Survei Kemen PPPA: Anak Perempuan Rentan Depresi Selama Pandemi
Merdeka.com - Anak perempuan, kurang dari 18 tahun, lebih rentan mengalami depresi selama masa pandemi Covid-19 dibandingkan anak laki-laki. Ini berdasarkan temuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui survei Survei Ada Apa Dengan Covid-19 (AADC-19) jilid 2 tahun 2020.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan Pendidikan, Kemen PPPA, Rohika Kurniadi mengungkapkan, persentase anak perempuan dengan gejala depresi ini sebanyak 14 persen, sementara anak laki-laki sekitar 10 persen.
Gejala emosi yang sering dialami antara lain merasa tertekan 26 persen, mudah marah 38 persen, sering menangis 20 persen dan merasa sedih 42 persen. Sementara gejala kognitif yang paling banyak dirasakan yakni menyalahkan diri sendiri 42 persen dan tidak bisa berkonsentrasi dengan baik 31 persen.
-
Siapa yang berisiko tinggi terkena depresi? Jauh dari pandangan umum bahwa depresi hanya terkait dengan ketidakseimbangan kimia, penelitian ini menyoroti hubungan kuat antara gaya hidup sehat dan kesejahteraan mental.
-
Siapa yang bisa terdampak depresi? Gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja. Mulai dari orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak juga memiliki risiko yang cukup tinggi di masa kini.
-
Siapa yang berisiko tinggi mengalami depresi? Menurut National Cancer Institute, orang dengan kanker gastrointestinal, terutama perut atau pankreas, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi.
-
Siapa yang paling sering terkena depresi? Penyakit ini menimpa 6,9% orang dewasa di AS setiap tahunnya atau sekitar 16 juta orang.
-
Siapa yang bisa terkena depresi? Depresi bisa dialami oleh siapa saja.
-
Siapa yang lebih rentan mengalami depresi? Meskipun pria, wanita, dan orang dengan berbagai identitas gender dapat mengalami depresi, gejala depresi pada pria sering kali berbeda dan mungkin lebih sulit dikenali.
Seperti dilansir dari Antara, hasil survei yang bekerja sama dengan 150 Forum Anak di seluruh kabupaten di Indonesia dan 1.500 Forum Anak tingkat kecamatan itu juga menunjukkan anak merasa gagal 25 persen, merasa dirinya tidak berharga 11 persen dan pesimistis terhadap masa depan 9 persen.
Temuan ini tak jauh berbeda dengan hasil survei dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam lima bulan terakhir sejak pandemi Covid-19 yakni sejak April hingga Agustus tahun 2020.
Menurut survei yang dilakukan pada 4010 pengguna swaperiksa PSDKJI di 34 provinsi di Indonesia, depresi menjadi salah satu masalah psikologis terbanyak yakni 62 persen, selain cemas 65 persen dan trauma 75 persen pada kelompok usia 17-29 tahun dan bahkan serta lebih dari 60 tahun. Data menunjukkan, sebanyak 71 persen masalah ini dialami perempuan.
Lebih lanjut, pada kelompok usia itu sekitar satu dari lima orang memiliki pemikiran tentang lebih baik mati. Sebanyak 15 persen memikirkan hal ini setiap hari dan 20 persen beberapa hari dalam seminggu.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Survei pada 2023 menunjukkan kesehatan mental generasi Z lebih rentan atau rapuh dibandingkan dengan generasi milenial dan boomers.
Baca SelengkapnyaKemenPPPA mencatat korban kekerasan didominasi oleh anak perempuan
Baca SelengkapnyaAdiksi terhadap pornografi serta judi online juga patut diperhatikan.
Baca SelengkapnyaINFOGRAFIS: Data Mengejutkan Kasus Bunuh Diri Anak
Baca SelengkapnyaPesan Puan inipun relevan dengan momen Hari Anak Sedunia Tahun 2024 yang diperingati setiap tanggal 20 November.
Baca SelengkapnyaBanyak anak yang harus berpindah-pindah di masa kecil karena mengikuti tugas orangtua yang bisa berdampak pada kesehatan mental mereka saat dewasa.
Baca SelengkapnyaJarak rumah ke kantor yang jauh membuat seseorang rentan mengalami masalah fisik.
Baca SelengkapnyaAdapun metode skrining yang digunakan, melalui kuesioner Patient Health Questionnaire-9 atau PHQ-9.
Baca SelengkapnyaDepresi bisa menunjukkan tanda yang berbeda pada pria dan wanita.
Baca SelengkapnyaDalam kasus bunuh diri, gangguan kesehatan mental menjadi pemicu utama.
Baca Selengkapnyaide mengakhiri hidup bisa terdeteksi pada remaja, menurut hasil studi
Baca SelengkapnyaPeran keluarga sangat vital dalam menjaga kestabilan kondisi mental anak-anak.
Baca Selengkapnya