TNI butuh waktu 14 tahun tembak mati pemberontak di rimba Sulawesi
Merdeka.com - Perburuan Santoso, teroris paling dicari yang bergerilya di Poso belum membuahkan hasil. Muncul desakan dari DPR agar TNI menerjunkan pasukan elite untuk membantu Polri memburu Santoso.
Memburu gerilyawan yang bersembunyi di huta rimba memang tidak mudah. Apalagi Santoso disebut sangat menguasai medan tempatnya bergerilya.
Ada kisah menarik bagaimana TNI memburu seorang gerilyawan di rimba Sulawesi. Butuh 14 tahun sebelum akhirnya Imam Negara Islam Indonesia Kahar Muzakkar bisa ditembak mati.
-
Siapa yang diincar TNI? Satu sosok yang diincar para prajurit TNI itu adalah Kapolres Tuban, AKBP Suryono.
-
Apa yang dilakukan TNI? Peristiwa penyiksaan yang dilakukan sejumlah prajurit TNI terhadap seorang warga Papua diduga merupakan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) viral di media sosial.
-
Siapa yang menerobos iring-iringan TNI? Tampak emak-emak ini menerobos iring-ringan TNI yang hendak mengantar Kapolda Aceh Irjen Ahmad Haydar yang akan purna tugas dari Makodam ke Mapolda Aceh.
-
Apa yang dirasakan Bintara TNI? Saat dihampiri sang perekam video, dia lantas nampak berkaca-kaca. Dia mengungkap rasa bangga terhadap sang putra yang kini bakal menjadi calon abdi negara berpangkat lebih tinggi dari ayahnya sendiri.
-
Kenapa warga mengeroyok anggota TNI? Saat itu, warga yang sedang menikmati hiburan khas tersebut tiba-tiba ricuh dan membuat kondisi menjadi tidak kondusif.
-
Bagaimana TNI selundupkan senjata? Menyelundupkan senjata ke Aljazair yang tengah berkonflik menjadi misi pertama dua kapal selam tersebut.
Kahar Muzakar awalnya adalah seorang pejuang. Karena kecewa dia kemudian memberontak melawan pemerintah Republik Indonesia tahun 1951. Basis perlawanannya membentang di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Kahar memperoleh banyak dukungan dari masyarakat Sulawesi. Dia juga mengenal dengan baik rangkaian pegunungan Latimojong yang jadi basis perlawanannya.
Bertahun-tahun operasi militer biasa tak membuahkan hasil. Maka TNI kemudian menggelar kekuatan besar-besaran dalam Operasi Kilat tahun 1962. Brigjen M Jusuf ditunjuk sebagai panglima.
Tak kurang dari 4.000 prajurit TNI dikerahkan untuk memburu Kahar Muzakkar. Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga memberikan dukungan penuh untuk operasi militer. Namun karena operasi antigerilya, tetap pasukan infanteri yang jadi ujung tombak untuk menyisir hutan dan memburu para pemberontak.
Hal itu dikisahkan dalam Buku Biografi Sintong Panjaitan 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' yang ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Kompas.
Pasukan elite Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang jadi cikal bakal Kopassus ikut dikerahkan dalam operasi di Sulawesi. Dibanding pasukan infanteri biasa, pasukan baret merah ini cukup menonjol. Mereka membawa senapan serbu AK-47 dan setiap regu dilengkapi dengan RPG (rocket-propelled grenade). Pasukan RPKAD bergerak tanpa henti memburu keberadaan Kahar Muzakar.
Dalam operasi Kilat juga digunakan teknik baru dalam pertempuran yaitu heliborne. Jika ada informasi soal keberadaan Kahar, pasukan akan didrop cepat dengan menggunakan helikopter untuk memburu sasaran. Teknik ini kemudian dikenal luas saat pasukan AS menggunakannya besar-besaran di Vietnam.
Selain RPKAD, pasukan elite lain yang diterjunkan adalah Yonif 330/Para Kujang I. Pasukan baret hijau andalan Kodam Siliwangi yang sudah kenyang makan asam garam pertempuran gunung hutan.
Komandan Batalyon 330 Mayor Yogie S Memet bertekad tak akan membawa pasukannya pulang ke Jawa Barat sebelum menangkap Kahar Muzakar hidup atau mati.
Tepat pada 3 Februari 1965, pasukan TNI melakukan pengepungan di sebuah hutan Sulawesi dekat Sungai Lasolo. Perintah operasi penyergapan ini dilakukan oleh Asisten Operasi dan Asisten Intelijen di bawah pimpinan Kolonel Inf Solichien GP.
Pengepungan dilakukan dengan taktik tapal kuda, langkah ini dilakukan untuk Kahar Muzakkar kabur. Dalam rencana ini, sejumlah unit pasukan dari Yonif 330/Para Kujang I pimpinan Mayor Yogie S Memed digerakkan menuju lokasi, 4 peleton Kujang I ditugasi menyisir Sektor B dari selatan dan tenggara. Sedang Peleton 1 Kompi D pimpinan Peltu Umar Sumarsana berada di Sektor B.
