Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

TNI ancam Soekarno dengan meriam, akhir karir TB Simatupang

TNI ancam Soekarno dengan meriam, akhir karir TB Simatupang TB Simatupang. ©wikipedia.com

Merdeka.com - Perpolitikan Republik Indonesia awal tahun 1950an mendidih. Saat itu baru saja Indonesia benar-benar berdaulat setelah Belanda tak lagi melancarkan agresi militer.

Situasi politik dan ekonomi di negara muda ini terombang-ambing. Demokrasi Liberal yang diterapkan hanya menghasilkan konflik politik tak berkesudahan.

Kepala Staf Angkatan Perang Jenderal Mayor TB Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel AH Nasution menginginkan tentara yang profesional. Bukan para panglima yang bisa berkuasa di daerah dan menjadi raja-raja kecil.

Angkatan Darat pun terpecah. Ada kubu Nasution dan kubu Kolonel Bambang Supeno.

Konflik dalam militer ini ditunggangi kepentingan politik dari partai politik yang duduk di DPR. Kubu Nasution merasa DPRS terlalu turut campur pada urusan militer.

Puncaknya tanggal 17 Oktober 1952. Kubu Nasution menggerakkan massa untuk mendesak Presiden Soekarno membubarkan DPR. Mereka juga menaruh empat meriam berisi peluru di depan istana untuk menggertak Soekarno .

Nasution dan sejumlah perwira Angkatan Darat pun menghadap Soekarno meminta DPR dibubarkan. Tapi Soekarno tak gentar. Dia menyebut aksi Kolonel AH Nasution ini sebagai percobaan setengah kup atau kudeta. Nasution berkilah, dia tidak ingin melawan Soekarno tetapi sistem pemerintahan.

Soekarno membeberkan peristiwa ini dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams. Dia naik pitam. Soekarno marah sekali pada Nasution.

"Engkau benar dalam tuntutanmu tapi salah dalam caranya. Soekarno tidak akan menyerah menghadapi paksaan. Tidak pernah kepada seluruh tentara Belanda dan dan tidak kepada satu batalyon Tentara Nasional Indonesia!" bentak Soekarno .

Nasution membalas. "Bila ada kekacauan di negara kita, setiap orang berpaling kepada tentara. Tokoh-tokoh politik membikin peperangan, tetapi si prajurit yang harus mati. Wajar bila kami turut berbicara tentang apa yang sedang berlangsung," kata Nasution.

Namun penjelasan Nasution soal aksi itu hanya membuat Soekarno semakin marah.

"Mengemukakan apa yang terasa di hatimu kepada Bung Karno-YA. Tetapi mengancam Bapak Republik Indonesia-TIDAK! JANGAN SEKALI-KALI!"

Soekarno lalu keluar menemui massa seorang diri. Setelah berdialog dengan presiden massa malah berteriak-teriak mendukung Soekarno .

"Hidup Bung Karno , hidup Bung Karno!"

Soekarno pun menatap empat meriam 25 pon buatan Inggris yang moncongnya menghadap istana. Dia memarahi prajurit itu. Para prajurit yang takut malah kemudian ikut berteriak Hidup Bung Karno!

Peristiwa 17 Oktober membuat perpecahan Angkatan Darat makin lebar. Mayor Jenderal TB Simatupang yang dinilai pro-Gerakan 17 Oktober diberhentikan dari Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP).

Jabatan KSAP pun dihilangkan tahun 1953. Selanjutnya hanya ada forum antara kepala staf angkatan darat, laut dan udara, tanpa jabatan KSAP.

Hilangnya jabatan KSAP berarti menutup karir TB Simatupang. Sebagai tentara dengan pangkat tertinggi, tak lagi ada posisi untuknya.

Kolonel Nasution pun mengundurkan diri dari Angkatan Darat. Dia malah sempat membuat Partai Politik. Namun dua tahun kemudian, Soekarno kembali memanggil Nasution untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat kembali untuk menghentikan perpecahan di tubuh TNI AD.

Akhirnya Simatupang memilih pensiun dini dari militer tahun 1959. Jabatan terakhirnya Penasihat Militer Departemen Pertahanan. Saat itu dia berpangkat Letnan Jenderal pada usia 39 tahun. Simatupang merasa tidak dapat lagi bekerja sama dengan Presiden Soekarno .

Sejarawan Petrik Matanasi menjelaskan saat itu konflik tentara sangat dipengaruhi latar belakang militer para perwira TNI.

Perwira lulusan Pembela Tanah Air (PETA) didikan Jepang tak menyukai para perwira eks Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) didikan Belanda. TB Simatupang dan Nasution adalah mantan perwira KNIL yang memiliki karir cemerlang di TNI.

Perwira eks PETA biasanya militan dan jago di lapangan. Sedangkan para perwira eks KNIL lebih unggul soal organisasi, intelektual dan strategi.

"Simatupang sudah sadar dirinya tak disukai sejumlah perwira. Memang dia tak pernah ingin menjadi Panglima, cukup Kepala Staf Angkatan Perang yang sebenarnya tak memiliki komando langsung," kata sejarawan Petrik Matanasi saat berbincang dengan merdeka.com.

