," ujar Abdul.
Menurutnya, kegiatan ini dilaksanakan oleh BNPT kerjasama dengan FKPT, The Nusa Institute, Daulat Bangsa dan Kementerian Agama. Survei Nasional ini merupakan policy research yang mengahasilkan data secara kuantitatif, tentang peta potensi radikalisme di 32 provinsi.
"Dan itu mencakup mengenai dimensi pemahaman, sikap dan tindakan, peta daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme di 32 provinsi serta potret efektifitas program FKPT yang ada di 32 provinsi di Indonesia," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa survei ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga November 2017, yang mana survei ini bukanlah survei yang sederhana karena melibatkan berbagai level baik dari jenjang pemerintah yang terdiri dari ribuan orang dengan profil dan karakter yang berbeda-beda.
"Jadi kami melakukan survei ini untuk mengetahui bagaimana kondisi riil tingkat potensi radikalisme dan kemampuan-kemampuan apa yang sudah dimiliki masyarakat sebagai daya tangkal mereka terhadap pengaruh radikalisme," kata mantan Sekretaris Utama (Sestama) BNPT ini. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut aksi teror di Indonesia terus menurun sejak tahun 2018.
Baca SelengkapnyaMenjaga generasi muda dari radikalisasi memerlukan pendekatan komprehensif dan sinergi berbagai pihak. Termasuk keluarga, masyarakat, dan negara.
Baca SelengkapnyaKepala BNPT ungkap terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPergerakan kelompok itu dicurigai dimotori pihak lama yang sudah dilarang oleh Pemerintah
Baca SelengkapnyaHal tersebut disampaikan Rycko usai mengikuti peringatan tragedi kemanusiaan Bom Bali di Ground Zero atau Tugu Peringatan Bom Bali.
Baca SelengkapnyaDia menjelaskan, kasus penipuan, radikalisme dan terorisme dilakukan dengan pendekatan persuasif dan tidak hard selling.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaPenangkapan di beberapa tampat baru-baru ini semakin menguatkan rasa aman bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaIndonesia harus kuat dari berbagai upaya destabilisasi gencar dilakukan khususnya dari kelompok dan jaringan teror.
Baca SelengkapnyaPenangkapan teroris itu berjalan linier dengan menurunnya aksi terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSetiap individu selayaknya bisa menjadi sosok yang menyebarkan kebaikan dan menjaga harmonisasi.
Baca SelengkapnyaDewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengungkap potensi kerawanan konflik di daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Baca Selengkapnya