Tak lelah mendesak dibentuknya TGPF kasus Novel Baswedan
Merdeka.com - Kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan belum juga terungkap. Pada Senin (30/10) kemarin, tepat 200 hari Novel Baswedan disiram oleh air keras di dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Tak heran, banyak yang pesimis kasus ini tak akan terungkap karena telah memakan waktu yang lama. Sebab itu, cara yang dianggap dapat mengungkap yaitu dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang atas persetujuan dari Presiden Jokowi. Ini dinilai perlu mengingat kepolisian yang sepertinya tak serius dalam melakukan pengusutan kasus yang terjadi pada 11 April lalu tersebut.
Desakan pembentukan kini datang dari sejumlah mantan pimpinan KPK. Mereka datang bersama dengan sejumlah aktivis antikorupsi, perwakilan dari latar belakang untuk mendesak pembentukan TGPF ke pimpinan KPK. Tujuannya, agar pimpinan KPK dapat mengusulkan pembentukan ke Presiden.
-
Apa kasus yang sedang dihadapi KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Kenapa ketua KPPS dibacok? Pemicunya karena saat pencoblosan siang harinya pelaku kesal istrinya yang hamil meminta didahulukan mencoblos tetapi tidak digubris korban. OS tetap menyuruh istri pelaku mencoblos sesuai antrean.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Siapa yang menggugat Dewas KPK? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah mengantisipasi gugatan pimpinan KPK Nurul Guhfron di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menguji materi etiknya karena membantu mutasi ASN di Kementan dari pusat ke daerah.
Selain Abraham Samad dan Busyro Muqoddas, terlihat pula hadir Bambang Widjojanto dan M Jasin. Datang pula sejumlah tokoh di antaranya; dari pegiat antikorupsi, media, dan aktivis HAM yaitu Muchtar Pabotinggi, Dadang Trisasongko, Allisa Wahid, Najwa Shihab, Usman Hamid, Asfinawati (Ketua YLBHI), Haris Azhar, dan Algieffarie (Direktur LBH Jakarta).
"Kita sangat prihatin 200 hari rentang waktu yang cukup lama yang seharusnya bisa digunakan aparat penegak hukum mengungkap kasus ini. Kita khawatir jika tidak terungkap tidak menutup kemungkinan kasus kasus seperti ini akan terulang," kata mantan Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (31/10).
Menurut Samad, KPK memang terus coba dilemahkan. Salah satunya dengan serangan terhadap penyidiknya Novel Baswedan. Kedatangan dirinya dan yang lain sekaligus memberikan dukungan ke pimpinan KPK yang saat ini menjabat.
"Kesakitan itu kalau KPK dalam keadaan terus menerus diberondong, dihantam dari kiri, kanan depan, belakang maka seluruh pimpinan KPK berkewajiban untuk membantu KPK itu intinya," ujarnya.
Dalam kesempatan sama, mantan pimpinan KPK lainnya, Busyro Muqoddas mendesak agar di kepemimpinan Agus Rahardjo dan 4 pimpinan lainnya mengambil sikap tegas mengusulkan pembentukan TGPF ke presiden.
Busyro mengatakan tidak ada alasan untuk menunda usulan tersebut. Dia menilai pembentukan TGPF merupakan langkah konkret KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa penyiraman air keras kepada Novel mencoreng upaya pemberantasan korupsi di tanah air. Sejumlah tokoh yang hadir, termasuk Busyro pun menegaskan dukungan terhadap pimpinan KPK untuk segera menghadap presiden guna membentuk TGPF tidak beranjak dari Novel secara pribadi.
"Kasus ini bukan sembarang serangan pribadi kepada Novel tapi serangan kepada KPK, sistem pemberantasan korupsi," katanya.
Namun, desakan pembentukan TGPF tersebut dijawab tak tegas oleh Ketua KPK Agus Rahardjo. Meski menjabat sebagai ketua yang dapat mengambil keputusan, dia mengatakan pembentukan harus atas persetujuan bersama antara dirinya dengan empat wakil ketua KPK.
"Kita ini collective collegial. Hasil collective collegial kita juga tidak tahu. Mungkin nanti banyak pimpinan yang merubah sikap," ujar Agus.
