Ubah kebiasaan warga BAB di sungai, Anton bikin kredit jamban
Merdeka.com - Persoalan membuang hajat menjadi permasalahan tersendiri di wilayah Kecamatan Wonoasih, Probolinggo, Jawa Timur. Di daerah tersebut, warga masih membuang hajat di sungai. Kebiasaan membuang hajat di sungai ini sudah menjadi tradisi sejak lama. Bahkan di daerah Wonoasih, hampir tak ada rumah warga yang memiliki jamban.
Kebiasaan membuang hajat di sungai ini membuat hati Sulistyo Trianto Putro tergerak untuk melakukan perubahan. Anton, begitu biasanya dia dipanggil, adalah seorang tenaga kesehatan yang ditempatkan di Puskesmas Wonoasih, Probolinggo. Anton bekerja sebagai seorang sanitarian di puskesmas tersebut.
"Persoalan kebiasaan membuang hajat di sungai yang dilakukan oleh warga Wonoasih ini sangatlah memprihatinkan. Akibat dari kebiasaan itu, angka diare yang diderita oleh warga dan akhirnya pergi ke Puskesmas untuk berubah sangat tinggi. Selain itu lingkungan sungai pun mengalami pencemaran. Padahal daerah Wonoasih itu termasuk wilayah hulu sungai. Lha warga yang ada di hilir sungai itu sebagian masih ada yang menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci baju dan mencuci alat rumah tangga. Bisa dibayangkan bagaimana dampak jika masyarakat masih buang hajat di sungai," ujar Anton saat menjadi pembicara diskusi tentang air bersih dan sanitasi masyarakat di Wonosobo beberapa waktu lalu.
-
Kenapa warga kesulitan air bersih? Kekeringan tahun ini disebabkan oleh fenomena El Nino yang membuat curah hujan sangat rendah.
-
Apa kesulitan warga Grobogan dalam mencari air bersih? 'Nggak dapat ya tunggu, paginya lagi kan dapat ya. Kalau di sana itu lumayan deras sumbernya. Tapi kalau di sini cepat habis. Antrenya satu-satu,'
-
Bagaimana warga mengatasi kesulitan air di Jawa Tengah? Warga pun terpaksa mencari air di dalam hutan yang jaraknya mencapai satu kilometer dari desa mereka.'Kondisinya sudah berlangsung sebulan ini. Padahal kebutuhan air ini untuk memasak dan mandi,' kata Suratmi, salah seorang warga Desa Garangan yang terdampak kekeringan, dikutip dari kanal YouTube Liputan6 pada Rabu (18/9).
-
Mengapa warga Grobogan kesulitan mendapatkan air bersih? Krisis air bersih sudah berlangsung hingga berbulan-bulan. Kondisinya kian parah. Kehidupan warga makin susah.
-
Bagaimana cara mengatasi pencemaran sungai? Selanjutnya, contoh permasalahan lingkungan hidup yang perlu diwaspadai adalah pencemaran sungai. Sungai merupakan ekosistem air yang sudah sepantasnya selalu terjaga kebersihannya. Karena sungai merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Namun, sungai justru seringkali mendapatkan banyak bahan kimia yang dibuang sebagai limbah produksi. Akibatnya, ekosistem sungai sebagai habitat ikan dan sebagainya terancam rusak.
-
Kenapa warga Lebak kekurangan air bersih? Memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah di Banten mulai mengalami kesulitan air bersih. Di Kabupaten Lebak misalnya, warga sekitar terpaksa memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan mencuci pakaian hingga air minum.
Untuk mengubah kebiasaan warga dari yang biasanya membuang hajat di sungai menjadi membuang hajat di jamban, lanjut Anton, bukanlah hal yang mudah. Selain sudah menjadi kebiasaan, warga pun sebagian mengaku tidak punya uang untuk membuat jamban di rumahnya.
Untuk mengubah kebiasaan ini, Anton mengaku harus melakukan berulang kali penyuluhan. Bahkan, Anton harus bekerja sama dengan tokoh masyarakat di Wonoasih agar masyarakat mau mengubah dari yang biasanya buang hajat di sungai menjadi buang hajat di jamban.
"Ya berulang kali saya lakukan penyuluhan ke warga baru mereka pelan-pelan mau mengubah kebiasaannya. Saya buat mereka malu dulu tentang kebiasaan buang hajat di sungai. Pertama saya contohkan apabila warga punya gawe atau hajat mantu kemudian ada keluarga besan yang datang lalu kebelet buang hajat. Saya bilang ke warga bahwa apa gak malu jika keluarga besan tahu bahwa warga Wonoasih masih buang hajatnya di sungai?" terang Anton.
Anton menambahkan selain itu dirinya dalam setiap penyuluhan selalu memberikan contoh-contoh langsung ke masyarakat agar mereka mau berubah. Anton mencontohkan bahwa saat penyuluhan dirinya selalu membawa bekatul. Kemudian bekatul itu digunakannya untuk mencontohkan bentuk kotoran manusia.
