Teror bom di Surabaya, anak-anak adalah korban bukan pelaku!
Merdeka.com - Bom mengguncang Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, dalam dua hari. Tiga gereja menjadi sasaran pertama pada Minggu (13/5) pagi. Semuanya adalah bom bunuh diri. Korban pun berjatuhan.
Ketiga gereja itu adalah Gereja St. Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro Jalan Diponegoro, dan GKI Wonokromo di Jalan Arjuno. Ketika gereja itu meledak, durasinya hanya berselang belasan menit saja.
Mereka yang melakukan aksi itu diketahui satu keluarga. Dita Oepriarto bersama istrinya Puji Kuswati melibatkan empat anaknya, yakni F (12), P (9), Y (18), dan F (16). Semuanya tewas.
-
Bagaimana pelaku bom bunuh diri menyerang? Pelaku menggunakan rompi berisi bahan peledak. Mengutip Al Jazeera, setidaknya 70 orang tewas dan lebih dari 300 orang lainnya terluka. Korban tewas didmoinasi oleh wanita dan anak-anak.
-
Kapan tepatnya peristiwa di Surabaya? 10 November tahun 1945 silam, sebuah peristiwa penting terjadi di tanah Surabaya.
-
Siapa yang menjadi korban serangan? Menurut informasi, suara tersebut berasal dari bom yang diledakan oleh Israel dan menargetkan para pengungsi yang berada di bangunan tersebut.
-
Kenapa Serangan Umum Surakarta terjadi? Pertempuran 4 hari 4 malam ini untuk melawan adanya Agresi Militer Belanda II.
-
Siapa korban pembunuhan? Pelaku ditangkap oleh tim gabungan Resmob Polrestabes Semarang dan Jatanras Polda Jateng di hari yang sama dengan kejadian yaitu Senin (24/7). “Jadi kejadian jam 03.00 wib. Pelaku kami tangkap dalam pelariannya di Solo Jateng pukul 06.00 Wib.“
-
Dimana korban dibunuh? Keduanya sepakat untuk bertemu di indekos milik N yang berlokasi di Jalan Raya Perjuangan, Gang Kaum No 35, Kecamatan Teluk Pucung, Bekasi Utara dengan tarif Rp300 ribu sekali main.
Kapolri Jenderal Tito Karnavia menyebut keterlibatan wanita dalam teror bukan lah yang pertama di Indonesia. Namun baru kali ini berhasil. Untuk anak-anak ini adalah perdana.
"Fenomena anak-anak baru pertama di Indonesia. Usia 9 dan 12 tahun. Dilengkapi bom pinggang, kemudian bunuh diri. Tapi di Suriah dan ISIS sudah dilakukan beberapa kali menggunakan anak-anak," ungkapnya.
Apakah anak-anak ini layak disebut sebagai pelaku? Atau justru mereka adalah korban pemahaman sesat orangtuanya?
Komisioner Perlindungan Anak bidang hukum, Putu Elvita, mengimbau tidak memposisikan anak sebagai pelaku bom bunuh diri. Putu mengatakan, anak adalah korban dari paparan radikalisme keluarga.
Di lihat dari sudut pandang apapun, seorang anak khususnya di bawah umur tidak bisa dikatakan pelaku jika tindakan yang dilakukan tanpa sepemahaman anak. Sementara pelaku suatu kejahatan harus menyadari perbuatannya adalah salah, baik disegi hukum atau sosial.
"Sekalipun dia anak pelaku, tetap anak itu korban. Dia tidak punya pemahaman untuk menjadi martir," ujar Putu, Selasa (15/5).
Meski berada dalam satu peristiwa yang sama dengan orangtua sekaligus pelaku teror, Putu mengatakan tidak ada relasi antara orangtua dengan anak pada kejahatan tersebut. Sebab, telah terjadi pembentukan atau pemikiran dengan sengaja, tanpa disadari oleh anak.
"Relasi anak di sini dengan orangtua tidak sama. Pada saat anak dilibatkan, orang dewasa lah yang mempengaruhi, dan mereka (anak-anak) tidak sadar tetap mereka dianggap sebagai korban," ujarnya.
Reza Indragiri Amriel dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengatakan, Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak menyebut ada larangan bagi siapa pun untuk menyuruh anak melakukan tindak kekerasan. Lalu, Pasal 15 UU yang sama berisi, 'salah satu hak anak adalah bebas dari perlibatan dalam aksi kekerasan'.
"Merujuk pada larangan dan hak anak tersebut, bisa dipahami, anak yang mengebom dikenakan rompi bahan peledak oleh orangtuanya. Nah, anak-anak itu adalah pihak yang diajak atau dilibatkan orang lain untuk melakukan aksi kekerasan," tulis Reza dalam keterangannya.
Menurutnya, mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak, anak-anak yang dikenakan bahan peledak adalah anak-anak yang tengah dirampas hak-haknya. Apalagi mereka sampai didoktrin untuk menjadi bomber.
"Dengan demikian, anak-anak tersebut merupakan korban. Ini karena pihak yang mengajak atau melibatkan anak-anak untuk ikut melakukan tindak kekerasan adalah orangtua mereka sendiri. Maka, orangtua tersebut jika masih hidup harus dijatuhi pemberatan hukuman," tegas Reza.
