Tragis, seumur hidup berjuang, Tan Malaka tak ikut Proklamasi RI
Merdeka.com - Selama puluhan tahun Tan Malaka memimpikan Indonesia merdeka. Meski berada di luar negeri karena dibuang oleh Belanda, Tan Malaka tak henti-hentinya memikirkan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pemikiran dan ide perjuangannya ditulisnya menjadi artikel dan kemudian dibaca para aktivis pergerakan kemerdekaan di tanah air. 'Naar de Republiek Indonesia alias 'Menuju Republik Indonesia' yang ditulis Tan pada 1925 dan Massa Aksi yang ditulis pada 1926, menjadi salah satu rujukan aktivis kemerdekaan di tanah air saat itu.
Karenanya, tak heran nama Tan Malaka sangat terkenal dan menjadi idola para aktivis kemerdekaan saat itu. Meski pada Agustus 1945, Tan Malaka telah berada di Jakarta, nyatanya 'Bapak Republik Indonesia' itu tak terlibat secara langsung dalam Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Kenyataan itu menjadi penyesalan mendalam bagi Tan Malaka.
-
Dimana Tan Malaka lahir? Lahir di Pandam Gadang, Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, ia merupakan tokoh pertama penggagas wacana Republik Indonesia.
-
Bagaimana Tan Malaka berpendapat tentang Revolusi Indonesia? 'Revolusi Indonesia sebagian kecil menentang sisa-sisa feodalisme dan sebagian yang terbesar menentang imperialisme Barat yang lalim ditambah lagi oleh dorongan kebencian bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang menggencet dan menghinakan mereka'.
-
Apa yang Tan Malaka pikirkan tentang revolusi? 'Revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai keadaan'.
-
Apa rumah masa kecil Tan Malaka? Berbentuk Rumah Gadang Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Kapan Hari Kemerdekaan RI ke-79? Tak terasa sebentar lagi kita akan merayakan HUT Kemerdekaan RI ke-79.
-
Kapan 17 Agustus diperingati? Agustus merupakan bulan bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Kemerdekaan negeri ini dideklarasikan pada 17 Agustus.
"Rupanja sedjarah Proklamasi 17 Agustus tiada mengizinkan saja tjampur tangan; hanja mengizinkan tjampur djiwa sadja. Ini sangat saja sesalkan! Tetapi sedjarah tiada mempedulikan penjesalan seseorang manusia, ataupun segolongan manusia," kata Tan Malaka dalam bigrafinya 'Dari Penjara ke Penjara Jilid III.'
Absen dalam Proklamasi Kemerdekaan RI bukanlah kemauan Tan Malaka. Sang Patjar Merah sesungguhnya telah bolak balik dari Banten-Jakarta untuk menghadiri rapat pemuda yang membahas soal kemerdekaan. Tan Malaka yang saat itu menyamar dengan nama Ilyas Hussein didaulat sebagai wakil pemuda Banten.
Dalam buku 'Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia' Karya Harry A Poeze dituliskan, masa lalu Tan Malaka yang panjang sebagai orang buangan dan terus menerus dalam bayang-bayang penangkapan polisi rahasia negara imperialis, membuatnya amat berhati-hati. Tan tak mudah mempercayai orang karena mata-mata musuh yang mencarinya ada di mana-mana.
Apalagi saat itu fasis Jepang telah mendapat informasi soal keberadaan Tan Malaka di Jawa. Sementara, orang yang mengaku-ngaku sebagai Tan Malaka alias Tan Malaka palsu saat itu banyak beredar. Hal itu semakin membuat Tan Malaka berhati-hati dan menutup rapat-rapat identitas aslinya.
Di Jakarta Tan Malaka mengenal dan bertemu dengan para tokoh pemuda radikal seperti Soekarni, Chaerul Saleh dan BM Diah. Tan mempelajari semangat dan sifat para pemuda itu. Intinya para pemuda tak sepakat dengan golongan tua, yakni Soekarno-Moh Hatta dkk terkait kemerdekaan RI dengan campur tangan Jepang.