"Bekatul kan warnanya sama kayak kotoran manusia. Warga saya kasih bekatul kemudian saya suruh jongkok seperti kalau pas buang hajat. Nah, bekatul itu kemudian saya suruh warga membentuknya seperti kotoran saat mereka buang hajat. Ada yang membuatnya besar adapula yang hanya kecil. Semua disesuaikan dengan biasanya mereka buang hajat seberapa banyak. Kemudian bekatul itu saya suruh ke warga untuk memasukkan sedikit ke air gelas kemasan kemudian diaduk. Saya tantang mereka apakah ada yang berani meminumnya. Ternyata ada beberapa warga yang berani meminumnya. Kemudian saya coba tantangan berikutnya yaitu bekatul coba dimasukkan ke dalam ember air yang biasa untuk menimba. Sebelumnya ember itu sudah saya isi air dan saya kasih kotoran manusia beneran. Begitu warga ada yang mencoba ternyata mereka tidak tahan dengan baunya. Kemudian saya kasih tahu bahwa kondisi sungai yang biasa digunakan warga buang hajat itu sama dengan air yang ada di ember, warga baru kemudian merasa jijik," papar Anton.
Anton menuturkan bahwa usai melakukan penyuluhan secara berkeliling, warga pun kemudian punya keinginan untuk mengganti kebiasaannya membuang hajat di sungai menjadi membuang hajat di jamban. Tetapi masalah baru kemudian muncul. Warga yang ingin mengubah kebiasaannya itu terkendala masalah uang untuk membuat jamban.
"Akhirnya saya pun berpikir. Kemudian saya coba membuat arisan jamban. Idenya ya karena warga saat itu sedang ramai-ramainya ikut arisan. Warga pun kemudian setuju. Akhirnya arisan jamban pun kemudian dibuat. Sekali pasok arisan sebesar Rp 25 ribu setiap minggunya. Tetapi akhirnya warga mengeluh. Karena kalau menggunakan sistem arisan lama. Mereka tidak langsung bisa punya jamban di rumahnya," urai Anton.
Anton menerangkan bahwa kemudian dirinya kembali berpikir bersama warga. Akhirnya tercetus ide untuk membuat kredit jamban. Kredit jamban ini mekanismenya apabila ada warga yang mau membuat jamban maka akan ditalangi dulu oleh Anton. Baru kemudian mereka mencicil kepada Anton.
"Untuk modal awal saya harus pinjam ke bank dulu. Modal atas nama saya dan jaminannya adalah barang milik saya. Dari modal pinjaman itu kemudian saya gunakan untuk melakukan program kredit jamban. Sekali membuat jamban biayanya Rp 1 juta. Kemudian warga bisa mencicilnya secara mingguan ataupun bulanan. Jika mingguan, cicilan seminggunya sebesar Rp 25 ribu. Sedangkan kalau bulanan, cicilannya Rp 100 ribu. Dengan sistem ini, warga bisa segera punya jamban di rumahnya masing-masing. Untuk sistem cicilannya saya yang menagih dan ada buku pembayarannya," ungkap Anton.
Sistem kredit jamban ini lalu dinamai oleh Anton dengan nama Sistem Inovasi Layanan Angsuran Jamban (Si Inol Aja). Dengan menggunakan model Si Inol Aja, saat ini hampir seluruh warga di Wonoasih saat ini sudah memiliki jamban di rumahnya dan meninggalkan kebiasaan buang hajat di sungai. Total pengguna layanan Si Inol Aja ada sekitar 4.000 kepala keluarga (KK) di Kecamatan Wonoasih, Probolinggo. Inovasi layanan publik Si Inol Aja bahkan dinobatkan sebagai inovasi layanan publik terbaik di Kotamadya Probolinggo di tahun 2016.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sampah plastik, sisa makanan, dan berbagai limbah rumah tangga lainnya menghambat aliran air di Kali Jatibaru.
Baca SelengkapnyaSampah yang menumpuk di area tersebut sebagian besar terdiri dari sampah rumah tangga.
Baca SelengkapnyaKali penuh sampah jadi pemandangan sehari-hari warga bantaran ciliwung di Tanah Abang
Baca SelengkapnyaPotret masyarakat bantaran sungai di Jakarta tahun 1976 dengan segala kesederhanaanya. Andalkan aliran sungai demi kebutuhan hidup.
Baca SelengkapnyaDaerah aliran sungai (DAS) Citarum Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, kini menjadi lautan sampah.
Baca SelengkapnyaKrisis air bersih menyebabkan warga Desa Karangasih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti memasak, mandi, hingga mencuci baju.
Baca SelengkapnyaKondisi ini sudah dialami warga selama sebulan terakhir.
Baca SelengkapnyaWarga Desa Sumberkare terpaksa menggunakan air sungai untuk berbagai kebutuhan.
Baca SelengkapnyaSejumlah pemuda Bangkalan bersih-bersih area jembatan Serdang dan kewalahan mengangkut gunungan popok bayi.
Baca SelengkapnyaCalon wakil gubernur Jakarta Rano Karno bicara mengenai masalah-masalah di wilayah Jakarta yang perlu diselesaikan.
Baca SelengkapnyaBRI terus berupaya mendorong perbaikan dan revitalisasi sungai di sejumlah wilayah di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKebiasaan masyarakat India untuk BAB sembarangan disebabkan oleh kekurangan WC atau toilet.
Baca Selengkapnya