Dia mengatakan, UU Perlindungan Anak memandu proses berpikir untuk menyebut anak-anak tersebut sebagai korban. "Kita perlu lebih ngeh akan hal ini."
Selain tiga gereja itu, bom tiba-tiba meledak di Rusun Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur. Tiga orang tewas adalah Anton Febrianto (47), Puspita Sari 47 tahun (istri Anton) dan L 17 tahun (anak pertama Anton). Tiga yang terluka A 15 tahun (anak kedua Anton), F 11 tahun (anak ketiga Anton) dan G 11 tahun (anak keempat Anton).
Sehari kemudian, bom bunuh diri terjadi di pintu pemeriksaan Mapolrestabes Surabaya. Diketahui pelaku pasangan suami istri, Tri Mulyono (50) dan Tri Ernawati (43). Mereka juga mengorbankan tiga anaknya.
Seorang anak Tri, AIS (8) selamat. Dia terlempar ketika bom itu meledak. Saat kejadian Tri menumpangi motor Honda Supra 125 CC warna merah kombinasi hitam dengan nomor polisi L 5539 G. Motor Honda Vario bernopol L 6629 NF menyusul di belakang. Motor tersebut dikendarai DA (18) dan DS (14). Keduanya anak laki-laki Tri.
Keempatnya tewas. Sedangkan, AIS dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara guna menjalani perawatan. Dia diselamatkan oleh Kasat Narkoba Polrestabes Surabaya, AKBP Roni Faisal.
Kapolda Jawa Timur Irjen Machfud Arifin mengatakan anak-anak didoktrin oleh orangtuanya. Khusus di Sidoarjo, orangtua sengaja tidak menyekolahkan anaknya. Anak-anak itu selalu dibawa ke pengajian jaringan radikal.
Orangtuanya menyuruh sang anak mengaku homeschooling jika ditanya oleh orang lain. "Padahal tidak ada sekolah, dituntun, dikurung dengan doktrin-doktrin khusus," ujar Machfud saat jumpa pers di Mapolda Jatim, Selasa (15/5).
Machfud menjelaskan para orangtua pelaku teror ini sengaja berlaku demikian agar anak-anaknya tidak berinteraksi dengan dunia luar. Di rumah, orangtua tersebut mencekoki ajaran jihad menyimpang melalui video.
"Ini yang terjadi supaya tidak berinteraksi dengan masyarakat lain. Hanya bapak ibunya saja yang memberikan doktrin terus dengan video-video ajaran-ajaran yang diberikan," jelasnya.
Keluarga pelaku Rusunawa Sidoarjo sering mengajak anak-anaknya mengikuti pengajian jaringan mereka sendiri. Sementara satu dari anaknya, ada yang tidak setuju ajaran orangtuanya, dan ikut neneknya.
"Yang tiga sudah bisa berkomunikasi kalau ditanya homeschooling diakui bahwa setiap hari Minggu ada pertemuan rutin diajak orangtuanya. Kecuali yang besar ikut neneknya," kata Machfud.
Polisi kini tengah memburu Abu Bakar orang yang diduga menjadi otak teror bom di Surabaya. Diduga orang tersebut telah mendoktrin Dita Oepriarto, bomber gereja.
Keluarga Dita dan pelaku bom bunuh diri di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo, keluarga Anton diduga satu ajaran. Tiap minggu, dua keluarga tersebut mendatangi pengajian yang sama.
"Ini kan satu ilmu satu guru. Ini masih dalam pendalaman teman-teman di lapangan, karena satu guru satu kelompok, satu ilmu," tandas Machfud.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tiga pemuda ditetapkan sebagai tersangka kasus teror penembakan di sejumlah jalan tol dan kampus Unesa, Surabaya. Dua di antara masih berstatus mahasiswa.
Baca SelengkapnyaPara pelaku menebar teror menggunakan airsoft gun.
Baca SelengkapnyaWarga awalnya hanya mencium bau busuk dan tak mencurigai rumah korban menjadi sumber aroma tersebut.
Baca SelengkapnyaTiga anak tewas tertimpa tembok roboh SMK Negeri 1 Kota Jambi di Simpang Empat Sipin, Telanaipura, Kota Jambi.
Baca SelengkapnyaKetiga tersangka turut menganiaya korban hingga meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaKetiga tersangka memilih calon korban secara random alias acak.
Baca SelengkapnyaMenurut Sutanto, sumber api saat ini diduga berasal dari rumah ketiga balita yang tewas dalam kebakaran tersebut.
Baca SelengkapnyaDua Terduga Teroris Perakit Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar Ditangkap
Baca SelengkapnyaPara pelajar tersebut terlibat tawuran setelah sebelumnya janjian di media sosial.
Baca SelengkapnyaTujuh mayat remaja laki-laki yang ditemukan mengambang di Kali Bekasi dipastikan pelaku tawuran.
Baca SelengkapnyaMeniru Gim Perang, Ini Peran 3 Pemuda Pelaku Penembakan Sopir Pakai Airsoft Gun di Tol Sidoarjo
Baca SelengkapnyaKendaraan pelaku sudah disita namun dua pelaku masih dalam pengejaran polisi.
Baca Selengkapnya