UNICEF Survei 4.000 Remaja Terkait Covid-19, 70 Persen Percaya Langkah Pemerintah
Merdeka.com - Rizky Ika Syafitri, Spesialis Komunikasi Perubahan Perilaku UNICEF mengatakan, pihaknya membuat survei terhadap anak-anak serta remaja terkait virus Covid-19 atau corona. Survei atau jejak pendapat yang mereka bikin melalui platform bernama 'you report' itu sudah ada lebih dari 100.000 yang bergabung.
"Kami melakukan jejak pendapat untuk mengetahui, satu apa sih pemahaman mereka sebenarnya tentang Covid-19, dari mana sih mereka mencari informasi tentang Covid-19, kemudian apakah mereka merasa berisiko, kemudian apakah mereka tahu bagaimana cara mencegah penularan," kata Rizky di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (11/4).
Dalam survei itu, ada juga sebuah pertanyaan tentang kepercayaan mereka terkait apakah pemerintah mampu menangani virus corona. Survei ini sendiri juga melibatkan hampir 4.000 responden laki-laki dan perempuan dengan usia dari 16-18 tahun.
-
Apa yang dilakukan chatbot kepada remaja itu? Seorang ibu di Florida, Megan Garcia, menggugat Character.AI, menuduh chatbot buatan perusahaan tersebut memulai interaksi yang tidak senonoh dengan anak remajanya yang berusia 14 tahun. Kemudian menyuruhnya untuk bunuh diri.
-
Bagaimana chatbot itu memulai interaksi? Dalam gugatan yang diajukan pada Selasa di Pengadilan Distrik AS di Orlando, menuduh chaboat itu telah lalai yang menyebabkan kematian dan penderitaan emosional seorang remaja. Setzer menggunakan chatbot yang diidentifikasi sebagai karakter 'Game of Thrones', Daenerys Targaryen. Keduanya terlibat percakapan seksual selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan bahkan menyatakan keinginan untuk berhubungan badan.
-
Robot apa yang bisa diajak bicara? Di samping itu, ada juga Figure AI yang menghadirkan 'Figure 01', humanoid serbaguna pertama yang dilengkapi dengan kemampuan berbicara dengan manusia.
-
Apa yang dilakukan dengan ChatGPT? Dalam postingan Tiktok yang diunggah oleh akun @/dillaressss, menunjukkan bahwa ia menggunakan Chat GPT untuk untuk melakukan percakapan seolah ia sedang berbicara kepada sang Ibu yang sudah meninggal.
-
Bagaimana ChatGPT bisa memberikan jawaban yang menyentuh? Dalam percakapan tersebut, pemilik akun meminta Chat GPT untuk memposisikan diri sebagai ibunya dan tidak disangka chatbot tersebut memberikan jawaban yang sangat menyentuh.
-
Apa yang dilakukan teknologi AI? Mengutip DailyMail, Jumat (6/9), dokumen ini menunjukkan bahwa perusahaan seperti Facebook, Google, dan Amazon mungkin menggunakan teknologi ini untuk menargetkan iklan kepada konsumen. Menurut presentasi yang bocor ini, perangkat lunak tersebut mampu menangkap data niat konsumen secara real-time dan mencocokkannya dengan data perilaku untuk membuat iklan yang lebih relevan.
"Dari sana kita mendapatkan temuan bahwa saat itu ya, Februari kondisinya kita bahkan belum mengumumkan bahwa ada kasus di Indonesia saat itu, yang cukup menarik adalah hampir 25 persen anak bahkan tidak tahu sama sekali tentang Covid-19 saat itu ya, hasil survei menunjukkan seperti itu. Kemudian mereka tahu gejalanya apa sebagian besar tapi tidak tahu cara pencegahan yang benar," jelasnya.
"Mereka menyebutkan misalnya 34 persen cuci tangan tapi tidak menyebutkan cuci tangan pakai sabun, kemudian temuan yang menarik lainnya adalah ternyata tingkat kepercayaan terhadap pemerintah cukup tinggi, 70 persen anak percaya bahwa pemerintah bisa menangani ini dengan baik. Kemudian temuan yang lain adalah sekitar 50 sampai 60 persen anak berpikir bahwa informasi yang diberikan saat itu bulan Februari untuk anak-anak belum mencukupi untuk membuat mereka bisa melindungi dirinya," sambungnya.
Dengan adanya hasil itu, kemudian UNICEF membuat chatbot. Namun, untuk menjawab pertanyaan tersebut, nantinya akan dijawab oleh robot secara otomatis dengan gaya bahasa anak-anak dan remaja.
"Mereka di sana bisa bertanya atau mendapatkan informasi tentang Covid-19 semua, gejalanya, cara pencegahannya bagaimana, dimana rumah sakit rujukan dan lain sebagainya," ujarnya.
