Survei Polmatrix: Perpanjangan PPKM Membuat Ketidakpuasan Terhadap Jokowi Naik
Merdeka.com - Pemerintah telah tiga kali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 dan 4. Sebelumnya pemerintah memutuskan penerapan PPKM Darurat sejak awal Juli 2021 seiring lonjakan kasus Covid-19 yang diakibatkan oleh varian delta.
Temuan survei Polmatrix Indonesia menunjukkan penerapan PPKM dan perpanjangannya berdampak pada tingginya ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi, yang mencapai 33,9 persen.
Sebaliknya, publik yang merasa puas terhadap Jokowi hanya sebanyak 59,4 persen, atau berada di bawah batas psikologis 60 persen. Sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 6,7 persen.
-
Apa saja penyakit kritis yang meningkat? Berdasarkan data Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kasus penyakit katastropik (jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, dan lainnya) di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 23,3 juta kasus di tahun 2022.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Bagaimana UMKM bisa bertahan di masa pandemi? Lewat jalur digital itu, IniTempe bertahan, bisa bertahan selama pandemi. Omzet bulanan Benny bahkan bisa mencapai puluhan juta dari dunia digital itu.
-
Di mana UMKM Bontang terdampak pandemi? Wabah Covid-19 pada awal tahun 2020 memberikan dampak besar terhadap sektor perkonomian Indonesia, termasuk pada UMKM Kota Bontang.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
“Dampak dari penerapan PPKM dan perpanjangannya membuat tingginya ketidakpuasan terhadap Jokowi,” ungkap Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto dalam press release di Jakarta, Jumat (13/8).
Menurut Dendik, pemerintah memang terpaksa harus memperketat pembatasan usaha-usaha ekomomi yang dikategorikan non-esensial dan kritikal. Naiknya kasus Covid-19 mengancam kolapsnya fasilitas kesehatan hingga angka kematian yang belum juga membaik.
Di sisi lain, PPKM yang terus diperpanjang membuat rakyat dilanda kesulitan. Ditambah dengan minimnya bantuan sosial, sehingga masyarakat bergerak sendiri saling membantu warga yang terdampak Covid-19 maupun harus menjalani isolasi mandiri.
“Pemerintah harus memastikan kapan PPKM akan diakhiri, agar ekonomi bisa segera bergerak kembali,” tandas Dendik. Tingginya ketidakpuasan tampak pula dari maraknya mural-mural di berbagai kota yang menyindir kebijakan pemerintah menangani Covid-19.
Rakyat mengharapkan peringatan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus nanti juga bisa menjadi momentum bagi bangsa ini untuk bangkit dari pandemi. “Publik sangat mengharapkan Indonesia bisa segera merdeka dari Covid-19,” pungkas Dendik.
Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 25 Juli-5 Agustus 2021 kepada 2.000 responden mewakili 34 provinsi. Survei dilakukan melalui telepon terhadap responden survei sejak 2019 yang dipilih acak. Margin of error survei sebesar ±2,2 persen, tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei Charta: Terdapat Kecenderungan Penurunan Tingkat Kepuasan Kinerja Pemerintah
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya mengatakan banyak dari masyarakat yang puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Maruf. Melansir dari Antara, hal ini berdasarkan survei yang dilakukan di periode Juli 2021.
Lebih lanjut, Yunarto memaparkan ada sebanyak 62,4 persen masyarakat Indonesia menyatakan puas. Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang dilakukan pada 12-20 Juli 2021.
Diungkapkan sebanyak 1.200 sampel responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Survei ini juga menggunakan metode penarikan sampel acak bertingkat (sampling multistage random sampling). Dengan margin of error kurang lebih 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Yunarto menambahkan, tingkat kepuasan tertinggi bisa dilihat di beberapa wilayah. Mulai dari Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Meski beberapa periode mengalami penurunan, namun tingkat kepuasaan cenderung stabil. Apalagi jika dibandingkan dengan beberapa survei yang telah dilakukan sejak Februari 2020 lalu.
Meski masyarakat lebih banyak merasa puas, namun angka tidak puas juga mengalami peningkatan. Charta merilis, responden yang merasa puas terhadap kinerja pemerintah berada pada angka 62,4 persen.
Sementara tingkat ketidakpuasan berada pada angka 34,1 persen. Angka 34,1 persen itu naik sekitar 12,9 persen dari survei Maret 2021.
"Meskipun masih berada di atas 60%, terdapat kecenderungan penurunan tingkat kepuasan kinerja pemerintah dibandingkan dengan survei periode sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya ketika rilis survei secara daring, Kamis (12/8).
Naiknya tingkat ketidakpuasan publik itu dipengaruhi beberapa indikator. Salah satunya penegakan hukum. Charta menemukan tren penilaian buruk terhadap penegakan hukum di Indonesia berada di angka 47,3 persen. Naik sekitar 17,4 persen dibandingkan survei bulan Maret 2021. Sementara yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 3,3 persen.
Sementara, publik yang memberi penilaian positif terhadap penegakan hukum berada di angka 49,5. Turun 6,9 persen dari 56,4 persen pada Maret 2021.
"Dilihat dari tren, penilaian buruk mengenai kondisi penegakan hukum mengalami kenaikan yang cukup tajam dibandingkan dengan survei-survei sebelumnya," kata Yunarto.
Charta juga menyoroti pemberantasan korupsi di Indonesia. Responden diminta pertanyaan 'Menurut pendapat Bapak/Ibu/Saudara, bagaimana pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini, apakah sangat baik, baik, buruk, atau sangat buruk?'
Hasilnya, 53.0 persen menyatakan buruk dan sangat buruk. Berbanding yang menyatakan baik 44,0 persen.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Informasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaMenurut survei ini, mayoritas warga cukup puas atas kinerja Jokowi sebagai Presiden sebesar 76.2%.
Baca SelengkapnyaPKB paham pemerintah butuh penguatan APBN, namun situasi ekonomi sekarang belum tepat.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaIsu yang beredar, mulai dari pembatalan kenaikan UKT yang tinggi, hingga masalah yang menyeret Kejaksaan Agung dan Polri
Baca SelengkapnyaKebijakan pemerintah membuat daya beli masyarakat semakin amburadul.
Baca SelengkapnyaSelama ini rokok menjadi komoditas penyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar.
Baca SelengkapnyaJokowi minta semua menteri mencari tahu penyebab PMI Indonesia terkontraksi setelah 34 bulan berturut-turut mengalami trens ekspansi.
Baca SelengkapnyaMemanasnya kondisi politik di Indonesia dinilai akan menyebabkan ketidakpastian ekonomi di tanah air.
Baca SelengkapnyaTarget dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPelemahan daya beli masyarakat kelas menengah karena kebijakan struktural pemerintah.
Baca SelengkapnyaAHY tidak menginginkan masyarakat tergantung pada bantuan jangka pendek.
Baca Selengkapnya