Tabloid Obor Rakyat tidak mempunyai pengaruh pada Pilpres 2014
Merdeka.com - Seberapa besar pengaruh Tabloid Obor Rakyat di Pilpres 9 Juli nanti? Masalah peredaran tabloid yang dinilai provokatif dan menjatuhkan salah satu kandidat Pilpres 2014 ini menjadi salah satu bahan diskusi bertema "Pilpres 2014 dan Pembiaran Anarkisme Media," di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (20/6).
Hadir di acara diskusi itu, sejumlah aktivis, mahasiswa dan praktisi media yang ada di Surabaya. Selain itu, diskusi oleh Elemen Masyarakat dan Relawan RI-1 itu, juga Lutfil Hakim dari praktisi media, Rosdiansyah (pengamat komunikasi politik), Petrus (aktivis Surabaya) dan Ismet Rama (LSM) sebagai narasumber.
Memulai diskusinya, Lutfil Hakim bertanya kepada peserta diskusi: "Apakah Anda pernah menerima Tabloid Obor Rakyat dan membacanya?," tanya dia yang kemudian di jawab: Belum pernah.
-
Siapa yang mempertanyakan data kerawanan Pemilu di Kaltim? Isran mempertanyakan data yang dikeluarkan oleh Bawaslu tersebut. Sebab dalam riwayatnya, Kaltim tak pernah mengalami kericuhan dalam penyelenggaraan Pemilu.
-
Siapa yang berpengaruh terhadap partisipasi pemilih? Partisipasi masyarakat dalam Pemilu juga dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap penyelenggara Pemilu dan kontestan.
-
Siapa yang menang Pilpres 2014? Hasil pilpres 2014 menunjukkan bahwa Joko Widodo dari PDIP memenangkan pemilu mengalahkan lawannya Prabowo Subianto.
-
Apa yang dituduhkan ke Prabowo terkait Pilpres 2014? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Apa itu Surat Suara Pemilu? Surat suara pemilu adalah selembar kertas atau dokumen yang digunakan oleh pemilih untuk memberikan suara mereka dalam pemilihan umum atau pemilu.
-
Apa yang dipilih rakyat pada Pemilu Proporsional Tertutup? Sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan di mana rakyat hanya memilih partai. Pada surat suara, tertera hanya nama partai politik dan pemilih memilih melalui tanda gambar atau lambang partai.
Bahkan, para peserta diskusi, yang mayoritas dari Surabaya itu juga mengaku, sama sekali belum pernah menerima dan membaca Tabloid Obor Rakyat.
Dalam diskusi itu, Lutfi juga mengaku sempat menghubungi Pemred Tabloid Obor Rakyat, Setiyardi untuk menanyakan masalah Obor Rakyat. "Dia (Setiyardi) mengaku mencetak 100 ribu eksemplar tiap edisinya. Anggap saja yang membaca itu 10 orang untuk satu tabloid. Artinya, jika dikalikan, ada 1 juta orang yang membaca tabloid itu," katanya mengkalkulasi.
Sementara itu, masih kata dia, Jumlah DPT Pilpres 2014 ada sekitar 192 juta jiwa. "Artinya lagi, yang membaca Obor Rakyat tidak sampai 0,5 persen pemilih," tegas Lutfil menganalisa.
Sehingga menurutnya, tabloid yang dianggap sebagai kampanye hitam dan menyudutkan Joko Widodo atau Jokowi itu, belum diketahui seberapa besar pengaruhnya, karena pembacanya hanya sekian persen.
"Mengapa harus diributkan sampai besar? Ada apa ini? Statusnya media ini seperti apa? Apakah media resmi, media sosial atau memang bukan karya jurnalistik. Kalau dibenarkan sebagai tabloid resmi, pengelola dilindungi Undang-Undang Pers dan yang dirugikan bisa minta hak jawab," jelasnya.
Dan jika Dewan Pers, lanjut dia, sudah menyatakan Obor Rakyat bukan produk atau karya jurnalistik, berarti tidak dilindungi Undang-Undang apapun dan pengaruhnya sangat kecil. "Kalau Obor Rakyat dipolisikan, mengapa media-media resmi yang besar dan mainstream di Indonesia tidak dipolisikan?," kata dia kembali bertanya.
"Ini karena berdasarkan data dan survei sebuah lembaga, 81 persen masyarakat memperoleh informasi dari media resmi dan sisanya 19 persen melalui media sosial," tandas dia.
Masih dalam gelar diskusi, Rosdiansyah yang juga pengamat komunikasi politik ikut bersuara. Dalam diskusi itu, dia menyampaikan, kalau Tabloid Obor Rakyat dituding sebagai sarana black campaign dan dipolisikan, sebaiknya jejaring sosial seperti Facebook (FB), Twitter dan media resmi lain yang juga melakukan black campaign, juga harus dipolisikan.
"Ini supaya adil. Sadar atau tidak, saat ini masyarakat tengah bingung mencari kebenaran melalui media massa. Mana media yang benar-benar independensi dan netral dalam ajang Pilpres dan mana media yang menjadi corong politik tertentu. Setiap media punya kepentingan dari Capres tertentu, meskipun ada yang cover both side, inilah yang kemudian kita sebut sebagai anarkisme media massa," tegas dia.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
LSI Denny JA merilis survei terkait Pertarungan Capres di 2024.
Baca SelengkapnyaDebat capres ketiga tersebut mengusung tema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik.
Baca SelengkapnyaDebat diyakini tidak bakal banyak mengubah peta elektabilitas para calon presiden.
Baca SelengkapnyaHanggoro menilai, masyrakat tak dapat menilai secara objektif debat yang berlangsung.
Baca SelengkapnyaNamun, hal itu berbanding terbalik dengan suara PDI Perjuangan yang tinggi pada Pemilu 2024 ini
Baca SelengkapnyaBurhanuddin Muhtadi menilai efek bansos tidak signifikan pada Pilkada Jakarta
Baca SelengkapnyaPendukung Anies-Cak Imin yang menonton debat mencapai 48,9 persen, sementara Ganjar-Mahfud 48,4 persen. Pendukung Prabowo-Gibran yang menonton debat 39,1.
Baca SelengkapnyaElektabilitas pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD berada di posisi terbawah yakni 15,3 persen.
Baca SelengkapnyaAlasan paling banyak adalah karena masyarakat mengaku tidak punya waktu menonton.
Baca SelengkapnyaPergerakan akar rumput Ganjar-Mahfud nyaris tidak ada
Baca Selengkapnyasurvei dilakukan Indikator Politik Indonesia dalam rentang 25 Agustus – 3 September 2023, menempatkan 1.200 responden.
Baca SelengkapnyaJatim menjadi medan pertempuran para capres di Pemilu 2024
Baca Selengkapnya