Teka-teki mundurnya 14 menteri Ekuin sebelum Soeharto lengser
Merdeka.com - Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 silam, tidak bisa lepas dari sejumlah peristiwa beberapa hari sebelumnya. Usai bertemu sepuluh tokoh masyarakat dan ulama yang diundang ke Istana Negara untuk dimintai pendapat, keputusan pun berhasil disepakati di mana Soeharto bersedia mengundurkan diri dengan jalan pemilu yang dipercepat tanpa keikutsertaannya.
Guna merealisasikan hal tersebut, maka direncanakan juga perombakan Kabinet Pembangunan ke-VII menjadi Kabinet Reformasi, sebagai pembuka jalan dalam persiapan pemilu yang dipercepat guna mencari pemimpin baru bagi Indonesia saat itu.
Namun, hanya berselang satu hari dari pertemuan Soeharto dengan para tokoh masyarakat dan ulama tersebut, kabar mengejutkan datang dari empat belas menteri Ekuin di Kabinet Pembangunan ke-VII, yang menyatakan untuk mengundurkan diri secara bersama-sama dari jabatan mereka.
-
Mengapa Soeharto akhirnya lengser? Setelah merasa kehilangan dukungan dari orang orang terdekatnya, Soeharto akhirnya bersedia mengundurkan diri setelah lebih dari 32 tahun berkuasa.
-
Kapan Soeharto lengser dari jabatan presiden? Kamis, 21 Mei 1998, menjadi sejarah untuk Bangsa Indonesia. Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari kursi presiden setelah berkuasa selama 32 tahun.
-
Apa yang memicu lengsernya Soeharto? Kondisi ini menjadi momentum semakin masifnya gerakan menuntut Soeharto mundur dari kursi presiden.
-
Bagaimana Soeharto menyingkirkan jenderal? Di era Orde Baru, 'Didubeskan' atau dikirim menjadi Duta Besar adalah cara Soeharto menyingkirkan para jenderal di sekelilingnya yang dianggap tidak lagi sejalan atau bisa menjadi saingan.
-
Kenapa Soeharto mau diracuni? “Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga,“ kata Soeharto.
-
Mengapa Soeharto tidak mau melepas Try? Presiden Soeharto masih menginginkan Try sebagai ajudannya.'Wah, nanti dulu. Kita perlu matangkan dulu ya, Pak Jusuf,' kata Soeharto.
Ke empat belas menteri yang menandatangani 'Deklarasi Bappenas' tersebut antara lain adalah Ir Akbar Tandjung, Ir Drs AM Hendropriyono, Ir Ginandjar Kartasasmita, Ir Giri Suseno Hadihardjono, Dr Haryanto Dhanutirto, Prof Dr Ir Justika S. Baharsjah, Dr Ir Kuntoro Mangkusubroto, Ir Rachmadi Bambang Sumadhijo, Prof Dr Ir Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo M.Sc, Ir Sumahadi MBA, Drs Theo L. Sambuaga, dan Tanri Abeng MBA.
Harapan dan rencana Soeharto untuk mundur perlahan melalui jalan pemilu tanpa keikutsertaannya itu pun kandas. Langkah terakhir untuk segera mungkin mengumumkan pengunduran dirinya pun diambil. Soeharto mundur tepat sehari setelah para menteri Ekuin-nya itu resign secara bersamaan, yakni pada 21 Mei 1998.
Guna mengetahui motif sebenarnya dari pengunduran diri massal ke empat belas menteri Ekuin di Kabinet Pembangunan ke-VII tersebut, merdeka.com berhasil menemui Akbar Tandjung, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Pemukiman dan salah satu penandatangan 'Deklarasi Bappenas' tersebut.
Ditemui di Akbar Tanjung Institute kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Akbar mengisahkan latar belakang mundurnya ke empat belas menteri, yang berada di bawah Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri (Meneg Ekuin) dan Kepala Bappenas Ginandjar Kartasasmita tersebut.
Akbar menceritakan, pada 20 Nei 1998, Ginandjar memanggil semua menteri di bawah koordinasinya, untuk menghadiri rapat di Gedung Bappenas guna menyikapi masalah ekonomi negara di masa krisis multidimensi tersebut. Hingga akhirnya, para menteri yang hadir dalam rapat tersebut sepakat menyatakan mundur dari jabatannya masing-masing dengan penandatanganan Deklarasi Bappenas.
