Survei KPAI: 39 Persen Orang Tua Tak Setuju PTM di Tengah Lonjakan Covid-19
Merdeka.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis hasil survei terhadap persepsi orang tua tentang Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di tengah lonjakan kasus Covid-19. Hasilnya, mayoritas orang tua setuju untuk PTM tetap digelar.
Rinciannya, responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah 61%, berbanding yang menolak kebijakan tersebut 39%.
Ini merupakan survei singkat atas inisiatif pribadi oleh Komisioner Retno Listyarti. Survei dilakukan selama kurun waktu 4 – 6 Februari 2022.
-
Kapan sebaiknya anak-anak berhenti belajar online? “Soal ideal ini perlu adanya riset yang lebih mendalam ya. Tetapi begini, belajar online itu kan berhadapan dengan layar kan ya, itu harus misalnya sekitar 15 menit sekali berhenti. Jadi jangan sampai anak-anak ini terlalu terekspose terhadap layar ya. Itu tidak baik,“
-
Siapa yang mendukung belajar anak? Anak-anak membutuhkan dukungan dari orang dewasa yang peduli dan penuh kasih, yang membentuk lingkungan dan pengalaman mereka.
-
Siapa yang harus dukung anak belajar? Perubahan ini memerlukan dukungan konsisten dari orang tua agar anak melihat belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat, bukan sebagai beban.
-
Apa yang dilakukan orangtua saat anak menolak sekolah? Dengarkan Keluhan Anak dengan Serius Penolakan untuk pergi ke sekolah bisa disebabkan oleh kecemasan, perbedaan belajar, masalah sosial dan emosional, atau bullying.
-
Apa yang ideal dalam durasi belajar online anak? “Soal ideal ini perlu adanya riset yang lebih mendalam ya. Tetapi begini, belajar online itu kan berhadapan dengan layar kan ya, itu harus misalnya sekitar 15 menit sekali berhenti. Jadi jangan sampai anak-anak ini terlalu terekspose terhadap layar ya. Itu tidak baik,“
-
Apa solusi yang ditawarkan Dinas Pendidikan Palembang? Ansori mengaku akan mempertimbangkan usulan pembagian siswa dari sekolah dengan pendaftar berlebih. Tujuannya untuk mengisi banyaknya bangku kosong di sekolah itu.
"Meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, namun Pemerintah tak boleh mengabaikan suara mereka," kata Retno dalam keterangannya, dikutip Selasa (8/2).
Dengan memakai aplikasi google drive, survei ini tercatat diikuti oleh 1.209 partisipan yang didominasi DKI Jakarta (74%), Jawa Barat (20%), Banten (4%) dan wilayah selain ketiga daerah tersebut. Ada juga yang berpartisipasi dari daerah lain, namun jumlahnya hanya 2%.
Kemudian, pekerjaan responden adalah Guru/Dosen (8%) dan selain guru/dosen (92%). Adapun jenjang pendidikan anak-anak responden yang terbanyak adalah jenjang SMA/SMK/MA/SLB mencapai 71%; kemudian SMP/MTs/SLB (15%) dan SD/MI/SLB (14%).
“Survei singkat ini untuk mengetahui pandangan orang tua terkait kebijakan PTM 100 Persen di wilayah PPKM level 1 dan 2. Juga usulan orangtua untuk perbaikan kebijakan PTM demi melindungi dan memenuhi hak-hak anak di masa pandemi, yaitu hak hidup, hak sehat dan hak atas pendidikan," katanya.
"Karena setiap kebijakan pendidikan, seharusnya mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, keselamatan anak di atas segalanya," tambah Retno.
Alasan Orang Tua
Retno menyebutkan alasan orang tua setuju anaknya mengikuti PTM 100 persen meski ada lonjakan kasus covid-19. Pertama; Anak-anak sudah jenuh PJJ dan malah sibuk dengan gadgetnya untuk memainkan game online ataupun social media (28%); kedua anak-anak sudah terlalu lama PJJ, sehingga mengalami penurunan karena ketidakefektifan proses pembelajaran (50%).
Ketiga, kalau anak-anak dan sekolah menerapkan prokes ketat, maka penularan covid-19 bisa diminimalkan (15%); keempat, orang tua yang bekerja sulit mendampingi anak untuk PJJ (3%); sementara jawaban lainnya (4%).
“Data tersebut menunjukkan bahwa alasan para orang tua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus covid sedang meningkat adalah mengkhawatirkan 'learning loss' pada anak-anak mereka," ujarnya.
"Karena mereka menilai PJJ kurang efektif sehingga anak-anak mereka menemui kesulitan memehami materi selama proses pembelajaran”, lanjutnya.
Sedangkan, alasan orang tua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen, yaitu; pertama, anak belum mendapatkan vaksin atau belum divaksinasi lengkap 2 dosis (2%).
Kedua, anak-anak sulit dikontrol perilakunya, terutama peserta didik TK dan SD (3%); ketiga, jika kapasitas PTM 100%, maka anak-anak selama pembelajaran sulit jaga jarak (21%); keempat, meningkatnya kasus covid, khususnya Omicron (72%); lalu, sisanya jawaban lainnya (2%).
“Mayoritas orang tua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100% memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus covid, terutama omicron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular,” ujar Retno.
Bagi responden yang menolak PTM, Retno menyarankan kelompok tersebut tetap difasilitasi agar anak mereka tetap bisa belajar melalui daring.
"Karena ketika kebijakan PTM 100 persen maka ijin orang tua tidak ada lagi. Padahal ada 39% orang tua khawatir anaknya mengikuti PTM dan berharap dapat memilih serta dilayani PJJ”, urai Retno.
