Tepatkah Ratna Sarumpaet dijerat UU ITE atas kebohongannya?
Merdeka.com - Polda Metro Jaya menetapkan aktivis Ratna Sarumpaet tersangka membuat kegaduhan dengan menyebarkan berita hoaks.
Ibunda aktris Atiqah Hasiholan itu dijerat pasal berlapis, salah satunya Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Namun, dijeratnya Ratna dengan UU ITE menjadi pertanyaan. Sebab, Ratna tidak menyebar drama kebohongan penganiayaannya di media sosial.
-
Kenapa Ratna Sarumpaet ditangkap tahun 1998? Sebelumnya, ia bahkan sempat ditangkap pada 11 Maret 1998 di Ancol dan ditahan selama beberapa bulan karena tuduhan makar.
-
Dimana Ratna Sarumpaet lahir? Ratna Sarumpaet lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, pada 16 Juli 1949.
-
Apa profesi Ratna Sarumpaet di tahun 70an? Di tahun 70-an, Ratna Sarumpaet aktif dalam pentas teater. Saat itu, ia dikenal sebagai sutradara sekaligus pemain teater wanita terkenal di zamannya.
-
Kapan Ratna Sarumpaet membuat film pertama? Sudah biasa menjadi sutradara sejak aktif di teater, tahun 2009 akhirnya ia merilis film Jamila dan Sang Presiden.
-
Siapa suami Ratna Sarumpaet? Menikah di tahun 1972, Ratna Sarumpaet dikaruniai empat orang anak.
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
Lalu, tepatkah bidikan aparat ?
Ahli Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan hal itu bisa saja terjadi.
"Bisa-bisa saja (dijerat UU ITE)," ungkap Agustinus saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (5/10).
Ia menjelaskan metode yang dipakai penyelidik dalam hal ini adalah mengobjektifkan unsur yang bersifat subjektif dengan pembuktian normatif.
"Hal-hal yang bersifat subjektif pembuktiannya normatif dengan cara mencari kriteria-kriteria objektif untuk membuktikan sesuatu yang subjektif," jelasnya.
"Misalnya anda sekolahnya apa, lalu pengalamannya apa. Nah itu akan menyebabkan oooh kalau orang dengan pengetahuan demikian enggak mungkin enggak tahu," lanjutnya.
Agustinus mengambil contoh seorang pelaku pembunuhan sudah barang tentu tak akan langsung mengaku bahwa ia telah membunuh.
"Saat diperiksa, pelaku pasti bilang memang saya memukul tapi tidak bermaksud membunuh. Itu kan unsur subjektif. Mana mungkin pelaku kejahatan akan langsung mengaku," ujarnya.
"Namun, pembuktian normatifnya pelaku ini seorang karateka dengan sabuk hitam. Enggak mungkin kan seorang karateka tidak tahu titik mana saja yang bila dipukul bisa jadi mematikan. Misalnya, dia memukul korbannya di leher. Itu kan bisa menyebabkan kematian," jelas pria lulusan S2 Arizona State University ini.
"Nah itu yang dinamakan pembuktian unsur subjektif secara normatif atau ada yang mengatakan itu mengobjektifkan unsur yang bersifat subjektif," lanjutnya.
Di dalam kasus Ratna Sarumpaet, Agustius menilai peremouan kelahiran Tapanuli Utara, 16 Juli 1948 itu sosok yang aktif berselancar di dunia maya.
"Seperti yang diketahui bu Ratna itu kan seorang aktivis. Cukup kritis dan tajam saat mengkritik. Selain itu beliau juga seseorang yang aktif di media sosial. Jadi kayanya enggak mungkin enggak tahu soal viral dia dianiaya," ujarnya.
"Kalau saya, punya juga enggak twitter atau akun medsos lainnya. Wajar enggak tahu. Kira-kira begitu analoginya," ucap Agustinus.
Ratna Sarumpaet sendiri dijerat dua pasal. Pertama Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang hukum pidana. Kedua, pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Berikut bunyi dua pasal tersebut:
Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946.(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE.(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri
Baca SelengkapnyaMeski Palti Hutabarat tidak ditahan, Bareskrim memastikan bakal terus melanjutkan proses penyidikan kasus
Baca Selengkapnya