Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tarung ujung, pengingat kekejaman Belanda adu domba warga pribumi

Tarung ujung, pengingat kekejaman Belanda adu domba warga pribumi Seni Tarung Ujung. ©2017 merdeka.com/budi

Merdeka.com - Kesenian tarung ujung merupakan kesenian lokal Mojokerto, duel dua petarung memakai sebatang kayu rotan kecil. Keduanya berbalas pukul, dengan diawasi seorang kemlandang (wasit) supaya tidak curang. Kesenian tarung ujung yang dulunya gambaran pertengkaran antarwarga, kini dijadikan sarana mempererat tali silaturahmi masyarakat. Di antara yang masih melestarikan kesenian ini adalah warga Desa Begaga Limo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokero, Jatim.

Di pelataran pekarangan rumah berukuran 5 x 5 meter, dua petarung telah bersiap, di hadapan ratusan warga yang mengelilingi arena. Kemlandang berpakaian hitam ada Jawa, memberikan pengarahan aturan permainan, supaya tidak memukul bagian kepala dan kemaluan. Sementara seorang warga membantu kemlandang mengawasi permainan dan menjaga supaya kedua pemain tidak emosi dan bertengkar.

Setelah kemlandang memberikan aba-aba, tarung dimulai. Secara bergantian, pemain memukulkan sebatang rotan kecil berukuran satu meter ke tubuh lawan. Sang lawan berusaha menangkis pukulan menggunakan rotan yang sama, supaya tidak mengenai tubuhnya. Tak jarang tangkisan gagal membendung sabetan rotan hingga melukai kulit punggung atau perut pemain hingga bercucuran darah.

Alunan gending gamelan yang mengiringi kesenian tarung ujung, membuat para pemain tak merasakan sakit meski tubuhnya penuh luka. Bahkan para pemain sering kali saling ejek lewat mimik muka atau senyuman, yang membuat para penonton sontak tertawa.

"Kesenian tarung ujung ini merupakan peninggalan nenek moyang sejak zaman Majapahit. Tarung ujung juga sebagai pengingat kekejaman penjajahan zaman Belanda yang waktu itu mengadu domba warga pribumi, hingga masyarakat saling bertengkar bahkan berkelahi. Tapi sekarang ini, kesenian tarung ujung dijadikan sarana meningkatkan tali persaudaraan antar warga, dan tidak boleh ada dendam antar pemain usai tarung," kata Karnoko, kemlandang yang juga tokoh masyarakat Desa Begagan Limo, Kamis (11/5).

Menurut Karnoko, kesenian tarung ujung boleh diikuti siapa pun yang berani. Tidak hanya warga Desa setempat, tapi boleh warga dari manapun yang siap bertarung dan mau mengikuti aturan. Sebelum masuk arena, pemain dipilih yang imbang dan ditanya kesediaanya.

seni tarung ujung

"Tua, muda semuanya boleh ikut tarung ujung, asalkan berani, mau mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan kemlandang," terang Karnoko.

Para petarung ujung diberikan upah panitia sebagai ganti uang transportasi. Usai bermain, upah diberikan pada masing masing pemain.

"Setiap tarung, masing masing pemain diperbolehkan melakukan pukul masing masing lima kali, lalu kemlandang menghentikan permainan dan diganti pemain yang lainnya. Uang transpor yang diberikan setiap pukul Rp 5 ribu, satu pemain mendapat Rp 25 ribu. Kecuali tarung Bangilan, adu pukul tanpa telak, upahnya Rp 50 ribu setiap pemain," jelasnya.

Sang pemain pun mengaku senang mengikuti seni tarung ujung, lantaran ingin melestarikan kesenian Jawa. Meski tubuhnya penuh luka, namun tidak merasa sakit, dan tidak pernah dendam pada lawan tarung.

"Ini untuk melestarikan kesenian Jawa yang mulai hilang. Saya kena pukulan rotan beberapa kali, ini sampai luka dan berdarah, tidak sakit. setelah selesai yang sudah, tidak pernah ada dendam pada lawan saja," ucap Putut (46), petarung ujung sambil tertawa.

Sementara Agung, petarung ujung yang lain mengatakan, baru pertama kali ikut tarung ujung. Dia berharap kesenian ini harus tetap dilestarikan karena ini kesenian peninggalan nenek moyang, dan sekarang ini tidak banyak generasi muda yang mengetahui dan mau menjaganya.

"Baru kali ini saya ikut tarung, tadi lawan saya juga baru pertama ikut. Saya kena pukulan memar satu kali di punggung, tapi tidak sakit. kesenian ini harus tetap dijaga, supaya generasi muda tahu dan mau menjaga dan melestarikannya," kata Agung (26) warga Desa Begagan Limo. (mdk/cob)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Warga Lamongan Gambarkan Kejamnya Kerja Rodi Zaman Penjajah saat Karnaval Agustusan, Bikin Merinding
Warga Lamongan Gambarkan Kejamnya Kerja Rodi Zaman Penjajah saat Karnaval Agustusan, Bikin Merinding

Warga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.

