TNI, Polri dan BIN Diminta Waspadai Kelompok Radikal di Tengah Pandemi Covid-19
Merdeka.com - Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta aparat keamanan TNI, Polri dan BIN ekstra waspada dan menutup celah bagi kelompok-kelompok radikal yang berpotensi membuat situasi nasional tidak kondusif. Sebab kemungkinan mereka mencari celah di tengah kesibukan pemerintah memerangi pandemi Covid-19.
"Penanganan pandemi covid-19 yang melibatkan TNI, Polri dan BIN, menjadi peluang bagi aktor-aktor yang ingin membuat gangguan terutama bagi pemerintah. Aktor tersebut ingin memanfaatkan kelengahan aparat keamanan," katanya di Jakarta, Kamis (4/6).
Selain itu, dia mengungkapkan, dengan adanya tekanan ekonomi, pemberlakuan pembatasan sosial yang berdampak pada terbatasnya kesempatan kerja, menjadi isu yang didorong oleh aktor-aktor tertentu kepada masyarakat, dengan tujuan menggerus ketaatan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
-
Siapa yang terpengaruh tekanan dari luar? Individu yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) tinggi umumnya tidak mudah terpengaruh oleh tekanan dari luar.
-
Siapa yang mempengaruhi fakta sosial? Fakta sosial memiliki keberadaan independen dari individu, tetapi pada saat yang sama, mereka juga dipengaruhi oleh individu melalui proses sosialisasi dan interaksi sosial.
-
Kenapa kesenjangan terjadi di masyarakat? Kesenjangan dalam masyarakat bisa terjadi akibat berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
-
Siapa yang terpengaruh oleh struktur sosial? Dengan demikian, anggota kelompok dapat mengetahui bagaimana cara bersikap dan bertindak sesuai dengan ketentuan dan harapan masyarakat.
-
Mengapa kebijakan pemerintah dapat memicu rasisme? Umumnya, penyebab rasisme yang paing sering terjadi karena keputusan kebijakan pemerintah, termasuk di Indonesia. Hal tersebut dipengaruhi oleh keotoriteran dari pemimpin dalam pemerintah.
-
Siapa yang terdampak kesenjangan? Dampaknya dapat dirasakan oleh individu dan kelompok yang kurang beruntung, seperti penurunan kualitas hidup, ketidakadilan, perasaan terpinggirkan, dan kesulitan untuk meraih kesempatan yang sama dengan kelompok yang lebih beruntung.
Gangguan keamanan yang sudah terjadi secara nyata adalah dari kelompok radikal yang melakukan aksi teror. Aksi teror terhadap petugas kepolisian di Poso oleh kelompok MIT (15/4) dan serangan lone wolf di Polsek Daha Selatan HSS Kalsel (1/6) menunjukkan kelompok teroris memanfaatkan celah kerawanan di saat pandemi Covid-19 ini untuk menyerang Polisi.
"Ancaman dari kelompok pengusung ideologi khilafah juga terus terjadi. Penyebaran pamflet ideologi khilafah di Kupang menjadi salah satu bukti bahwa propaganda khilafah terus dilakukan. Kelompok pengusung khilafah yang sudah secara resmi dibubarkan diketahui juga mencoba eksis, termasuk melalui forum akademis. Bukti pamflet yang beredar dengan atribut sebagai Jubir HTI menunjukkan bahwa meskipun sudah dilarang pemerintah mereka tetap mencoba untuk eksis," terangnya.
Lebih lanjut, Stanis juga memaparkan munculnya narasi-narasi yang cenderung menyudutkan pemerintah dengan menggunakan isu kebangkitan komunis. Narasi ini sangat marak di media sosial.
Dilihat dari sumber penyebar narasi tersebut, kata dia, tidak jauh berbeda dengan sumber propaganda hal yang sama pada saat Pilpres 2019. Kewaspadaan terhadap ancaman komunisme tentu tetap harus ada, namun jika kewaspadaan tersebut berujung kepada fitnah atau untuk mendeskreditkan pemerintah tentu tidak patut dan dapat dinilai ada motif tersembunyi.
"Sentimen SARA juga muncul pada saat pandemi Covid-19 ini. Sentimen ini dibangun bersamaan dengan isu TKA Tiongkok dan isu komunisme. Negara harus mewaspadai isu ini karena jika bisa menjadi trigger dari aksi yang lebih besar," pungkasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo. Menurutnya, secara politik memang ada celah bagi kelompok dan aktor yang melakukan propaganda untuk membuat kisruh dan kegaduhan.
"Ada kelompok kisruh yang kemudian melakukan teror, propaganda, itu menjadi katakanlah lebih kondusif memang, opurtinitinya ada, karena memang secara politik celahnya basah. itu memang secara politik lahannya basah. Misalnya tadi (Tema diskusi) kenapa Indonesia optimis versus Indonesia terserah. ini saya pikir sebuah ketegangan yang terjadi. Dua-duanya betul," tutupnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Romo Benny menyampaikan harapannya agar Indonesia tidak mudah dipecah belah oleh perbedaan kebudayaan atau keagamaan.
Baca SelengkapnyaIndonesia harus kuat dari berbagai upaya destabilisasi gencar dilakukan khususnya dari kelompok dan jaringan teror.
Baca SelengkapnyaSituasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu
Baca SelengkapnyaOrganisasi kelompok anti-Pancasila sudah dibubarkan, tapi sel-sel mereka masih terus bergerak di bawah tanah.
Baca SelengkapnyaUntuk membentuk ketahanan ideologi masyarakat, salah satunya dengan mendekati dan memberi arahan kepada para takmir masjid.
Baca SelengkapnyaTermasuk mengangkat isu Patung Yesus yang sebenarnya telah dibahas dan telah diselesaikan oleh unsur Forkopimda dan para tokoh di Intan Jaya.
Baca SelengkapnyaSetiap individu selayaknya bisa menjadi sosok yang menyebarkan kebaikan dan menjaga harmonisasi.
Baca SelengkapnyaPancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi
Baca SelengkapnyaMasyarakat dan Pemerintah diharapkan memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap gerakan kelompok terlarang.
Baca SelengkapnyaDinamika di elite politik masih aman selama masih dalam koridor demokrasi
Baca SelengkapnyaMa’ruf menyampaikan, media sosial dapat dimanfaatkan sejumlah pihak untuk memecah belah umat.
Baca SelengkapnyaJangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca Selengkapnya