Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tema upacara yang beda di Situs Ndalem Bung Karno Kediri

Tema upacara yang beda di Situs Ndalem Bung Karno Kediri Upacara di Situs Ndalem Bung Karno. ©2018 Merdeka.com/Imam Mubarok

Merdeka.com - Upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia ke-73 digelar di Situs Pojok Bung Karno di Desa Pojok Kecamatan Wates Kediri. Upacara ini berbeda, sebab bukan dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Peringatan upacara digelar dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dan agama. Bahkan secara khusus Ketua Umum Lesbumi PBNU, KH Ngabehi Agus Sunyoto, MPd hadir dalam kegiatan ini bersama anggota Lesbumi lainnya.

"Republik Indonesia satu detik pun tidak pernah dijajah. Yang dijajah adalah bangsa Indonesia. Dari naskah teks proklamasi sudah jelas bahwa yang merdeka itu bangsa bukan negara. Bila kita mengatakan 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan Republik Indonesia berarti kita mengabaikan proklamator padahal negara belum ada pada saat itu. Kita perlu ada pelurusan sejarah karena bangsa kita sudah mulai digoyang," jelas Agus Sunyoto, Ketua Lesbumi PBNU.

Orang lain juga bertanya?

Meski berbeda secara tema, namun dalam upacara yang digelar tidak ada perbedaan dengan upacara lainnya. Mulai dari susunan acara, pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Perbedaan hanya pada penekanan tema Hari Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di mana pesan yang disajikan oleh pembina upacara, Didin, pengurus PB Lesbumi PBNU yakni meminta kepada pemerintah adanya revisi perubahan frase 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan Republik Indonesia menjadi 17 Agustus 1945 sebagai Hari Peringatkan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

upacara di situs ndalem bung karno

Seperti diketahui, sejumlah pihak meminta perubahan frase 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan Republik Indonesia menjadi 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal tersebut mengemuka dalam dialog kebangsaan yang digelar oleh Organisasi Shiddiqiyyah bekerja sama dengan Pesantren Majmaal Bahrain Shiddiqiyyah Hubbul Wathon Minal Iman, Universitas Bung Karno, Organisasi Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia, Persada Sukarno, Ndalem Pojok Kediri dan Api Bandung, di kompleks MPR, Kamis (12/7).

Dialog dengan topik '17 Agustus 1945 Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia, melainkan 17 Agustus 1945 adalah Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 adalah Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia', ini dihadiri oleh Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua MPR RI, dengan narasumber dialog, antara lain Meutia Hatta (putri Proklamator Bung Hatta), KH Agus Sunyoto (Ketua Lesbumi PBNU), DR Azmi Syahputra SH, MH(Ketua Program studi Fakultas Hukum Universitas Bung Karno), dan Haris Azhar (aktivis HAM).

upacara di situs ndalem bung karno

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Shiddiqiyyah Drs Ris Suyadi memaparkan argumen perlunya perubahan tanggal 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebab pada 17 Agustus 1945 negara Republik Indonesia belum terbentuk. Negara Kesatuan Republik Indonesia baru terbentuk pada 18 Agustus 1945.

"Seperti disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno, jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah), maka menjadi wajib bagi kita mengetahui dan mengerti sejarah bangsa sendiri. Khususnya sejarah tentang kemerdekaan bangsa Indonesia dan sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Ris.

upacara di situs ndalem bung karno

Menurut dia, pada 1945 yang dijajah bangsa atau republik harus diluruskan. Menurut dia, berdosa kepada dwitunggal proklamator Soekarno-Hatta bila mengatakan 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan Republik Indonesia. Melalui Dialog Kebangsaan ini, dia berharap bangsa bangkit untuk meluruskan sejarah dan diharapkan mampu mengembalikan pemahaman dan penyebutan masyarakat yang selama ini keliru dengan menyebut 17 Agustus Kemerdekaan Republik Indonesia, dan istilah-istilah lain yang salah pada pemahaman dan penyebutan yang benar, yakni 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 Berdiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar sebelumnya mendukung inisiatif perubahan makna hari lahir kemerdekaan negara Indonesia menjadi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Kata Cak Imin, di naskah teks proklamasi disebutkan kemerdekaan bangsa yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, bukan kemerdekaan negara.

