Tuntun dan Nepa, maestro seni Berko yang kini tak punya apa-apa
Merdeka.com - Menyandang gelar maestro Seni Berko, seni sakral dan langka di Jembrana, Bali, tidak lantas membuat pasangan suami istri yang sudah renta, Nengah Tuntun (95) dan Ni Ketut Nepa (90), hidup berkecukupan.
Mereka justru terbelenggu kemiskinan. Kakek nenek asal Lingkungan Pancar Dawa, Kelurahan Pendem, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali ini merupakan seniman Berko yang masih tersisa saat ini. Seni Berko merupakan kesenian tari sakral asli Jembrana, yang memadukan gamelan (musik) dari bambu dan gamelan perunggu, kemudian dipadukan dengan tarian yang indah.
"Dulu waktu zaman penjajahan, sekitar tahun 1925, kesenian ini sempat berjaya. Saya bersama suami sering tampil keliling ke desa-desa. Bahkan sampai ke puri (keraton) dan kadang diundang oleh pemerintah Jepang," kata Nepa menuturkan kisahnya sebagai seorang penari Berko saat ditemui di rumahnya, Senin (21/3).
-
Siapa yang berjuang untuk pendidikan di Indonesia? Melalui kerja keras dan pengorbanannya, maka ada banyak generasi yang berhasil terlepas dari kebodohan.
-
Kenapa gaji guru di Indonesia rendah? Pertimbangannya, pendapatan yang dianggap tidak cukup mensejahterakan kehidupan.
-
Bagaimana cara guru TK di Rembang mendapatkan penghasilan tambahan? Elvi pun berjuang menambah penghaslian dengan menjadi pemain ketoprak. Waktu mengajar pagi hari hingga pukul 10 pagi membuat Elvi leluasa untuk menggeluti bakatnya sebagai pemain ketoprak.
-
Di mana Kika dan Jema kuliah? Baik Kika maupun Jema tengah menjalani studi di Bandung, Jawa Barat.
-
Siapa yang mendorong pengikutnya belajar jemparingan? Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, mendorong pengikutnya belajar memanah sebagai sarana membentuk watak ksatria.
-
Siapa yang punya bakat seni? Terlihat jelas bahwa ia mewarisi bakat besar dalam dunia seni dari ibunya yang terkenal, Kris Dayanti.
Mantan penari di Bali ©2016 merdeka.com/gede nadi jaya
Menurut Nepa, pada saat pendudukan Jepang antara 1942 sampai 1945, penjajah asal Negeri Matahari Terbit itu sangat menggemari kesenian ini. Nepa dan suaminya tergolong seniman paling laris kala itu.
"Pada zaman itu kami tidak memikirkan upah menari, yang penting kami bisa tampil menari, kami sudah puas. Tapi kadang-kadang ada yang memberi kami uang atau beras sebagai imbalan," ujar Nepa dibenarkan suaminya dengan bahasa Bali halus.
Sayang, lanjut Nepa, memasuki era 1970-an, kesenian itu mulai meredup dan makin tenggelam pada 1980. Sebabnya lantaran tidak ada perhatian dari pemerintah.
Mantan penari di Bali ©2016 merdeka.com/gede nadi jaya
"Tapi kami berdua di rumah masih suka mengajarkan tari Berko ini kepada generasi muda, meskipun kami tidak dibayar. Kami ingin kesenian ini bangkit kembali," ucap Nepa.
Sedemikian besarnya pengabdian dua pasutri ini buat membangkitkan seni Berko di Jembrana, di hari tuanya justru mereka terbelenggu dengan kemiskinan. Rumah satu-satunya sebagai tempat berteduh pasutri ini hanya berukuran kecil, tidak lebih dari 4x6 meter. Rumah itu hanya dibatasi dinding bambu sudah usang, dan berlantai semen tanah sudah mengelupas.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan bermain ketoprak, Elvi tak perlu meninggalkan rasa cinta terhadap anak didiknya.
Baca SelengkapnyaGuru yang dulunya penuh wibawa di ruang kelas kini harus berjuang mengais rezeki di tengah keramaian terminal.
Baca SelengkapnyaUsai mengajar, pemilik lembaga bernama Ida Susanti itu bergegas pulang untuk membuat basreng secara rumahan.
Baca SelengkapnyaBoneng kerap memerankan karakter hansip dalam film Warkop DKI yang dibintangi Dono, Kasino dan Indro. Sosok Boneng begitu populer di era 80 hingga 90-an.
Baca SelengkapnyaSampai saat ini di usianya yang senja, ia masih gigih untuk mengasah kemampuannya melengkingkan suara dalam melantunkan beluk.
Baca SelengkapnyaSosoknya benar-benar sabar menjalani kehidupan. Syarif pun tetap semangat mengajar ngaji anak-anak di kampungnya, meski kondisi tubuhnya kekurangan.
Baca SelengkapnyaApih Uta bersama rebabnya menolak punah digerus zaman.
Baca SelengkapnyaSeorang sinden asal Bojonegoro yang dulu sukses kini harus ngamen keliling pedesaan.
Baca SelengkapnyaPemilik akun @mukhlis_142 menceritakan kisah seorang bapak penderita stroke yang ia temui secara random.
Baca SelengkapnyaIa hendak menukar beberapa sendok dagangannya dengan sepiring nasi.
Baca SelengkapnyaNasib para tenaga pendidik di sebuah SMK di Ende berikut ini pun menuai rasa keprihatinan.
Baca SelengkapnyaCerita eks penyanyi dangdut yang lebih memilih jadi guru dan berbisnis bawang merah bersama suaminya.
Baca Selengkapnya