Bagi mereka, kemerdekaan Indonesia harus lepas dari bau Jepang. Dalam pertemuan dengan Soekarni dkk, Tan Malaka memaparkan soal ide-ide, wawasan dan pemikirannya. Hal itu membuat para pemuda terkagum-kagum sekaligus bertanya-tanya siapa sebenarnya Ilyas Hussein itu. Tak mungkin seorang pekerja biasa di tambang romusha, Bayah, Banten, memiliki pengetahuan yang begitu luar biasa.
Soekarni yang sesungguhnya adalah pengemar Tan Malaka, bahkan menilai apa yang dibicarakan, pemikiran dan analisis politik Ilyas Hussein sama dengan semua isi buku Tan Malaka. Karena itu dia ragu kepada Hussein. Soekarni takut kalau-kalau Hussein adalah adalah seorang agen atau mata-mata Jepang yang hendak merusak perjuangan kemerdekaan para pemuda.
Pada 14 Agustus 1945, Tan Malaka datang ke rumah Soekarni. Saat itu Soekarni amat sibuk dan banyak pemuda yang keluar masuk rumahnya. Tan tak mengetahui apa yang tengah dipersiapkan Soekarni. Saat berbicang, Tan mengeluarkan analisisnya soal konstalasi dunia saat itu dan kemerdekaan Indonesia sudah dekat. Soekarni amat terkesima atas analisis Tan. Usai berbincang, Soekarni lantas pergi dan meminta Tan tinggal di asrama belakang rumahnya.
Belakangan diketahui Soekarni dkk rupanya tengah mempersiapkan penjemputan paksa terhadap Soekarno-Hatta menuju Rengasdengklok untuk membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
"Waktu djauh malam sdr Soekarni pulang sebentar. Tetapi sesudah itu saja tiada melihat mukanja lagi sampai lebih kurang satu setengah bulan sesudahnya Proklamasi. Dengan putusnja perhubungan dengan sdr Soekarni dan Chaerul Saleh djustru satu hari sebelum Proklamasi sampai satu setengah bulan sesudahnja Proklamasi maka putuslah pula perhubungan saja dengan cara pemuda jang kiranja sepaham dengan saja," kata Tan Malaka.
Beberapa bulan kemudian, akhirnya Soekarni dkk mengetahui Ilyas Hussein adalah Tan Malaka, orang yang menjadi idola mereka. Tan dan Soekarni dkk lantas berkolaborasi dalam revolusi Indonesia salah satunya membentuk Persatuan Perjuangan (PP) yang menjadi oposisi pemerintahan Sjahrier.
Seperti kata Tan, sejarah rupanya tak mengizinkannya campur tangan dalam Proklamasi 17 Agustus 1945.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tan Malaka adalah seorang tokoh sejarah yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaChaerul Saleh adalah salah satu golongan muda yang ikut berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaIa terlibat dalam perlawanan kebijakan pemerintah lalu bergabung dengan PRRI.
Baca SelengkapnyaBngsawan yang lahir di Madura ini adalah pembela rakyat kecil.
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaSaat para pemuda menantangnya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Sukarno menolaknya. Dia memilih tanggal 17 Agustus. Apa makna di baliknya?
Baca SelengkapnyaMenkumham Yasonna H Laoly merespon wacana dwi kewarganegaraan untuk diaspora yang tengah mencuat. Dia menyinggung isi Sumpah Pemuda.
Baca SelengkapnyaSosok ini bergerak masif di bawah tanah untuk mengajak rakyat melawan penjajah.
Baca SelengkapnyaKehadiran Reza Rahadian ini mengejutkan publik karena selama ini dia dikenal enggan terlibat dalam urusan politik.
Baca SelengkapnyaPutusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden merupakan tragedi.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi terkait capres dan cwapres tidak terlibat dalam kasus pelanggaran berat
Baca Selengkapnya