"Saya akan menyerukan kepada panitia nasional perayaan 17 Agustus 1945 sejak tahun ini dan seterusnya untuk menuliskan 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan bangsa Indonesia, bukan kemerdekaan Republik Indonesia, ujar Muhaimin.

Sementara KH Agus Sunyoto, Ketua Lesbumi PBNU, mengatakan Republik Indonesia satu detik pun tidak pernah dijajah. Yang dijajah adalah bangsa Indonesia. Kata dia, dari naskah teks proklamasi sudah jelas bahwa yang merdeka itu bangsa, bukan negara.

"Bila kita mengatakan 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan Republik Indonesia, berarti kita mengabaikan proklamator. Padahal negara belum ada pada saat itu," katanya.

Negara Republik Indonesia berdiri di atas dasar negara yaitu Pancasila. Dengan disahkannya Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, barulah terbentuk Negara Republik Indonesia.

"Kita perlu ada pelurusan sejarah karena bangsa kita sudah mulai digoyang," ujar Agus Sunyoto.

Ndalem Pojok tempat diselenggarakannya upacara adalah tempat yang bersejarah dan penting bagi Presiden Soekarno. Tokoh proklamator yang lahir pada 6 Juni 1901 dan meninggal pada 21 Juni 1970 ini ternyata pernah bermukim dan menghabiskan masa kecilnya di Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.

Di Desa Pojok ini pulalah Koesna Sosrodihardjo berganti nama menjadi Soekarno, pergantian nama oleh RM Soemosewoyo ayah angkatnya ini akibat Koesna sering sakit-sakitan.

RM Soemosewoyo adalah kerabat ayah Soekarno, RM Soekemi Sosrodihardjo, ia tidak memiliki putra dan juga tidak menikah. Menurut keterangan R Koeshartono, kerabat dari RM Soemosewoyo, bersedia mengobati Koesno dengan dua syarat yakni namanya harus diganti dan diambil menjadi anak angkat.

"Syarat itu disetujui oleh RM Soekemi yang kemudian mengganti nama anaknya menjadi Soekarno sekaligus menjadi anak angkat RM Soemosewoyo saat berusia dua tahun," jelas Koeshartono.

Masih menurut R Koeshartono (48), RM Soemosewoyo adalah kakak dari kakek R Koeshartono, Soekarno juga sempat tinggal beberapa lama di rumah RM Soemosewoyo. Kakeknya yang juga ayah angkat Soekarno memiliki kamar di rumahnya ukuran 3 X 4 yang digunakan Soekarno, yakni kamar ketika Soekarno masih balita dan Soekarno dewasa ketika ia singgah menjenguk ayah angkatnya ketika masa perjuangan dan menjabat sebagai presiden.

Rumah RM Soemosewoyo atau yang lebih terkenal dengan nama Ndalem Pojok ini menempati lahan seluas satu hektar lebih beraksitektur khas rumah joglo. "Kalau Aslinya dulu gedek (anyaman bambu), karena termakan usia akhirnya dirombak. Namun ada beberapa bagian yang masih asli dan kita pertahankan hingga sekarang," tambah Koeshartono.

Sangat disayangkan, foto kenang-kenangan Soekarno sudah tidak ada lagi di rumah yang sangat bersejarah itu. Menurut R Soeharyono (75), cucu keponakan (alm) RM Soemosewoyo diambil oleh militer saat meletus peristiwa pemberontakan PKI.

"Fotonya diambil sama orang orang Kodim ketika peristiwa G 30 S/PKI, bahkan sebagian ada yang dirusak," kenang R Soeharyono.

Beberapa saksi akhirnya menguatkan tentang keberadaan Soekarno yang pernah tinggal di 'Ndalem Pojok' akhirnya menjadi kata kunci tentang sejarah Soekarno di Ndalem Pojok, selain R Soeharyono dan beberapa orang lain seperti Supini (81), anak Joyo Sar yang pernah menjadi pesuruh dari keluarga RM Soemosewoyo.

"Kalau Bung Karno datang ke Wates, ayah saya yang diminta untuk membakarkan jagung. Sedangkan makanan kesukaannya pecel lele dan sayur meniran," ungkap Supini.