Agus tidak menegaskan sikapnya atas usulan pembentukan TGPF terkait kasus Novel. Berulang kali, mantan ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) mengatakan pihaknya masih merundingkan terlebih dahulu perlu tidaknya TGPF.
"Saya kira nanti kita bahas lagi. Kita tunggu saja, saya tidak bisa mendahului pendapat dari pimpinan-pimpinan lain," ujarnya.
TGPF bisa terobos segala 'halangan'
Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo bersikukuh TPF kasus Novel Baswedan harus dibentuk. Dia beralasan pembentukan menjadi penting karena diduga kelompok non struktural di tubuh Polri yang menghambat pengungkapan kasus ini.
"Saya mau bilang ada organisasi informal mungkin di dalam kepolisian yang mengganggu kerja formal kepolisian untuk mengungkap pelaku kekerasan terhadap Novel," ujar Adnan.
Adnan meyakini pengungkapan kasus tidak maksimal lantaran tidak melibatkan masyarakat sipil. Belum lagi, dengan dugaan adanya pihak 'pengganggu' di tubuh lembaga penegak hukum yang semakin membuat pengungkapan kasus semakin susah terjadi.
"Kasus-kasus semacam ini memang sulit terungkap kalau menggunakan dengan cara-cara biasa kalau TGPF itu kan untuk menerobos segala macam halangan yang non struktural atau kekuatan informal yang ikut mengganggu kerja perkara ini. Kalau tidak dibentuk segera kita khawatir upaya untuk menghilangkan mengaburkan, menyembunyikan bukti yang seharusnya dimiliki penegak hukum itu lebih mudah dilakukan," ujarnya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah angkat suara terkait desakan pembentukan TGPF. Tito menyiratkan menolak dibentuknya TGPF tersebut. Dia beralasan apabila dibentuk, maka akan menjadi percuma. Sebab, kalangan sipil tak bisa lebih jauh dalam upaya pengungkapan. TPF, kata dia, hanya bertugas mencari 'fakta' bukan melakukan investigasi yang dapat dilakukan oleh penegak hukum.
"Kalau seandainya dibentuk tim gabungan independen misalnya kan sifatnya mencari fakta bukan melakukan investigasi, kalau mencari fakta, beda dengan investigasi," kata Tito.
Presiden Jokowi sendiri pernah pula angkat suara terkait desakan pembentukan TPF kasus Novel Baswedan. Dia mengatakan akan terlebih dahulu meminta masukan dari Kapolri sebelum memutuskan membentuk atau tidak. Setelah itu, lantas Kapolri menemui Presiden. Namun, usai pertemuan, Kapolri justru melontarkan belum waktunya TPF dibentuk. (mdk/rzk)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Novel menyoroti kasus Ghufron yang bersitegang dengan Dewas KPK sudah parah dan sepantasnya mendapatkan sanksi berat.
Baca SelengkapnyaNovel lantas menyindir Ketua KPK Firli Bahuri yang meresmikan sekaligus main badminton di Manado.
Baca SelengkapnyaPidato yang dimaksud yakni komitmen Ketua Umum Partai Gerindra terhadap pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritas utama pemerintahannya.
Baca SelengkapnyaNovel Bersama mantan penyidik KPK lain yang tergabung dalam IM57+ Institute semula Ingin mengikuti seleksi sebagai pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan terhadap GS telah berlangsung di gedung Merah Putih, KPK
Baca SelengkapnyaGugatan itu berdasarkan dari kondisi lembaga antirasuah yang saat ini tengah banyak gonjang-ganjing pelbagai kasus.
Baca SelengkapnyaKPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaPendaftaran capim KPK resmi ditutup. Sejumlah pendaftar bukan nama baru.
Baca SelengkapnyaNovel menyebut, Polri telah menyelamatkan KPK dari tangan Firli Bahuri.
Baca SelengkapnyaSelain pencegahan, menurut Novel, dalam menangani kasus korupsi juga dibutuhkan penindakan dalam bentuk OTT yang sudah mendarah daging di KPK.
Baca SelengkapnyaPensiunan Jenderal TNI Ini Jelaskan Aturan Peradilan Militer buntut kasus Kepala Basarnas
Baca SelengkapnyaNawawi meyakini KPK di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto dapat optimal menangani kasus Harun Masiku.
Baca Selengkapnya