Terpidana mati bisa dieksekusi jika dua kali PK ditolak MA
Merdeka.com - Kejaksaan Agung bisa mengeksekusi terpidana mati jika proses peninjauan kembali (PK) telah dua kali diajukan dan ditolak Mahkamah Agung. Hal ini sesuai unsur putusan MK No. 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali selama terdapat novum atau bukti baru.
"Cukup dua kali PK. Kalau putusannya ditolak, kejaksaan bisa langsung eksekusi, tak perlu menunggu PK ketiga atau seterusnya. Itu sudah memenuhi syarat MK, sudah memenuhi unsur lebih dari satu kali," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Jakarta, Senin (29/12).
Lebih lanjut, Margarito menjelaskan, proses PK memang pranata hukum berlaku positif di Indonesia. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda pelaksanaan eksekusi jika tidak ada PK yang diajukan.
-
Bagaimana proses kasus ini? 'Pada, 17 Mei 2024 Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kantor Kejati DKI Jakarta telah menyatakan lengkap berkas perkara (P21),' kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Kapan putusan Mahkamah Agung dijatuhkan? Kasasi kasus atas dua terdakwa yakni Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty, kata Arif, diputus tanggal 14 Juni 2023.
-
Kapan persidangan pertama dimulai? Menurut informasi dari SIPP (Sistem Informasi), sidang pertama untuk kasus kematian Dante yang melibatkan terdakwa Yudha Arfandi telah dimulai pada 27 Juni 2024, dengan nomor perkara 328/Pid.B/2024/PN JKT.TIM.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Kenapa MK membuka kesempatan kesimpulan? Selama RPH berlangsung, ia mempersilakan apabila terdapat pihak yang ingin menyampaikan kesimpulan dalam bagian penanganan PHPU Pilpres 2024.
-
Kapan sidang MK dijadwalkan? Sejumlah skema pengamanan telah disiapkan aparat kepolisian menjelang pembacaan putusan Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (22/4) hari ini.
"Karenanya tepat bila PK dipertimbangkan dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati. Bagi mereka yang tidak mengajukan PK ditekankannya tidak ada alasan pemerintah menunda pelaksanaan eksekusi," tegasnya.
Margarito menegaskan, PK dianggap penting untuk dipertimbangkan guna memastikan tidak adanya human error. Fakta yang mendukung dinilainya harus kokoh dalam mengeksekusi terpidana mati. Seperti pada kasus Sengkon dan Karta yang dituduh membunuh, namun terbukti tidak benar setelah hukuman dijalani.
"Bayangkan kalau eksekusi mati dilakukan dan ternyata tidak terbukti kesalahannnya," tegas Margarito.
Namun demikian, dirinya meminta MA harus mampu dengan cepat menyelesaikan pengajuan PK terpidana mati, khususnya bila permohonan merupakan kedua kalinya.
"Waktu pembatasan PK saya setuju. MA harus bisa menangani dengan cepat, PK kedua dalam waktu sesingkat-singkatnya. Meneliti novum baru sangat mudah sekali," terang Margarito.
"Dua bulan paling lama untuk proses PK kedua. Selama ini bertahun-tahun prosesnya, padahal bukti-bukti sudah ada sejak di Pengadilan Negeri hingga kasasi," tutupnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Tribagus Spontana mengatakan ada enam nama yang dijadwalkan untuk dieksekusi hingga akhir bulan ini. Namun, empat terpidana mati masih harus dipenuhi hak hukumnya. Dua terpidana mengajukan PK kembali sedangkan dua terpidana masih ada beberapa berkas yang masih belum terpenuhi.
Dua terpidana yang mengajukan PK adalah terpidana mati kasus narkotika dari Batam atas nama AH dan PL. Keduanya pada saat-saat terakhir mengajukan PK dan dikabulkan. Mereka akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Batam pada 6 Januari 2015 mendatang.
Sementara, dua terpidana lainnya yang akan menjalani eksekusi mati adalah Warga Negara Asing (WNA) yang terlibat kasus narkotika. Kedua WNA tersebut adalah ND, warga negara Malawi dan MACM, Warga Negara Brasil.
Untuk dua WNA tersebut, Kejagung masih menunggu proses akhir menyangkut kewajiban eksekutor untuk menyampaikan rencana eksekusi mati ini kepada perwakilan negara bersangkutan.
Sedangkan dua terpidana mati yang sudah pasti dieksekusi bulan ini adalah terpidana kasus pembunuhan berencana berinisial GS, di Jakarta Utara dan terpidana kasus pembunuhan di Tanjung Balai, Karimun, Kepulauan Riau berinisial TJ. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pembunuhan Vina Cirebon terjadi pada 27 Agustus 2016.
Baca SelengkapnyaKuasa hukum berharap bahwa proses yang sudah dilalui selama persidangan bisa membuahkan hasil yang baik.
Baca SelengkapnyaMereka pun meminta agar diberikan kesempatan waktu selama dua pekan.
Baca SelengkapnyaMA menolak permohonan PK dari 7 terpidana kasus Vina Cirebon, yakni Rifaldy Aditya, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto dan Sudirman.
Baca SelengkapnyaMAKI sebelumnya mengajukan permohonan uji materi ke MK terkait masa jabatan pimpinan KPK yang telah diubah menjadi 5 tahun.
Baca Selengkapnya