Survei Indikator: Mayoritas Publik Tidak Ingin UUD 1945 Diubah
Merdeka.com - Hasil Survei Indikator Politik menunjukkan bahwa mayoritas publik memilih agar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak boleh diubah. Alasannya, karena mampu memenuhi perkembangan kebutuhan bangsa selamanya.
"Kebanyakan publik 49,1 persen merasa UUD 1945 tidak boleh diubah sama sekali karena mampu memenuhi perkembangan kebutuhan bangsa selamanya," kata Direktur Eksekutif Survei Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi dalam acara Rilis Hasil Survei Indikator Politik dan Diskusi Publik Fraksi NasDem MPR RI, Rabu (13/10).
Sementara, 28,2 persen publik menjawab beberapa pasal UUD 1945 boleh diubah untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan zaman. Sedangkan, 13,8 persen menjawab seluruh pasal UUD 1945 boleh diubah jika tidak lagi mampu memenuhi perkembangan kebutuhan bangsa.
-
Mengapa Pasal 7 UUD 1945 diubah? Untuk menghindari praktik kekuasaan yang otoriter, korup, dan nepotis yang terjadi pada masa Orde Baru, yang memungkinkan seorang presiden menjabat tanpa batas periode.
-
Kapan amandemen pertama UUD 1945 terjadi? Setelah amandemen pertama pada tahun 1999, pasal 7 UUD 1945 ditambahkan dengan ketentuan bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
-
Kenapa pemilu 1955 ditunda? Pemilu tersebut sebenarnya direncanakan pada tahun 1946 setelah Indonesia merdeka, namun ditunda karena Belanda melancarkan agresi militer kedua.
-
Apa yang diatur dalam Pasal 7 UUD 1945? Pasal ini mengalami beberapa perubahan sejak pertama kali ditetapkan pada tahun 1945. Perubahan-perubahan ini mencerminkan dinamika politik dan aspirasi rakyat Indonesia dalam menentukan siapa yang berhak memimpin negara ini.
-
Apa yang diputuskan di Pemilu 1955? Hasil dari pemilu ini adalah terbentuknya Konstituante yang bertugas untuk menyusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
-
Apa yang dipilih dalam Pemilu 1955? Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama yang dilaksanakan di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945. Pelaksanaan Pemilu dilakukan pada tanggal 29 September 1955 dengan menggunakan sistem pemilihan proporsional.
Selain itu, Burhanuddin memaparkan perbandingan antara elite dan publik mengenai waktu yang tepat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Pertanyaan yang diajukan ialah 'apakah sekarang sudah saatnya dilakukan kembali perubahan terhadap UUD 1945'?
Hasilnya, 28,1 persen elite menyatakan sudah saatnya UUD 1945 diubah. Sementara, publik menjawab 18,8 persen.
Berikutnya, ada 69 persen elite yang menjawab belum saatnya UUD 1945 diubah. Sedangkan, publik sebanyak 55 persen.
"Mayoritas 69 persen elite menilai belum saatnya dilakukan kembali perubahan terhadap UUD 1945. Di kalangan publik mayoritas juga belum saatnya, namun lebih rendah," kata Burhanuddin.
Penarikan sampel survei untuk responden publik menggunakan metode multistage random sampling dan jumlah sampel sebanyak 1.220 orang. Wawancara dilakukan pada tanggal 2 sampai 7 September 2021.
Survei ini dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.220 responden memiliki toleransi kesalahan atau margin of error +-2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.
Sedangkan, untuk survei elit ditujukan kepada pemuka opini nasional dan daerah sebanyak 313 orang dari 16 wilayah di Indonesia. Mereka terdiri dari akademisi, redaktur media, organisasi masyarakat, tokoh agama, budayawan, lembaga swadaya masyarakat dan pusat studi kebijakan.
Wawancara survei elit dilakukan secara tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat maupun via zoom pada tanggal 1 sampai 30 september 2021.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasil Survei Litbang Kompas menyatakan, sebanyak 63,7 persen responden menyetujui agar praktik politik dinasti dibatasi.
Baca SelengkapnyaSurvei dilakukan pada 4-11 Januari 2024 terhadap 1.220 responden. Survei dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka
Baca Selengkapnyasurvei dilakukan Indikator Politik Indonesia dalam rentang 25 Agustus – 3 September 2023, menempatkan 1.200 responden.
Baca SelengkapnyaSurvei Indikator: 68,6 Persen Publik Tak Setuju Pilpres 2024 Diulang Tanpa Prabowo-Gibran
Baca SelengkapnyaSebaliknya, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan. Jika semula 33,7 persen, kini menjadi 42,9 persen.
Baca SelengkapnyaData-data survei opini publik digunakan dengan populasi seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum.
Baca SelengkapnyaDenny menjelaskan mayoritas publik ingin presiden yang bekerja untuk kepentingan, kesejahteraan, dan keadilan publik, bukan partai.
Baca SelengkapnyaSalah satu surveinya terkait rencana PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca SelengkapnyaPopuli Center merilis hasil survei tentang respon publik terhadap isu politik dinasti.
Baca SelengkapnyaKepuasan publik pada sektor hukum paling rendah, dibandingkan dengan bidang politik keamanan, kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Baca SelengkapnyaDalam catatan Menteri Keuangan (Menkeu) posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024.
Baca SelengkapnyaPopulasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau s
Baca Selengkapnya