Ujaran kebencian kelompok teroris kian masif di media sosial
Merdeka.com - Fenomena keberadaan Foreign Terrorist Fighter (FTF) dan ujaran kebencian (hate Speech) di dunia maya membuat penanganan tindak pidana terorisme harus ditingkatkan. Untuk itu perlu dibuat rumusan hukum secara komprehensif dalam menangani masalah ini.
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Arief Dharmawan menilai rumusan hukum dalam menangani FTF dan hate speech sangat penting. Sejauh ini, Indonesia belum punya instrumen untuk melakukan tindakan hukum.
"FTF belum bisa dihukum karena UU nya belum ada. Saat ini sedang berjalan revisi UU Nomor 15 tahun 2003, tapi belum tahu kapan selesainya. Saya berharap revisi cepat selesai dan segera menjadi UU. Jangan sampai kasus bom Thamrin terulang lagi, sementara kita belum memiliki instrumen hukum untuk menanganinya," ujar Arief, Senin (1/12).
-
Apa definisi terorisme menurut UU 5/2018? Sementara, menurut pasal 1 angka 2 perpu 1/2002 UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas serta menimbulkan korban yang bersifat massal.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Bagaimana cara mengatasi masalah pembajakan konten di Indonesia? 'Kegiatan ini merupakan langkah-langkah dan upaya penting bagi peran pemerintah dalam mendukung AVISI, industri streaming, dan industri perfilman agar dapat membangun pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menghormati hak cipta dan menghentikan penyebaran konten ilegal, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkualitas dalam mendorong pertumbuhan industri kreatif dan ekonomi digital di Indonesia,' kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia, Semuel Abrijani Pangerapan.
-
Bagaimana cara mencegah terorisme di Indonesia? Di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban terorisme ini, Anda bisa membagikan cara mencegah radikalisme di media sosial. Hal ini penting dilakukan agar tindakan terorisme bisa diminimalisir atau dihilangkan.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
Untuk membuat rumusan ini, BNPT melalui Kedeputian Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan telah menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang FTF dan hate speech dalam Penanganan Tindak Pidana Terorisme. FGD diikuti di antaranya dari Komisi III, Densus 88, Kejaksaan Agung, serta perwakilan International Centre For Counter Terrorism (ICCT) Christophe Paulussen, Sangita Jaghai, dan Rene Elkerbout.
Selain FTF, Arief mengungkapkan masih ada bahaya lebih besar yaitu ujaran kebencian. Menurutnya, ujaran kebencian terkait terorisme kini semakin beredar luar di media sosial.
"Hal ini harus disikapi secara tegas, karena banyak aksi terorisme yang diawali dari perkenalan pelaku di dunia maya," tuturnya.
Menurut Arief, rumusan hukum ini merupakan langkah antisipasi arus balik FTF. Apalagi ada seruan pimpinan ISIS kepada pengikutnya untuk melakukan aksi di tempat masing-masing tidak usah pergi ke Irak dan Suriah.
Dia menjelaskan, sebenarnya fenomena FTF ini bukan baru di Indonesia. Sebelumnya, banyak WNI pergi ke Afganistan 1986-1992 untuk melawan Uni Soviet. Ada 10 angkatan WNI yang dikirim Abdullah Sungkar, di antaranya Imam Hambali, Ali Gufron, Imam Samudera, Muklas, Umar Patek, Abdurrahman Ayyub, dan lain-lain.
Saat ini, ada 700 WNI terlibat perang di Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS dan Jabat Al Nusra. Jumlah ini memang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Eropa Barat (5.000 orang), Rusia (4.700 orang), Balkan (875 orang), dan Timur Tengah (8.240 orang).
"Meski jumlah tidak banyak, tapi banyaknya WNI yang bergabung ke ISIS tetap sebuah ancaman. Kita punya pengalaman buruk dengan mereka yang pernah bergabung di Afagnistan," tegas mantan Kapolres Temanggung dan Klaten ini.
Persoalan FTF, kata Arief, harus segera dicarikan jalan keluarnya karena bahaya terorisme selalu mengintai. Kondisi tersebut juga telah menjadi persoalan global, sehingga diperlukan sinergi antarnegara dan antarinstitusi tanpa harus saling intervensi antara satu dengan lainnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menjaga generasi muda dari radikalisasi memerlukan pendekatan komprehensif dan sinergi berbagai pihak. Termasuk keluarga, masyarakat, dan negara.
Baca SelengkapnyaMa’ruf menyampaikan, media sosial dapat dimanfaatkan sejumlah pihak untuk memecah belah umat.
Baca SelengkapnyaSelain literasi digital, Khofifah mengatakan upaya yang bisa ditempuh dalam rangka melawan ujaran kebencian adalah melakukan filter.
Baca SelengkapnyaHal tersebut disampaikan Rycko usai mengikuti peringatan tragedi kemanusiaan Bom Bali di Ground Zero atau Tugu Peringatan Bom Bali.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaPolisi melakukan patroli siber untuk menyisir akun-akun yang menyebarkan ujaran kebencian maupun informasi hoaks.
Baca SelengkapnyaIndonesia harus kuat dari berbagai upaya destabilisasi gencar dilakukan khususnya dari kelompok dan jaringan teror.
Baca SelengkapnyaTim Densus 88 Polri sedang mengusut proses rekrutmen jaringan terorisme melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaPentingnya menghormati kebebasan beragama dan tanggung jawab sosial dalam menjaga kehidupan plural di Indonesia
Baca SelengkapnyaMasyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.
Baca SelengkapnyaKonten negatif berupa berita bohong dan intoleransi dapat merusak keutuhan bangsa.
Baca SelengkapnyaGalih Loss ditangkap polisi karena konten bermuatan penistaan agama
Baca Selengkapnya