Tolak Rekomendasi Ombudsman Soal TWK, KPK Seolah Mengakui Cacat Administrasi
Merdeka.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari menilai tuduhan yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ombudsman hanya untuk membela diri dari kesalahan dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut Feri, pernyataan yang dikeluarkan KPK melalui Nurul Ghufron seolah menyadari adanya kesalahan dalam proses TWK. Menurut Feri, tak ada bantahan dari Ghufron saat menggelar jumpa pers pada, Kamis 5 Agustus 2021 kemarin.
"KPK sama sekali tidak membantah institusinya melanggar administrasi atau tidak. Sehingga bukan tidak mungkin ini pengakuan KPK telah melakukan cacat administrasi, namun untuk membela diri dinyatakanlah ORI juga melakukan cacat administrasi," ujar Feri dalam keterangannya, Jumat (6/8).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Apa yang di periksa KPK? 'Yang jelas terkait subjek saudara B (Bobby) ini masih dikumpulkan bahan-bahannya dari direktorat gratifikasi,' kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung KPK, Kamis (5/9).
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
Dalam keterangan yang disampaikan Ghufron, KPK menyatakan tak akan menjalankan tindakan korektif dari Ombudsman. Menurut Feri, alih-alih KPK taat administrasi, Nurul Ghufron malah menuduh ORI tidak mematuhi aturan sendiri.
Feri menyebut, Nurul Ghufron mengatakan bahwa dalam ketentuan Pasal 15 Peraturan ORI Nomor 48 Tahun 2020 jo Peraturan ORI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan itu yang harusnya melakukan permintaan klarifikasi kepada KPK adalah Keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan ORI.
Menurut Feri, Nurul Ghufron berpendapat cacat administrasi kalau klarifikasi dilakukan oleh salah satu pimpinan ORI.
"Di sini terlihat KPK hendak melarikan perdebatan jauh dari substansi, yaitu benarkah KPK melakukan maladministrasi dalam penyelenggaraan TWK? Kesan yang hendak ditimbulkan seolah-olah ORI yang melanggar administrasi kok memeriksa KPK yang melanggar administrasi pula," kata Feri.
Feri berpandangan KPK dan pimpinannya tidak membaca utuh peraturan terkait dengan Ombudsman RI. Dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI diatur bahwa salah satu fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman itu adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotocopy dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan dan instansi terlapor.
Dalam menyelengarakan fungsi, tugas dan kewenangannya berdasarkan Pasal 12 UU ORI tersebut, Ombudsman dibantu asisten. Sehingga kewenangan melakukan klarifikasi yang dilakukan oleh keasistenan bidang pemerikasaan berdasarkan Pasal 15 Peraturan Ombudsman yang dikutip Nurul Ghufron lebih karena ketidakpahaman Ghufron bahwa yang berwenang sesungguhnya adalah pimpinan Ombudsman yang mendelegasikan kepada asisten.
Menurut Feri, secara undang-undang, klarifikasi meeupakan kewenangan pimpinan Ombudsman dan asisten hanya membantu tugas dan kewenangan pimpinan Ombudsman tersebut.
"Jadi hal itu bagi saya bukan karena ketidakmengertian Nurul Ghufron terhadap konsep administrasi dan hukum administrasi, tapi lebih mirip sebagai alasan yang dicari-cari terhadap berbagai kealpaan administrasi yang dilakukan KPK dalam melaksanakan TWK. Sudah dicari-cari ternyata malah tidak membaca peraturan seutuhnya," kata dia.
KPK: Pendapat Ombudsman soal BKN Tak Kompeten dalam TWK Bertentangan Hukum
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan, temuan Ombudsman terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK bertentangan dengan hukum. Termasuk pernyataan Ombudsman yang menyebut Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak kompeten dalam pelaksanaan TWK.
"Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/8/2021).
Dalam temuannya, Ombudsman menyebut BKN tidak memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan TWK pegawai KPK. Menurut Ombudsman, BKN tidak memiliki alat ukur instrumen dan asesor untuk melaksanakan asesmen tersebut. Ombudsman menilai, yang dimiliki BKN hanya terkait seleksi calon ASN atau CPNS, bukan untuk peralihan status pegawai menjadi ASN.
