Tolak Keterangan Ahli ITE Kubu Jumhur Hidayat, JPU Sebut Saksi Lampaui Keahliannya
Merdeka.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang perkara ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong dengan terdakwa Jumhur Hidayat. Sidang beragendakan mendengarkan keterangan dari saksi yang dihadirkan pihak terdakwa.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak keterangan dari saksi ahli ITE yang dihadirkan penasihat hukum Jumhur Hidayat. Jaksa menilai keterangan dari saksi sudah melampaui keahliannya.
Oleh karena itu, jaksa hanya akan menggunakan pendapat ahli ITE yang telah mereka hadirkan beberapa minggu lalu di persidangan.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Apa permintaan Ganjar-Mahfud di sidang sengketa? 'Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan pemungutan suara ulang untuk pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024 antara H. Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan calon nomor urut satu, dan H. Ganjar Pranowo dan Prof Mahfud MD selaku pasangan calon nomor urut tiga di seluruh tempat pemungutan suara di seluruh Indonesia, selambat-lambatnya pada tanggal 26 Juni 2024,' kata Todung.
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Apa yang diadukan kepada Ketua KPU? Ketua KPU Hasyim Asyari didalilkan lalai dan tidak cermat dalam menentukan serta menetapkan anggota KPU Kabupaten Puncak yang terindikasi sebagai anggota aktif partai politik.
Penuntut umum, pada persidangan sebelumnya (17/5) menolak keterangan dua saksi fakta dari kubu terdakwa. Seperti dikutip Antara, JPU beralasan keterangan saksi lebih mirip seperti pendapat ahli.
Terkait penolakan itu, Ketua Majelis Hakim Agus Widodo saat sidang meminta jaksa menuliskan keberatannya dalam tanggapan secara tertulis.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum terdakwa, Arif Maulana, mengatakan sikap jaksa justru merugikan pihaknya sendiri, karena penasihat hukum telah menghadirkan seorang ahli ITE yang kompeten sehingga penuntut umum seharusnya dapat menggali pendapat ahli lebih dalam terkait kasus Jumhur.
"Justru jaksa keberatan itu aneh ketika jaksa tidak menggunakan kesempatannya. Namun, itu hak mereka," kata Arif yang saat ini aktif menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta saat ditemui usai persidangan.
Sementara itu, Koordinator Tim Kuasa Hukum/Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) Oky Wiratama mengatakan pihaknya menghadirkan ahli ITE langsung dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
"Dalam konteks UU ITE yang paling ahli menurut kami adalah Kominfo. Beliau (ahli, red) salah satu bagian yang ikut dalam perumusan UU ITE," terang Oky.
Tim kuasa hukum Jumhur pada sidang di PN Jakarta Selatan menghadirkan Josua Sitompul yang saat ini aktif sebagai Koordinator Hukum dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo RI sebagai ahli ITE.
Dalam sidang yang berlangsung selama kurang lebih dua jam itu, Josua menerangkan beberapa isu, antara lain, pemaknaan isi Pasal 28 ayat (2) UU ITE, prosedur hukum memperoleh bukti elektronik, dan analisis terhadap suatu unggahan demi membuktikan adanya unsur pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE.
Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) didakwa oleh jaksa telah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.
Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dakwaan jaksa itu bersumber pada cuitan Jumhur di media sosial Twitter tertanggal 7 Oktober 2020. Isi cuitan itu, "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja.
Dalam cuitannya, Jumhur turut mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul "35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja".
Sidang untuk kasus Jumhur akan kembali berlangsung Senin (24/5) dengan agenda mendengar pendapat ahli dari tim kuasa hukum terdakwa.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saksi ahli Polda Jabar kurang memberikan keterangan yang membuat jawaban tidak berkembang.
Baca SelengkapnyaPengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) kembali menggelar sidang kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca SelengkapnyaMK kembali menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dengan pemohon pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud Md.
Baca SelengkapnyaArief Hidayat tak sepaham dengan apa yang disampaikan ahli tersebut
Baca SelengkapnyaArief Hidayat merasa dipermainkan pengacara dari PKB
Baca SelengkapnyaKubu Tom Lembong mengatakan seharusnya ahli yang hadir dalam persidangan mampu memberikan keterangan sebagai akademisi yang ahli.
Baca Selengkapnya