Hasil Survei Diserahkan ke Pemerintah
KPAI juga menanyakan terkait pendapat mereka, apakah selama PTM 100% dilaksanakan sekolah anak pernah ditutup sementara karena adanya kasus positif covid19.
"Jawaban responden cukup mengejutkan, karena yang mengaku sudah pernah sekolahnya ditutup sebagai tindak lanjut adanya temuan kasus covid di sekolahnya (78%), dan yang belum pernah sekolah anaknya ditutup (22%)," bebernya.
“Walaupun sekolah anaknya pernah ditutup karena adanya kasus warga sekolah yang positif. Namun para orang tua tetap mengizinkan anaknya kembali bersekolah tatap muka setelah sekolahnya ditutup beberapa hari. Alasannya, mereka mempercayai sekolah dan pemerintah daerah sudah sesuai SKB 4 Menteri dan telah dilakukan 3T (Tracing, Testing dan Treatment),” lanjut Retno.
Retno menghimpun sejumlah masukan dan saran dari responden kepada pemerintah daerah seiring meningkatnya kasus covid saat ini, terutama Omicron. Pertama, Hentikan sementara PTM hingga 14 hari usai liburan Idul fitri (4%); kedua, hentikan sementara PTM sampai Maret 2022 (11%); ketiga, hentikan sementara PTM sampai tahun ajaran baru Juli 2022 (10%).
Keempat, kembali ke PTM dengan kapasitas 50% (24%); kelima, tetap PTM 100% asalkan patuh protokol kesehatan dan anak langsung pulang kerumah (47%), sedangkan jawaban lainnya (4%).
“Usulan para orang tua dalam survei ini tetaplah mendukung pelaksanaan PTM, hanya saja mereka ingin kapasitasnya dikurangi menjadi 50 persen saja. Mengingat sulitnya jaga jarak saat proses pembelajaran di dalam kelas dan dalam ruangan tertutup selama beberapa jam, ini berisiko tinggi penularan. Bahkan ada 25% orang tua yang ingin PTM dihentikan dahulu” ujar Retno.
Retno menambahkan, usulan PTM dihentikan dahulu mencapai angka yang cukup besar, yaitu 25% orang tua peserta didik, meskipun dihentikannya sampai kapan berbeda-beda. Ada orang tua yang mengusulkan hingga 14 hari libur Idulfitri (4%), sampai Maret 2022 (11%) dan sampai tahun ajaran baru (10%).
“Suara orang tua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sangat amat patut menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah," urainya
"Atas dasar konvensi Hak Anak, di masa pandemi Negara harus mengutamakan keselamatan anak diatas segalnya. Hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan di nomor 3, urutannya seharusnya demikian”, sambungnya.
Kebijakan PTM Saat PPKM Level 3 Jawa-Bali
Sebelumnya, Pemerintah kembali memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Jawa Bali selama satu pekan. Kebijakan berlaku mulai 8 hingga 14 Februari 2022.
Sejumlah aturan turunan turut disesuaikan dalam perubahan level PPKM, salah satunya metode pembelajaran.
Dalam Instruksi Mendagri Nomor 09 tahun 2022 yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 7 Februari 2022, metode pembelajaran untuk wilayah Jawa Bali dengan status PPKM 3 dilakukan dengan melalui pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dan/atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) sesuai SKB 4 menteri.
"Kebijakan diambil berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 05/KB/202l, Nomor 1347 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/ MENKES/ 6678/ 2021, Nomor 443-5847 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)," demikian Inmendagri seperti dikutip pada Selasa (8/2/2022).
Mengutip salah satu bunyi aturan SKB 4 menteri tersebut, disebutkan Satuan Pendidikan yang berada pada daerah khusus berdasarkan kondisi geografis sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 160/P/2021 tentang Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka secara penuh dengan kapasitas peserta didik 100 persen.
Kemudian, setiap satuan pendidikan pada daerah khusus sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA paling sedikit 50 persen pendidik dan tenaga kependidikannya telah divaksin Covid-19 pada akhir Januari 2022.
Selanjutnya, Pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama provinsi, kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mewajibkan seluruh satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi di wilayahnya untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas paling lambat semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2021/2022.
Terakhir, Orang tua/wali peserta didik dapat tetap memilih pembelajaran tatap muka terbatas atau pembelajaran jarak jauh bagi anaknya sampai semester gasal tahun ajaran 2021/2022 berakhir.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kadisdik mengatakan berdasarkan Surat Edaran Kemendikbud masih diutamakan menggelar pembelajaran tatap muka.
Baca SelengkapnyaPuluhan orang tua dan siswa baru SMKN 1 Tambun Utara, Kabupaten Bekasi menggelar aksi dengan cara mengunci pintu gerbang sekolah, Senin (22/7).
Baca SelengkapnyaMendikdasmen Abdul Mu'ti menyiapkan dua strategi guna menekan angka anak putus sekolah yang beberapa tahun ke belakang mengalami peningkatan.
Baca SelengkapnyaGuru dan murid sekolah di Palembang harus kembali menjalani pembelajaran jarak jauh gara-gara kabut asap karhutla yang tak kunjung teratasi.
Baca SelengkapnyaPemerintah Jokowi mempertimbangkan ulang keinginanya untuk menghapus sistem zonasi pada PPDB.
Baca SelengkapnyaEdutech perlu mendapatkan perhatian khusus guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMeski kerap di-bully oleh temannya karena tak mau bolos sekolah, pria ini ungkap alasannya.
Baca SelengkapnyaDiduga kekurangan siswa terjadi karena masih adanya paradigma sekolah favorit.
Baca SelengkapnyaPada saat anak menolak untuk kembali ke sekolah, ini sejumlah hal yang bisa dilakukan oleh orangtua.
Baca Selengkapnya