Sementara, di bagian selatan dijaga satu peleton Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Sintong Pandjaitan. Taktik ini dilakukan agar Kahar Muzakkar mudah tertangkap meski berupaya kabur, karena hampir seluruh hutan diawasi TNI.
Saat matahari mulai terbit, Koptu Ili Sadeli mendengar suara radio di balik rimbunan pepohonan, dia lantas mendekati sumber suara tersebut. Dari informasi saat itu, Kahar melarang warga yang berada di daerah kekuasaannya memiliki sebuah radio, kecuali dirinya sendiri. Suara tersebut ternyata berasal dari sebuah rumah.
Saat mendekati rumah itu, Sadeli memergoki seseorang yang sedang keluar dari rumah sembari membawa tas. Saat berpapasan, pria tersebut mencoba kabur, secara reflek Sadeli melepaskan tembakan dan lelaki itupun tersungkur di tanah.
Sumber lainnya menyebutkan, Sadeli mengawasi rumah tersebut dari balik pohon. Dia memperkirakan terdapat 20 orang musuh. Tak lama, dia melihat seorang di antaranya keluar dengan menenteng bren dan dua ransel besar. Saat akan mengejar, dia melihat seorang lainnya keluar dan mendekati pohon tempatnya bersembunyi.
Tak mau kecolongan, Sadeli menyergap dan menangkap laki-laki itu. Secepat kilat ia menyarangkan tiga tembakan pistol hingga menembus jantung lawan. Laki-laki itu pun roboh.
Setelah lawan pertama terkapar, Sadeli melanjutkan niatnya mengejar laki-laki pertama yang menenteng bren dan dua ransel. Tetapi kali ini Thompson yang hendak dipakainya untuk menghabisi laki-laki itu ngadat. Dia pun kembali untuk melihat kondisi mayat yang ditembaknya.
Saat diperiksa, laki-laki ini ternyata memakai jam tangan bermerek Titus, terselip pulpen Pelican di balik kantong bajunya. Selain Titus dan Pelican, Sadeli menemukan uang tunai sebesar Rp 65.000, jumlah yang amat besar saat itu. Dia mulai sadar, laki-laki ini adalah Kahar Muzakkar, buronan paling dicari oleh pemerintah.
Segera setelah memeriksanya, Sadeli segera melaporkan hasilnya ke pusat komando. Mayat Kahar lantas dibawa helikopter menuju Makassar untuk identifikasi. Untuk memastikannya, TNI AD hanya mengizinkan istri dan kedua anaknya untuk melihat mayatnya secara langsung, dan kepastian ini didapat dari putranya Abdullah.
Jenazah Kahar langsung dikubur di lokasi yang sangat dirahasiakan, tak seorang pun yang tahu lokasinya, termasuk keluarganya sendiri. Meski banyak yang tidak percaya atas kematiannya, namun pemerintah memastikan Kahar benar-benar tewas.
Kameramen Hendro Subroto ikut mengambil gambar saat evakuasi jenazah Kahar Muzakkar. Saat ditayangkan di TVRI, Presiden Soekarno memastikan jenazah tersebut benar-benar sang gerilyawan legendaris itu.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pernyataan Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen Izak Pangemanan.
Baca SelengkapnyaPara purnawirawan Brimob kenang masa lalu saat menjalankan tugas di daerah operasi Timor Timur, penuh kenangan dan ancaman yang mencekam.
Baca SelengkapnyaPrajurit TNI berhasil lumpuhkan 5 anggota KSTP hingga tewas. Sulitnya medan tempur di hutan dan pegunungan tak mempan bagi para anggota Satgas Yonif 7 Marinir.
Baca SelengkapnyaPerjuangan para prajurit TNI yang harus bersiaga menjaga perbatasan
Baca SelengkapnyaTim Alfa 29, pasukan pencabut nyawa pemimpin kelompok teroris MIT bernama Santoso dalam Operasi Tinombala.
Baca SelengkapnyaPeristiwa berdarah di Tebing Tinggi, merupakan perjuangan para pemuda melawan penjajah pasca kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku merasakan duka mendalam atas gugurnya prajurit-prajurit terbaik bangsa tersebut.
Baca SelengkapnyaMerangkum sejumlah tindak tak terpuji oknum TNI yang terjadi sejak Bulan Agustus hingga kini
Baca SelengkapnyaPenganiayaan relawan Ganjar-Mahfud itu terjadi pada Sabtu (30/12).
Baca SelengkapnyaSertu Rizal adalah anggota Satgas Pamtas Mobile Yonif R 408/SBH (Suhbrastha) yang gugur dalam baku tembak
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaMeraih baret merah dan brevet komando, simbol kebanggaan unit ini, bukanlah hal yang bisa dianggap enteng.
Baca Selengkapnya