"Pada waktu itu, para menteri yang ada dalam pertemuan di Bappenas tersebut sepakat, bahwa penyelesaian masalah-masalah yang kita hadapi ini, terutama akibat dari krisis ekonomi, itu tidak lagi bisa diselesaikan semata-mata dengan pendekatan ekonomi," ujar Akbar saat ditemui merdeka.com pada Kamis (19/5) kemarin.
"Secara implisit sebetulnya bisa dikatakan kita ini beratnya tidak lagi menjadi masalah-masalah ekonomi saja, tapi sudah merambat ke masalah politik. Itulah intinya," ujarnya menambahkan.
Akbar menjelaskan, salah satu poin yang diingatnya dari isi Deklarasi Bappenas tersebut, antara lain menyatakan bahwa mereka (para menteri Ekuin) mengundurkan diri dari jabatan menteri, sekaligus menolak untuk dimasukkan ke dalam kabinet yang baru akan dibentuk oleh Soeharto dengan nama Kabinet Reformasi.
"Yang salah satu isinya menyatakan, jika seandainya Bapak Presiden akan membentuk kabinet baru, kami sepakat bahwa kami tidak bisa ikut dalam kabinet tersebut. kira-kira begitulah isinya," ujar Akbar.
Ketika ditanya apakah di dalam Deklarasi Bappenas tersebut para menteri itu juga menyatakan keinginannya bahwa Presiden Soeharto harus mundur dari jabatan presiden, Akbar dengan tegas membantah dan mengatakan bahwa poin semacam itu tidak ada terlampir di dalamnya.
Namun, lanjut Akbar, dirinya juga tidak menyangkal bahwa selama rapat berlangsung, sebagian besar dari para menteri itu juga menyadari bahwa mundurnya Soeharto, merupakan satu-satunya jalan agar bisa meredam segala bentuk kekacauan sosial yang terjadi saat itu.
Walaupun tidak ada satu patah kata pun yang terlontar (atau tertulis di dalam Deklarasi Bappenas) dari para menteri tersebut mengenai keharusan Soeharto untuk lengser, namun Akbar tak memungkiri jika wacana tersebut bisa saja menjadi latar belakang pemikiran sebagian menteri saat menandatangani Deklarasi Bappenas tersebut.
"Kami tidak mengatakan itu secara eksplisit, sama sekali tidak. Tapi bahwa mungkin saja dari keempat belas menteri yang hadir itu dalam 'back mind' nya menganggap demikian, ya bisa saja. Tapi saya pribadi tidak melihat dari perspektif itu," pungkasnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Soeharto marah dan dendam dilengserkan. Ada sejumlah orang dia cap sebagai pengkhianat.
Baca SelengkapnyaMeski tidak pernah mengungkapkannya ke publik, Soeharto menyimpan nama orang-orang yang dianggap pernah mengkhianatinya.
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), pada sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024.
Baca SelengkapnyaSebelum mengumumkan pengunduran diri, Soeharto ingin bertemu tokoh-tokoh masyarakat.
Baca SelengkapnyaStabilitas pemerintahan menjadi pertimbangan utama, yang membuat keputusan itu tidak diambil.
Baca SelengkapnyaAlasan pencabutan TAP MPR dikarenakan proses hukum terhadap Soeharto telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaSejumlah tokoh militer senior dan sipil kecewa. Mereka mempertanyakan sikap Soeharto yang menyeret ABRI sebagai alat kekuasaan.
Baca SelengkapnyaPresiden Soeharto menegaskan pergerakan yang ingin menjatuhkan dirinya dari kursi Presiden dipimpin oleh tokoh bernama Sawito.
Baca SelengkapnyaJelang Pemilu 2024, terdapat 24 partai politik yang akan bertarung. Sementara Orde Baru hanya ada tiga partai.
Baca SelengkapnyaTanpa menahan, Luhut mempersilakan menteri yang ingin mundur segera pamit dari jabatannya.
Baca SelengkapnyaBanyak cerita menarik yang tidak diketahui publik dari sosok mendiang Presiden Soeharto. Salah satunya dengan tegas menolak untuk dikawal polisi.
Baca SelengkapnyaSejumlah menteri di Kabinet Jokowi yang berasal dari PDI Perjuangan dikabarkan bakal mundur
Baca Selengkapnya