Trauma Korban Tragedi Kanjuruhan: Kepikiran Jerit Tangis Anak Kecil Minta Tolong
Merdeka.com - Kaki kiri Satria Bagas (20) terbungkus gips hingga batas lutut, sementara kaki kanannya menyisakan luka robek yang belum sepenuhnya mengering. Remaja Jalan Gatot Soebroto Kota Malang itu mengalami patah tulang kering saat berusaha menyelamatkan diri dalam Tragedi Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10).
Bagas terjebak dalam tumpukan manusia yang saat itu bersama-sama berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan. Tubuhnya terjungkir dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas, tanpa bisa bergerak.
Sekitar 30 Menit, dia mengaku terkunci dan tidak bisa bergerak. Kedua kakinya menyilang berhimpitan dengan pagar besi tangga menuju Pintu 13. Kepalanya juga dalam posisi miring terdesak oleh tubuh orang lain.
-
Siapa yang cedera? Dalam laga ini, Spalletti menurunkan Calafiori sejak awal. Namun, di babak kedua, ia mengalami kontak fisik ketika Alessandro Bastoni melakukan tekel terhadap Osumane Dembele, yang membuatnya tidak dapat melanjutkan pertandingan.
-
Dimana korban disekap? Penyidik Satreskrim Polres Lampung Utara, Lampung, segera merampungkan berkas enam tersangka penyekapan dan perkosaan siswi SMP inisial NA (15).
-
Siapa yang mengalami cedera? Hal ini disebabkan oleh cedera yang dialami Riccardo Calafiori, yang telah dipulangkan kembali ke Arsenal.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Dimana gerbong kereta maut dikurung? Gerbong-gerbong ini bukanlah gerbong penumpang, melainkan gerbong barang berbahan baja tanpa ventilasi udara. Gerbong-gerbong itu ditutup rapat dan digembok dari luar oleh tentara Belanda. Kereta kemudian berangkat dari Stasiun Bondowoso menuju Surabaya pada pukul 07.30.
-
Apa yang terjadi pada korban? Korban pun akan terpanggang di dalamnya. Sebagai bagian dari desain hukuman yang kejam, saat perunggu yang panas membakar korban dan membuatnya berteriak.
"Saya di clempitan sini. Enggak bisa bergerak sekitar 30 menit. Enggak bisa ngapa-ngapain. Leher sakit, karena jatuhnya gini (kepala miring)," kisah Bagas menunjuk sebuah foto pagar tangga roboh di Pitu 13 Stadion Kanjuruhan Malang.
Tidak tahu yang harus dilakukan, Bagas mengaku panik apalagi dengan teriakan orang-orang di sekitarnya yang terus meminta tolong. Sementara Bagas dengan posisinya saat itu hanya terdiam sambil menata pernapasannya.
Karena memang lokasi tempatnya terjebak begitu sempit, apalagi dengan posisi terjungkir. Pengap dan jalan napasnya terganggu.
"Saya tarik napas, saya tiup lewat mulut, sambil terus gini (gerakan tangan berzikir)," akunya.
Bagas bisa terlepas dari himpitan, ketika Aremania menarik seseorang di atasnya. Seketika itu sekelompok orang terjatuh dan terlepas, termasuk Bagas.
Tetapi saat hendak mencoba berdiri ternyata tidak bisa. Bagas mengaku menangis kesakitan, sebelum kemudian teman ayahnya mengenalinya dan memberikan pertolongan.
"Habis itu enggak sadar, sadar-sadar sudah di Rumah Sakit Wava Husada," tuturnya.
Selama kondisi darurat di RS Wava Husada, Bagas merasa tidak mendapatkan tindakan medis apapun, kecuali hanya kain celananya disobek di bagian kaki yang terluka.
Keluarga membawanya pulang dari RS Wava Husada, Minggu (2/10) pagi. Kemudian esok harinya, Senin (3/10) baru dibawa ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.
Kehilangan Teman
Bagas berangkat bersama lima orang temannya menuju Stadion Kanjuruhan. Mereka berpisah posisi duduk, sementara Bagas memilih berada di tribun 12 atau tribun selatan.