Setelah pensiun, TB Simatupang kemudian melayani gereja. Dia pernah menjadi ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, dan Ketua Dewan Gereja-gereja Sedunia. Pak Sim pun produktif menulis buku tentang masalah militer, sosial, dan politik hingga meninggal dunia tahun 1990.

(mdk/bal)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Karir Mentereng Jenderal TNI Try Sutrisno, Ikut Tumpas Pemberontakan PRRI hingga Berhasil Jadi Wakil Presiden
Karir Mentereng Jenderal TNI Try Sutrisno, Ikut Tumpas Pemberontakan PRRI hingga Berhasil Jadi Wakil Presiden

Try Sutrisno memiliki karir politik yang mentereng. Pada tahun 1956, dia diterima menjadi taruna di Atekad.

Baca Selengkapnya
Sudah Belasan Tahun Pegang Jabatan Sipil, Jenderal ini Kaget Tiba-Tiba Dipilih Jadi Panglima TNI
Sudah Belasan Tahun Pegang Jabatan Sipil, Jenderal ini Kaget Tiba-Tiba Dipilih Jadi Panglima TNI

Memakai seragam militer saja nyaris sudah tidak pernah. Tapi kenapa Jenderal ini yang dipilih?

Baca Selengkapnya
Menilik Sejarah Suksesi Panglima TNI, dari Jenderal Sudirman Hingga Agus Subiyanto
Menilik Sejarah Suksesi Panglima TNI, dari Jenderal Sudirman Hingga Agus Subiyanto

Sejak dipisahkannya Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia dari ABRI per 1 April 1999, istilah Panglima ABRI diganti menjadi Panglima TNI

Baca Selengkapnya
Kisah Heroik 'Bang Nolly' Letjen Tjokropranolo, dari Ajudan Pribadi Soedirman hingga Jadi Gubernur DKI Jakarta
Kisah Heroik 'Bang Nolly' Letjen Tjokropranolo, dari Ajudan Pribadi Soedirman hingga Jadi Gubernur DKI Jakarta

Kerap disapa Bang Nolly, pria asal Temanggung ini merupakan salah satu tokoh militer dan politik yang patut untuk dikenang jasa-jasanya.

Baca Selengkapnya
Sejarah Jabatan Panglima Tertinggi Melekat pada Setiap Presiden Terpilih
Sejarah Jabatan Panglima Tertinggi Melekat pada Setiap Presiden Terpilih

Seorang presiden terpilih selain sebagai kepala negara dan pemerintahan, juga memiliki jabatan sebagai Panglima Tertinggi.

Baca Selengkapnya
Tutup Usia di Umur 85 Tahun, Intip Fakta Sosok Letjen TNI Purn Tiopan Bernhard Silalahi
Tutup Usia di Umur 85 Tahun, Intip Fakta Sosok Letjen TNI Purn Tiopan Bernhard Silalahi

Letjen TNI Purn TB Silalahi meninggal dunia di usia 85 tahun.

Baca Selengkapnya
Profil Lengkap Jenderal Sepuh yang Tak Disalami Jokowi di HUT ke-79 TNI
Profil Lengkap Jenderal Sepuh yang Tak Disalami Jokowi di HUT ke-79 TNI

Sosok ini merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah politik dan militer Indonesia.

Baca Selengkapnya
Misi Rahasia TNI AU Mau Mengebom Pangkalan Inggris di Singapura
Misi Rahasia TNI AU Mau Mengebom Pangkalan Inggris di Singapura

Tengah Air Base jadi markas pesawat jet tempur Inggris. Dijaga kuat dengan rudal antipesawat udara.

Baca Selengkapnya
Kolonel TNI Berkali-Kali Ditahan Soeharto Saat Mau Pindah Tugas, Tak Disangka Jadi Wapres
Kolonel TNI Berkali-Kali Ditahan Soeharto Saat Mau Pindah Tugas, Tak Disangka Jadi Wapres

Perjalanan karir militer seorang perwira tak bisa ditebak. Begitu juga dengan Kolonel Angkatan Darat ini.

Baca Selengkapnya
Sosok Panglima TNI Termuda, Dilantik saat Usianya Baru 29 Tahun
Sosok Panglima TNI Termuda, Dilantik saat Usianya Baru 29 Tahun

Indonesia pernah memiliki seorang Panglima TNI termuda yang menjabat saat masih berusia 19 tahun, ia adalah Jenderal besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman.

Baca Selengkapnya
Nasib Soekarno Setelah Lengser hingga Meninggal Dunia
Nasib Soekarno Setelah Lengser hingga Meninggal Dunia

Hidup Soekarno semakin parah usai dilengserkan dari kursi presiden.

Baca Selengkapnya
Deretan Jenderal Berani Tantang Soeharto
Deretan Jenderal Berani Tantang Soeharto

Sejumlah tokoh militer senior dan sipil kecewa. Mereka mempertanyakan sikap Soeharto yang menyeret ABRI sebagai alat kekuasaan.

Baca Selengkapnya