Tak punya biaya persalinan, Legiah pontang panting cari pinjaman
Merdeka.com - Hidup serba kekurangan dan tinggal di gubuk yang reyot tidak membuat Legiah (35) dan Karim (41) pasutri asal Jembrana, Bali, menyetop kehamilan, dengan alasan tidak cukup biaya untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Bahkan saat anak keenamnya lahir pada 5 Desember 2016 lalu, ibu ini harus ke sana kemari memohon bantuan pinjaman untuk melunasi biaya persalinannya. Syukurnya saat itu ada warga yang memberikan pinjaman untuk menebus biaya persalinan ke rumah sakit sebesar Rp 4 juta.
"Waktu itu kami sudah bawa surat miskin dari kelurahan tapi tidak berlaku katanya. Tapi suami saya yang tahu dan simpan semua kwitansi rumah sakit. Kalau tidak ada uang untuk tebus bayi saya dititipkan dulu di rumah sakit," ujarnya Legiah.
-
Apa masalah yang dihadapi warga Kampung Lebak Jeunjing? Selain belum teraliri listrik dengan baik, permukiman Lebak Jeunjing di Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang ini juga memiliki rute jalan yang terjal dan sulit dilalui kendaraan roda dua maupun empat.
-
Bagaimana warga Desa Kedung Glatik mencari nafkah? Ia mengatakan, warga setempat menggantungkan perekonomian pada hasil hutan.
-
Siapa yang terdampak kekeringan di Lebak? 'Di Rancabaok ada 40 rumah yang kekeringan, karena sumur-sumur timba itu pada kering,' jelas Sumiati. Terjadi Setiap Musim Kemarau Ditambahkan Sumiati, bahwa tidak ada pilihan lain bagi warga selain mengambil dari sungai-sungai yang masih teraliri air. 'Nggak ada pilihan, mau ngebor juga mahal,' tambahnya.
-
Bagaimana keluarga Muhanah bertahan hidup? Untuk bertahan hidup, mereka hanya bisa mengandalkan hasil pertanian yang tidak seberapa. Itupun, lahan yang digarap merupakan milik orang lain.
-
Siapa yang membiayai persalinan Mpok Alpa? Raffi Ahmad Biayai Persalinan Mpok Alpa 'Insya Allah mau dibayarin A Raffi mulai pemeriksaan sampai persalinan. Anak kan kembar, biayanya juga dua kali lipat,' ujar Mpok Alpa di Kawasan Tendean, Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2024).
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Dirinya juga mengaku tidak bisa mengikuti program KB, karena kembali lagi soal dana. Namun, Legiah mengatakan, pasca melahirkan putra keenamnya dia akan ber KB karena tidak ingin menambah beban lagi.
Keluarga ini tinggal di gubuk pinggir hutan bakau Lingkungan Asri, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana. Dan kini Legiah harus merawat empat anaknya yang masih kecil-kecil dan seorang bayi.
Sementara dua anaknya sudah sejak kecil diasuh oleh kerabatnya. Suaminya hanya bekerja sebagai buruh dengan pendapatan tidak menentu. Di dalam gubuk tersebut mereka tidur berenam dalam kasur kapuk yang lembab.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bocah Papua harus rela tinggal berdua dengan adiknya selama berbulan-bulan karena orang tua mereka bekerja mencari kayu gaharu di tengah hutan.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita paruh baya pilih berjualan di tengah hutan dan gunung selama 24 jam sehari untuk penuhi kebutuhan keluarganya.
Baca SelengkapnyaDia nekat kabur dari rumah demi menghindari tagihan utang. Di tanah perantauan, sosoknya tinggal di gubuk sederhana.
Baca SelengkapnyaSeorang bayi bernama Aditya harus mengalami masalah kesehatan yang hampir merenggut nyawanya.
Baca SelengkapnyaSeorang pemulung asal Palembang harus hidup di jalan padahal memiliki keluarga yang kaya raya.
Baca SelengkapnyaSudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Baca SelengkapnyaKisah pilu nenek berusia 66 tahun hidupi dua cucu seorang diri.
Baca SelengkapnyaBiaya perawatan bayi kembar 4 itu mencapai Rp435 juta.
Baca SelengkapnyaKeluarga ini tinggal di sebuah gubuk di pinggir kali yang rawan banjir dan longsor, beratap terpal dan beralas kardus.
Baca SelengkapnyaSeorang ibu-ibu warga di sana menyebutkan bahwa kampung ini sudah ada sejak zaman peperangan.
Baca SelengkapnyaMirisnya, keduanya tinggal di rumah tua peninggalan sang bekas pejabat desa. Kini, kediaman itu pun nampak kian termakan usia.
Baca SelengkapnyaArif menceritakan bahwa dirinya orang tidak punya (miskin), tinggal di kilometer 68, Sukawijaya, Kabupaten Muaro Jambi.
Baca Selengkapnya