Saat kondisi ricuh gas air mata ditembakkan polisi beberapa kali. Bagas pun berlari menyelamatkan diri saat tembakan gas air mata jatuh tepat di depan posisinya berdiri. Semua penonton panik, termasuk Bagas hingga berlarian menuju pintu 12 dan 13.
"Gas air mata itu jatuh di depan kakiku. Saya lari ke atas, lari ke kiri mau turun, lari ke kanan lagi, enggak bisa turun. Terus dorong-dorongan itu," ujarnya.
Dia mengaku melihat beberapa ibu-ibu dan anak-anak kecil berteriak meminta tolong. Ia juga menyaksikan banyak mereka bertumpukan dan berdesak-desakan di lorong sempit dan curam.
Bagas sempat memberikan pertolongan kepada seorang ibu dan anak-anak. Tetapi kejadian itu begitu cepat dan tembakan gas air mata membuatnya juga harus berlari menyelamatkan diri.
"Aku sempat nolongin dia. Posisi di tribun 12. Di belakang paling atas. Bawa anak kecil, kasihan. Anaknya nangis terus, saya kepikiran," katanya.
"Enggak tahu keadaannya sampai sekarang. Dia sempat nangis minta tolong, nangisnya minta tolong ke saya. Sampai sekarang masih kepikiran," katanya.
Bagas juga mengaku tidak mengetahui kondisi teman-temannya yang saat itu berangkat bersama-sama. Namun belakangan diperoleh kabar kalau dua teman perempuannya menjadi korban, satu meninggal dunia dan satu lagi masih menjalani perawatan.
"Satu teman meninggal dunia, dia perempuan," tegasnya.
Sering Ingat Kejadian
Bagas mengalami trauma psikis dan selalu terbayang-bayang kejadian Sabtu (1/10) itu. Saat malam tiba, mengaku susah tidur dan menangis sendiri. Ia kerap mendengar teriakan anak-anak dan perempuan minta tolong.
"Enggak bisa tidur. Setiap malam enggak bisa, selalu kedengaran orang-orang nangis, kepikiran terus kejadian itu. Sampai sekarang masih kepikiran, kayak kebayang-bayang waktu kejadian," katanya dengan tatapan kosong.
Dia selalu teringat bagaimana berusaha menyelamatkan diri dan kebingungan melihat orang di depannya butuh pertolongan. Bayangan itu kerap datang dan membuatnya bersedih, terutama saat usai melihat video yang banyak beredar luas.
"Ingat yang teringat nyelamatin diri sendiri. Nyelamatin orang. Enggak sempat nyelamatin, karena jadi korban. Enggak menyangka separah itu kejadiannya," ungkapnya.
Bagas kini masih harus beristirahat total karena belum bisa duduk sempurna, apalagi berdiri. Kaki kirinya harus diganjal bantal agar dapat nyaman dan tidak kesakitan saat bersandar.
"Kayak geringgingen (kesemutan) yang kaki kanan bawah, yang kiri mati rasa," akunya.
Bagas menjalani rawat jalan di RSSA dan secara rutin harus kontrol. Ia juga mendapat kunjungan medis dari tim trauma healing.
"Kepengen sembuh saja. Bisa kerja lagi," kata karyawan sebuah kafe ini.
Bagas sendiri mengaku begitu mencintai olah raga sepak bola, khususnya Arema FC. Sehingga suatu saat nanti, menyimpan keinginan untuk tetap menyaksikan pertandingan tim kesayangannya itu berlaga di Stadion.
"Pengin nonton, suka saja, cinta, apalagi Arema. Semoga nggak ada kejadian lagi kayak gini, kasihan banyak korbannya," katanya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelepasan kaleng berlangsung dramatis selama kurang lebih 10 menit.
Baca SelengkapnyaAnak itu merupakan penumpang KRL Rangkasbitung Nomor 1720 relasi Tanah Abang-Rangkasbitung.
Baca SelengkapnyaKejadian berawal saat korban duduk main handphone di tembok jembatan saluran air.
Baca Selengkapnya