Beberapa warga lainnya yang pernah menyaksikan Bung Karno datang ke ndalem Wates di antaranya, Suwarsono (83), Suryono (81), Sunarko (80) Sutoyo (82), Misidi (79) serta Suharno (80).

"Biasanya kalau Bung Karno ke Wates kami selalu dikumpulkan untuk menyanyi sorak-sorak sambil tepuk-tepuk tangan. Malahan Bung Karno meminta salah satu dari kami untuk nembang (bernyanyi dalam bahasa) Jawa," kenang R Soeharyono.

Desak Tanggal 18 Agustus Sebagai Hari Libur Nasional

Sementara itu, berbagai komunitas di Kediri bakal menggelar upacara peringatan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Situs Bung Karno nDalem Pojok, di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri pada Sabtu, 18 Agustus 2018. Ini pertama kalinya di Indonesia.

Agusta Danang P, ketua panitia peringatan Kemerdekaan Bangsa dan berdirinya NKRI di Situs Persada Sukarno Ndalem Pojok mengatakan, NKRI berdiri pada tanggal 18 Agustus 1945.

Upacara peringatan hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia sudah menjadi tradisi tiap tahun digelar. Namun, belum sekalipun ada peringatan hari berdirinya NKRI, meski sudah 73 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri.

"Padahal, proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang diikuti berdirinya NKRI keesokan harinya merupakan dua peristiwa bersejarah terpenting pada bangsa ini yang patut disyukuri. Karena itu, kami akan menggelar dua kali upacara di nDalem Pojok, upacara peringatan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, 17 Agustus 2018 dan upacara peringatan berdirinya Negara Republik Indonesia pada 18 Agustus," kata Danang.

Pada 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ditandai dengan pembacaan proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, sementara tanggal 18 Agustus 1945 adalah berdirinya Negara Kesatuan Indonesia ditandai pengangkatan Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden serta penetapan UUD 1945.

Menurut dia, realitasnya saat ini, belum banyak yang sadar akan dua karunia besar dari Yang Maha Kuasa ini. Sehingga, banyak yang mencampuradukkan makna Kemerdekaan Bangsa dan berdirinya Negara ini.

"Sehingga, banyak yang menyebut '17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia'. Padahal ini adalah pernyataan yang salah letak keliru pasang dan tidak sesuai dengan Teks Proklamasi, UUD 1945, filosifis, dan fakta sejarah," ujarnya.

Banyak harapan yang bisa dipetik dari upacara peringatan berdirinya NKRI. Masyarakat diharapkan mengerti hal mendasar, perbedaan antara bangsa dan bentuk negara. Masyarakat juga diharapkan memahami kronologi perjuangan Bangsa Indonesia.

"Karena banyak yang belum memahami, siapa yang dijajah selama 350 tahun, siapa yang menyatakan kemerdekaan. Bukan republik, tapi bangsa yang dijajah. Karena itu, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan, baru negara republik Indonesia didirikan," ujarnya.

Diagendakan, upacara peringatan Berdirinya Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2018 akan diakhiri dengan pernyataan sikap. Di antaranya, mendesak pemerintah untuk menghormati peristiwa 'Berdirinya Negara Republik Indonesia' dengan menetapkan secara legal formal tanggal 18 Agustus 1945 sebagai peristiwa bersejarah.

"Kami juga mendesak pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajibkan upacara peringatan Berdirinya Republik Indonesia tanggal 18 Agustus, kami juga meminta pemerintah untuk menetapkan tanggal 18 Agustus sebagai hari Libur nasional," ujarnya.

(mdk/rzk)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Harlah ke-25 PKB Digelar Besok, Ini Deretan Kiai Sepuh Siap Hadir
Harlah ke-25 PKB Digelar Besok, Ini Deretan Kiai Sepuh Siap Hadir

Harlah ke-25 PKB digelar di Stadion Manahan Solo, Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya
Ketua MUI Baros Beri Pesan Sejuk Dalam Sosialisasi PNM Mekaar
Ketua MUI Baros Beri Pesan Sejuk Dalam Sosialisasi PNM Mekaar

Cita-cita dari Permodalan Nasinal Madani adalah menciptakan masyarakat yang maju secara nasional dengan memberikan 3 modal utama.