Baca Selengkapnya
Warga Blitar Dulu Punya Tradisi Sadis Bunuh Harimau Ramai-ramai saat Idul Fitri, Ini Kisahnya
Warga Blitar Dulu Punya Tradisi Sadis Bunuh Harimau Ramai-ramai saat Idul Fitri, Ini Kisahnya

Tradisi membunuh harimau secara beramai-ramai dulu sangat dinantikan warga Blitar, kini tradisi itu sudah tidak ada lagi karena menuai pro kontra

Baca Selengkapnya
Mengenal Tradisi Surak Ibra, Digunakan Warga Garut untuk Menyindir Belanda
Mengenal Tradisi Surak Ibra, Digunakan Warga Garut untuk Menyindir Belanda

Kesenian ini biasanya dimainkan oleh puluhan orang untuk menyindir Belanda.

Baca Selengkapnya
4 Fakta Carok Madura, Pertama Kali Terjadi pada Masa Penjajahan Belanda Kini Sering Disalahpahami
4 Fakta Carok Madura, Pertama Kali Terjadi pada Masa Penjajahan Belanda Kini Sering Disalahpahami

Saat itu, carok jadi strategi penjajah mengadu domba pribumi dengan jagoan kaki tangan mereka.

Baca Selengkapnya
Uniknya Tradisi Wakare di Majalengka, Warga Satu Kampung Gotong Royong Angkat Rumah
Uniknya Tradisi Wakare di Majalengka, Warga Satu Kampung Gotong Royong Angkat Rumah

Warga secara kompak menggotong rumah ke kampung tetangga untuk mengingat kejamnya tentara Jepang di masa penjajahan

Baca Selengkapnya
Menguak Misteri Kampung Gantungan Sirah di Kebumen, Dulu Diduga Jadi Tempat Eksekusi Mati
Menguak Misteri Kampung Gantungan Sirah di Kebumen, Dulu Diduga Jadi Tempat Eksekusi Mati

Saat masa penjajahan Belanda, lokasi kampung itu digunakan sebagai tempat para tentara Belanda melakukan kekerasan terhadap warga pribumi.

Baca Selengkapnya
Melihat Sejarah Rampogan Macan, Tradisi Adu Harimau Lawan Manusia yang Populer di Tanah Jawa
Melihat Sejarah Rampogan Macan, Tradisi Adu Harimau Lawan Manusia yang Populer di Tanah Jawa

Sebuah pertunjukan antara Harimau Jawa dengan Manusia ini sangat populer di era kolonial Belanda. Suasananya pun terasa seperti menonton pertunjukan Gladiator.

Baca Selengkapnya
Mengenal Tradisi Ujungan di Lebak, Warga
Mengenal Tradisi Ujungan di Lebak, Warga "Saling Pukul" untuk Perkuat Persaudaraan

Walau saling pukul pakai rotan, namun warga di sini tidak saling dendam

Baca Selengkapnya
Dikenalkan pada Masa Pendudukan Jepang, Ini Sejarah Penggunaan Senjata Bambu Runcing oleh para Pejuang Indonesia
Dikenalkan pada Masa Pendudukan Jepang, Ini Sejarah Penggunaan Senjata Bambu Runcing oleh para Pejuang Indonesia

Bambu runcing adalah simbol perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah

Baca Selengkapnya
Prajurit Pangeran Diponegoro Iseng Ciptakan Tari dari Gerakan Perang, Kini Jadi Kesenian Legendaris
Prajurit Pangeran Diponegoro Iseng Ciptakan Tari dari Gerakan Perang, Kini Jadi Kesenian Legendaris

Dua prajurit Pangeran Diponegoro iseng ciptakan tari dari gerakan perang, ujung-ujungnya jadi terkenal.

Baca Selengkapnya
Tak Cuma Bambu Runcing, Ini 10 Senjata Mematikan Para Pejuang Indonesia Zaman Dulu Melawan Penjajah
Tak Cuma Bambu Runcing, Ini 10 Senjata Mematikan Para Pejuang Indonesia Zaman Dulu Melawan Penjajah

Senjata yang dipakai para pejuang pun beragam, jauh dari kata modern seperti bangsa barat.

Baca Selengkapnya
Cerita di Balik Taman Makam Pahlawan Dreded Bogor, Dulu Jadi Saksi Kejamnya Eksekusi Pasukan Belanda
Cerita di Balik Taman Makam Pahlawan Dreded Bogor, Dulu Jadi Saksi Kejamnya Eksekusi Pasukan Belanda

Penamaan "Dreded" konon berasal dari bunyi senapan Belanda yang ditembakan secara membabi buta.

Baca Selengkapnya