Berdasarkan temuan itu, kemudian mereka melakukan kerjasama dengan pemerintah di bawah koordinasi Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19. Kerjasama itu dilakukan terhadap kantor staf presiden, BNPB dan Organisasi Masyarakat (Ormas) lainnya.
"Kita bekerja untuk mengembangkan sebuah website covid19.go.id dengan harapan anak-anak, masyarakat semua bisa mendapatkan informasi yang benar," ucapnya.
Agar tak ada lagi masyarakat yang menerima berita bohong atau hoaks terkait Covid-19. Menurutnya, hal ini bakal mempengaruhi kondisi psikologis anak.
"Jadi kita ingin pastikan anak-anak, remaja semua mendapat informasi yang benar, yang akurat, yang bisa dipakai buat mereka untuk melakukan aksi langsung untuk melindungi diri mereka," ungkapnya.
Survei Ulang di Bulan Maret
Setelah itu, pada Maret 2020 mereka melakukan survei ulang kembali. Survei itu untuk melihat apakah yang mereka lakukan selama ini mempunyai dampak untuk anak-anak atau tidak.
"Banyak indikator itu meningkat. Misalnya dari segi pengetahuan tentang pencegahan, pengetahuan tentang gejala, pengetahuan tentang cuci tangan dan lain sebagainya. Di survei atau jejak pendapat kedua ini kami tambahkan beberapa komponen termasuk pertanyaan tentang, menurut pengamatan mereka apakah orang-orang di sekitar mereka sudah menjaga jarak 1 meter itu," sebutnya.
"Sayangnya Menurut pengamatan mereka, 60 persen menjawab bahwa belum sepertinya menjaga jarak itu pesannya harus lebih diperkuat," tambahnya.
Kemudian, mereka juga bertanya apakah dalam tujuh hari terakhir ini anak-anak keluar rumah untuk kepentingan selain membeli makanan atau berobat. Dari survei itu, mereka menjawab iya dengan persentase 40 persen.
"Artinya larangan untuk berkumpul, larangan ketika bepergian atau di rumah saja pesan-pesan itu perlu diperkuat. Kita juga tanya perasaan mereka lewat emoji, jadi bagaimana perasaan anak-anak saat ini mereka menjawab dengan emoji sekitar 30 persen merasa cukup baik, cukup senang feelingnya begitu. Tapi 28 persen merasa tidak cukup baik sedih atau tidak senang begitu ya," tuturnya.
Tak hanya, mereka juga bertanya soal perasaan anak-anak dan remaja saat mendengar kabar atau perkembangan soal Covid-19.
"34 persen merasa takut, tapi 19 persen hampir 20 persen juga merasa penuh harapan. Saya pikir ini informasi yang luar biasa, informasi yang penting buat kita untuk dengar suara anak-anak untuk bisa kemudian merespon konsen mereka memberikan intervensi yang baik yang benar buat mereka semua," ujarnya.
Dengan adanya hal tersebut, ia ingin agar orang tua dapat menjadi atau memberikan contoh yang baik selama pandemi virus ini masih ada di Indonesia seperti mencuci tangan dengan sabun.
"Ketika bepergian pakai handsanitizer anak-anak akan melihat itu atau kalau terpaksa keluar rumah pakai masker, anak-anak akan mengikuti itu atau ketika batuk dan bersin tutup dengan siku anak-anak kemudian juga akan melihat dan mencontoh itu," ungkapnya.
Ia juga ini adanya solidaritas antar sesama dalam menghadapi pandemi atau wabah virus corona yang kini masih melanda Indonesia.
"Anak-anak sudah menjadi agen perubahan, jadi survei kemarin kita temukan anak-anak sudah 70 persen melakukan aksi, aksinya antara lain adalah membagikan informasi penting tentang pencegahan Covid-19, jadi tetap baik, solidaritas bantu tetangganya, bantu teman-temannya. Jadilah rol model, jadilah contoh untuk kita semua untuk bisa menghadapi wabah ini," tutupnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anak-anak berusia 3 hingga 5 tahun menunjukkan kepercayaan yang selektif berdasarkan keakuratan informannya.
Baca SelengkapnyaSurvei pada 2023 menunjukkan kesehatan mental generasi Z lebih rentan atau rapuh dibandingkan dengan generasi milenial dan boomers.
Baca SelengkapnyaPenelitian dari Amnesty Internasional menunjukkan bahaya dari konten TikTok, terutama untuk anak-anak dan remaja.
Baca SelengkapnyaTeknologi tersebut diyakini bisa memberikan pertolongan pertama psikologis untuk kondisi kesepian pada mahasiswa
Baca Selengkapnya