Survei Indikator: Rakyat dan KPU Dirugikan di Pilkada 2024
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menilai, penyelenggaraan Pilkada di tahun 2024 hanya akan merugikan rakyat dan penyelenggara pemilu.
Rakyat akan dirugikan karena terjadi penundaan Pilkada tahun 2022 dan 2023 tidak dilaksanakan. Ada banyak daerah yang kurang lebih dua tahun dipimpin pejabat sementara.
"Kalau ditanya siapa yang diuntungkan 2024, yang jelas yang paling dirugikan adalah rakyat. Karena pemilihan harus ditunda dua tahun dan kepala daerah ditunjuk tidak legitimate," jelas Burhanuddin dalam rilis survei Indikator secara daring, Senin (8/2).
-
Apa dampak skenario tunda pemilu? Implikasi dari penundaan ini adalah memunculkan ketidakpastian politik, potensi timbulnya konflik, serta meragukan legitimasi pemerintahan berikutnya.
-
Mengapa masa kerja PPK Pilkada 2024 relatif panjang? Masa kerja PPK Pilkada 2024 yang relatif panjang ini, mencakup berbagai tahapan penting dalam pelaksanaan Pilkada.
-
Kapan Pilkada 2024 akan dilaksanakan? Pelaksanaan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) 2024 akan dilaksanakan serentak pada tanggal 27 November 2024.
-
Kapan Pilkada 2024 dilaksanakan? Dengan begitu, Pilkada 2024 yang akan dilaksanakan pada bulan November, KPU membuka pendaftaran umum bagi siapa saja yang ingin melamar sebagai PPS.
KPU juga akan dirugikan dengan penyelenggaraan Pilkada di tahun yang sama dengan Pilpres dan Pileg. Dia pesimis KPU bisa melaksanakan Pemilu secara serentak Pilpres, Pileg dan Pilkada. Anggota KPU juga telah menyatakan akan sulit.
"Kalau desainnya masih seperti sekarang saya tidak yakin KPU bisa melaksanakan pemilu secara serentak di tahun yang sama untuk Pileg, Pilpres dan Pilkada," ujarnya.
Burhanuddin enggan menjawab jika yang akan diuntungkan dengan penyelenggaraan Pilkada di tahun 2024. Dia justru menyoroti kebijakan partai koalisi pemerintah yang bisa satu suara. Partai-partai koalisi pemerintah saat ini satu sikap menunda pembahasan RUU Pemilu. Padahal, sebelumnya partai seperti Golkar dan Nasdem mendorong pembahasan RUU Pemilu.
"Kondisi ini berbeda dengan zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Jadi banyak partai satu kebijakan. Pertanyaannya kenapa? Apakah disiplin zaman pak Jokowi jauh lebih kuat ketimbang pak SBY," terangnya.
Menurutnya, partai-partai koalisi pemerintahan saat ini memang saling menyukseskan Presiden Jokowi di periode kedua ini. Namun, mereka juga berkompetisi. Jokowi juga sudah tidak akan berlaga lagi di Pilpres 2024.
"Pada saat yang sama mereka juga kompetisi, dan jangan lupa pak Jokowi tidak maju lagi. Tapi partai-partai pendukungnya maju lagi dan mereka saling kompetisi satu sama lain," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, survei nasional Indikator Politik Indonesia menunjukkan masyarakat cenderung memilih Pilkada tidak digelar serentak dengan Pilpres dan Pileg di tahun 2024. Sebesar 63,2 persen responden survei nasional ini menghendaki Pilkada dipisah dengan Pilpres dan Pileg.
Sementara, yang mendukung Pilkada digelar serentak dengan Pileg dan Pilpres pada 2024 sebanyak 28,8 persen, dan tidak menjawab 7,9 persen.
"Yang menjawab pilihan kedua bahwa pemilihan gubernur, bupati dan walikota dilakukan berbeda waktunya dengan pemilihan presiden dan DPR itu mencapai 63,2 persen," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei secara daring, Senin (8/2).
Survei ini juga mencatat masyarakat menginginkan Pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar. Publik menolak penundaan Pilkada agar digelar serentak pada 2024.
Survei Indikator Politik Indonesia ini digelar pada 1-3 Februari 2021. Survei dilakukan melalui sambungan telepon dengan responden. Sebanyak 1200 responden dipilih secara acak. Margin of error survei kurang lebih sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
DPR RI bersama KPU, Bawaslu dan Pemerintah akan melakukan rapat dengar pendapat untuk mengantisipasi bila kotak kosong menang dalam Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaDPR tengah mencermati implikasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dengan rendahnya tingkat partisipasi politik warga dalam menggunakan hak suaranya.
Baca SelengkapnyaSalah satu penyebab rendahnya partisipasi karena kejenuhan masyarakat akibat jadwal pemilu yang terlalu berdekatan.
Baca SelengkapnyaSalah satunya, Bupati petahana dikabarkan tidak bisa kembali maju karena aturan masa jabatan.
Baca SelengkapnyaKetua KPU Hasyim Asy'ari menginginkan agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 lebih cepat dari jadwal.
Baca SelengkapnyaKPU RI membeberkan partisipasi masyarakat pada Pilkada 2024 hanya 68 persen.
Baca SelengkapnyaJokowi mempertanyakan urgensi dari wacana Pilkada dipercepat September.
Baca SelengkapnyaMasa jabatan Pj kepala daerah berakhir pada Desember 2024.
Baca SelengkapnyaMantan Anggota Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda membocorkan, pemerintah bersama Komisi II DPR RI baru saja menyetujui percepatan jadwal Pilkada.
Baca SelengkapnyaTiti menjelaskan Pasal 54 D ayat (1) UU Pilkada mengatur bahwa calon tunggal dinyatakan menang jika mendapatkan lebih dari 50 persen suara
Baca SelengkapnyaPasangan calon tunggal yang melawan kotak kosong harus memperoleh suara 50 persen untuk terpilih sebagai kepala daerah
Baca SelengkapnyaAda tujuh kepala daerah mengajukan gugatan, dan kini mereka akan menjabat hingga 2024.
Baca Selengkapnya