Baca Selengkapnya
Dihadiri KH Said Aqil Siroj, Nahdlatul Aulia Gelar Doa untuk Indonesia Jelang Pilpres 2024
Dihadiri KH Said Aqil Siroj, Nahdlatul Aulia Gelar Doa untuk Indonesia Jelang Pilpres 2024

KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa gerakan thoriqoh merupakan revolusi spiritual, lebih dari revolusi mental.

Baca Selengkapnya
Jokowi, Prabowo hingga Erick Thohir Hadiri Munas dan Konbes NU 2023
Jokowi, Prabowo hingga Erick Thohir Hadiri Munas dan Konbes NU 2023

Diketahui, Munas dan Kombes NU 2023 mengambil tema mendampingi umat, memenangi bangsa.

Baca Selengkapnya
FOTO: Gelar Apel dan Parade Kesaktian Pancasila di Tugu Proklamasi, Cak imin Hadir dalam Balutan Busana Betawi
FOTO: Gelar Apel dan Parade Kesaktian Pancasila di Tugu Proklamasi, Cak imin Hadir dalam Balutan Busana Betawi

Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar memimpin kegiatan Apel dan Parade Hari Kesaktian Pancasila di Tugu Proklamasi.

Baca Selengkapnya
Potret Kepala BPIP Kirab Alit dan Jamasan Pusaka di Sumedang
Potret Kepala BPIP Kirab Alit dan Jamasan Pusaka di Sumedang

Berbagai kegiatan budaya, seperti pertunjukan tari tradisional, pameran seni, dan bazar makanan, turut memeriahkan suasana.

Baca Selengkapnya
Momen Kebersamaan Panglima TNI & Jenderal Maruli Simanjuntak, Ada Sosok Pria Berjenggot Berpeci Putih Jadi Sorotan
Momen Kebersamaan Panglima TNI & Jenderal Maruli Simanjuntak, Ada Sosok Pria Berjenggot Berpeci Putih Jadi Sorotan

Potret Panglima TNI dan Kasad ajak anggota dan warga untuk melakukan kegiatan mencintai alam.

Baca Selengkapnya
Jokowi hingga Istri Gus Dur Hadiri Harlah Muslimat NU di GBK
Jokowi hingga Istri Gus Dur Hadiri Harlah Muslimat NU di GBK

Jokowi hadir mengenakan pakaian kemeja jas dipadu dengan sarung berwarna hijau

Baca Selengkapnya
Upacara Bendera Lintas Etnis, Indonesia Mini Berkumpul di Kupang
Upacara Bendera Lintas Etnis, Indonesia Mini Berkumpul di Kupang

Masyarakat dari berbagai etnis di Indonesia berkumpul dan berbaris sambil mengenakan pakaian daerahnya masing-masing.

Baca Selengkapnya
Ratusan Kiai Hadiri Muktamar, PKB: Tak Hanya Forum Politik, Tapi Ajang Silaturahmi
Ratusan Kiai Hadiri Muktamar, PKB: Tak Hanya Forum Politik, Tapi Ajang Silaturahmi

Muktamar PKB 2024 di Bali, 24-25 Agustus mendatang bakal menjadi ajang silaturahmi para tokoh bangsa.

Baca Selengkapnya
PDIP Gelar Wayangan di Bulan Bung Karno, Hasto Ungkit Kisah Sisupala yang Lupa Kebaikan Saudara
PDIP Gelar Wayangan di Bulan Bung Karno, Hasto Ungkit Kisah Sisupala yang Lupa Kebaikan Saudara

PDIP Gelar Wayangan di Bulan Bung Karno, Hasto Ungkit Kisah Sisupala yang Lupa Kebaikan Saudara

Baca Selengkapnya
Peringati 28 Tahun Peristiwa Kudatuli, PDIP Gelar Wayang dengan Lakon ‘Sumatri Ngenger’
Peringati 28 Tahun Peristiwa Kudatuli, PDIP Gelar Wayang dengan Lakon ‘Sumatri Ngenger’

Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri pun menyaksikan pertunjukan wayang secara daring.

Baca Selengkapnya