Tolak Perppu Ormas, massa demonstran geruduk DPRD Solo
Merdeka.com - Ratusan anggota ormas Islam dari berbagai elemen yang tergabung dalam Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), menggeruduk gedung DPRD Kota Solo, Jalan Adi Sucipto, Karangasem, Laweyan, Senin (17/7). Mereka berorasi menolak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 yang diterbitkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Para demonstran secara bergantian berorasi dengan pengeras suara di depan gedung Graha Paripurna. Sejumlah spanduk bernada kecaman terhadap munculnya Perppu pun dibentangkan.
"Perppu ini jelas melanggar HAM, ini jelas rezim diktator. Perppu ini diterbitkan hanya untuk menggebuk organisasi-organisasi yang selama ini kritis dan tak sejalan dengan pemerintah," ujar salah satu peserta aksi saat berorasi.
-
Siapa yang berdemo di DPR? Sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/7/2023).
-
Siapa saja yang ikut demo? Aksi demo kali ini sangat besar, melibatkan tidak hanya mahasiswa tetapi juga para komika seperti Arie Kriting dan Mamat Alkatiri yang ikut turun berdemo.
-
Siapa yang ikut demo? Pada Minggu (17/3), warga di sepanjang Jalan Godean, tepatnya di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman, bersama satuan Jaga Warga mengadakan arak-arakan dengan membawa banner.
-
Apa yang diminta oleh massa demo? Dalam aksinya, mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
-
Apa tujuan warga demo? Dilansir dari akun Instagram @merapi_uncover, mereka mengadakan arak-arakan itu dengan tujuan 'Mberot Jalan Rusak' di sepanjang Jalan Godean.
-
Dimana demo buruh berlangsung? Elemen buruh melakukan rasa di daerah Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
Ketua DSKS Muinuddinillah Basri mengatakan, semua penerbitan Perppu harus mengacu pada ukuran obyektif penerbitan Perppu oleh Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam putusan MK No 138/PUU-VII/2009.
Berdasarkan putusan MK tersebut, ada tiga syarat sebagai parameter adanya 'kegentingan yang memaksa' bagi Presiden untuk menetapkan Perppu. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
"Selain itu dalam putusan MK tersebut UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai. Kekosongan hukum tersebut, lanjut dia, tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," katanya.
Terkait pembubaran ormas, Muin menilai harus melalui proses hukum di pengadilan. Sementara dalam Perppu ini, pembubaran ormas dilakukan pemerintah setelah adanya tahapan pemberitahuan surat peringatan (SP), kemudian penghentian kegiatan ormas dan pencabutan status badan hukum ormas sekaligus dinyatakan bubar (Pasal 62 dan 80A).
"Negara menjamin hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul dalam menyampaikan pendapat baik lisan, atau tulisan sebagaimana amanat dari UUD 1945 Pasal 28E dan UU HAM No 39 Tabun 1999 Pasal 24," tandasnya.
Lebih lanjut Muin mengungkapkan, Perppu ini memuat juga tentang pidana, yang tercantum dalam BAB XVIIA. Disebutkan bahwa anggota dan pengurus ormas melanggar Perppu ini bisa dipenjara serendah rendahnya 6 bulan dan setinggi-tingginya seumur hidup.
"Kami meminta Presiden Jokowi menunda pemberlakuan Perppu ini atau menghindari korban adanya pembubaran ormas yang kritis terhadap pemerintah. Kecuali terhadap ormas yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Kepada Ketua dan anggota DPR RI agar menolak Perppu menjadi undang-undang. Kami mengingatkan pemerintah bahwa penguasa menjalankan amanah rakyat akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah agar tidak memggunakan kewenangan untuk melakukan kezaliman," tandasnya. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Demo ini menuntut DPR agar tidak mengesahkan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaMassa pendemo yang murka nekat merobohkan tembok dan pagar Gedung DPR saat berunjuk rasa menolak revisi UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaKehadiran mereka disambut sejumlah mahasiswa yang masih bertahan di sekitar gedung DPR/MPR.
Baca SelengkapnyaPengunjuk rasa dari berbagai kelompok elemen masyarakat mengepung Gedung DPR untuk menolak pengesahan revisi UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaHingga malam hari, massa demonstran tolak Revisi UU Pilkada masih bertahan di depan Gedung DPR.
Baca SelengkapnyaMereka meneriakkan yel-yel meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk mundur dari jabatannya dan segera pulang ke kampung halaman Solo.
Baca SelengkapnyaRatusan mahasiswa tiba-tiba menggeruduk gedung DPR, Jumat (17/5) sore.
Baca SelengkapnyaBarikade besi polisi tersebut berjarak sekitar 10 meter di bagian dalam gerbang yang roboh.
Baca SelengkapnyaAksi demonstrasi di depan Gedung MPR DPR RI antara yang mendukung hak angket dan menolak ricuh.
Baca SelengkapnyaPara demonstran menyoroti putusan MK, upaya revisi UU Pilkada, Bawaslu, hingga statement Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadiala terkait raja Jawa.
Baca SelengkapnyaRatusan massa terdiri dari pelbagai elemen masyarakat itu melakukan demonstrasi di depan gedung DPR sejak Kamis (22/8) pagi.
Baca SelengkapnyaSituasi unjuk rasa menolak pengesahan revisi UU Pilkada di Gedung DPR, Jakarta, mulai memanas.
Baca Selengkapnya