Menurut Ombudsman, BKN malah mengambil dan menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi TNI AD yang mendasarkan pelaksanaannya peraturan panglima 1708 tahun 2016 untuk di lingkungan TNI dan BKN tidak menguasai salinan aturan tersebut.
Alih-alih menolak pelaksanaan TWK lantaran tak menguasai, BKN malah mengundang lima lembaga yang menjadi asesor, yakni Dinas Psikologi TNI AD, BNPT, BIN, Pusintel TNI AD, dan BAIS. Seharusnya, kalau BKN tak memiliki kompetensi dalam alih status pegawai, BKN harus menyampaikannya kepada KPK soal ketidakmampuan tersebut.
Atas dasar itu, Ghufron menyatakan pihaknya keberatan dengan laporan hasil akhir Ombudsman yang menyatakan ada pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK.
"Kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," ujar Ghufron.
Ghufron menyatakan, temuan Ombudsman yang menyebut adanya maladministrasi dalam pelaksanaan TWK tidak berdasar bukti dan hukum. Oleh karena itu, Ghufron menyebut pihak KPK akan mengirimkan surat keberatan tersebut kepada Ombudsman.
"Kami akan sampaikan surat keberatan sesegera mungkin besok pagi ke Ombudsman," kata Ghufron.
Pernyataan Ghufron ini kembali ditegaskan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. Menurut Ali, KPK sudah menyerahkan surat keberatan tersebut kepada Ombudsman.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, pagi ini surat keberatan KPK atas LHAP dimaksud sudah diserahkan kepada Ombudsman RI," kata Ali.
3 Dugaan Pelanggaran TWK
Ketua Ombudsman Mokh Najih menyebut, setidaknya terdapat tiga dugaan pelanggaran yang ditemukan Ombudsman dalam proses TWK yang akan memecat 51 pegawai KPK per November 2021.
Tiga hal yang diduga dilanggar dalam pelaksanaan TWK yakni terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN, kedua pada proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan ketiga pada tahap penetapan proses asesmen TWK.
Najih menyebut, setidaknya terdapat tiga dugaan pelanggaran yang ditemukan Ombudsman dalam proses TWK yang akan memecat 51 pegawai KPK per November 2021.
Tiga hal yang diduga dilanggar dalam pelaksanaan TWK yakni terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Kedua pada proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN serta ketiga pada tahap penetapan proses asesmen TWK.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sistem yang ada di sana (KPK) diobrak-abrik oleh pimpinan KPK makanya saya menganggap hebat ini karena dia bisa mengubah sistem.
Baca SelengkapnyaPara pelapor menduga adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Anwar Usman saat menggelar konferensi pers pada 8 November 2023 lalu, pascaputusan MKMK.
Baca SelengkapnyaKusnadi berada di lantai dasar ketika Hasto sedang menjalani pemeriksaan
Baca SelengkapnyaKPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaAnwar Usman menjawab laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia terkait dugaan nepotisme.
Baca SelengkapnyaPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat maju capres dan cawapres berbuntut panjang
Baca SelengkapnyaTodung menyampaikan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa prapencoblosan hingga setelah pencoblosan.
Baca SelengkapnyaKetua KPK menilai putusan sela yang membebaskan Gazalba Saleh menunjukkan kekacauan dalam sistem peradilan.
Baca SelengkapnyaMeski sudah mengetahui skenario itu, Anwar mengklaim dirinya tetap berbaik sangka.
Baca SelengkapnyaPDIP menyarankan pembuktian kesaksian mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal dugaan intervensi Presiden Jokowi di kasus E-KTP.
Baca SelengkapnyaAnwar Usman dicopot sebagai Ketua MK karena melanggar etik berat. Sebagai gantinya, Suhartono ditunjuk sebagai Ketua MK periode 2023-2028
Baca SelengkapnyaKPU diduga membatasi tugas pengawasan Bawaslu seperti yang diatur dalam Pasal 93 huruf d angka 4 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Selengkapnya