Upaya hukum apapun belum bisa ungkap kematian wartawan Udin
Merdeka.com - Lembaga hukum dan peradilan di Indonesia belum sepenuhnya berpihak dan membela kepentingan seorang jurnalis di negara ini. Pasalnya, kasus kematian Udin yang sudah selama 17 tahun sampai saat ini belum juga menemukan titik terangnya.
Berbagai elemen organisasi kewartawanan mulai dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independent (AJI) dan ormas lainya berupaya mendorong bergulirnya proses peradilan terhadap kasus kematian wartawan Bernas itu belum juga membuahkan hasil.
Mulai dari proses praperadilan, sampai proses eksaminisasi terhadap kasus itu sampai saat ini belum juga menjadikan kasus itu terang benerang dan memperoleh kepastian hukumnya.
-
Kenapa kasus Ida belum terungkap? “Keluarga korban tentu berharap kasus ini terang benderang dengan menangkap pelakunya. Polres Batubara diminta untuk lebih serius dalam menangani kasus ini. Kalau mampu tak mampu mengungkap, serahkan saja ke Polda Sumut,“
-
Siapa yang paling banyak menewaskan jurnalis? Serangan Zionis Israel ke Gaza telah menewaskan lebih banyak jurnalis dibandingkan konflik manapun sepanjang tiga dasawarsa terakhir, kata CPJ.
-
Di mana kasus pembakaran rumah jurnalis di Sumut terjadi? Peristiwa tragis yang merenggut nyawa satu keluarga ini terjadi pada Kamis dinihari (27/6) di Jalan Nabung Surbakti, Kabanjahe, Karo.
-
Dimana jurnalis paling banyak terbunuh? Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengatakan selama 12 bulan terakhir 128 jurnalis dan pekerja media telah tewas selama perang di Gaza.
-
Siapa yang menjadi korban dalam kasus pembakaran rumah jurnalis? Selain Rico, turut menjadi korban tewas yaitu istri Rico yang bernama Efprida boru Ginting (48), anak Rico yakni SIP (12), dan cucunya LS (3).
-
Siapa korban pembunuhan? Pelaku ditangkap oleh tim gabungan Resmob Polrestabes Semarang dan Jatanras Polda Jateng di hari yang sama dengan kejadian yaitu Senin (24/7). “Jadi kejadian jam 03.00 wib. Pelaku kami tangkap dalam pelariannya di Solo Jateng pukul 06.00 Wib.“
Berbagai upaya hukum yang dilakukan itu di antaranya, sebanyak enam pengacara mendampingi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Yogyakarta untuk menggugat praperadilan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakata (Polda DIY).
Keenam penasehat hukum adalah Ramdlon Naning, Lasdin Wlas, Saifudin, Kurnia Nuryawan, Maryantoan dan Dadang Ardani. Tim ini diberi nama Tim Advokasi Pencari Keadilan untuk Udin (TAPKU) mengajukan gugatanya ke PN Sleman.
Materi gugatan dengan akta permohonan pra peradilan bernomor 05/Akta.Pid.Pra/2013/PN.Slmn ini dilayangkan menyusul terkatung-katungnya kasus pembunuhan wartawan Harian Bernas, Udin atau Mohammad Syafrudin, 17 tahun yang lalu.
"Ini merupakan bentuk penghinaan dan sekaligus pelecehan dari penyidik terhadap profesi wartawan," tegas Ketua PWI Yogyakarta Sihono yang mendaftarkan gugatan itu di Pengadilan Negeri (PN) Sleman beberapa waktu lalu.
Dalam gugatan, penyidik Polda DIY dinilai mendiamkan kasus Udin sampai masa kadaluwarsa pada bulan Agustus 2014 mendatang. Namun, dalam kesaksian saat proses persidangan di PN Sleman yang menghadirkan saksi termohon, AKBP Juwandani Raharjo Puro, selaku Kasubdit I Direskrimum Polda DIY menyatakan bahwa polisi kesulitan untuk menemukan alat bukti yang cukup.
"Bahkan pada bulan Agustus 2013 Polda mengambil salinan persidangan Sri Roso Sudarmo, mantan Bupati Bantul di Mahmil Jakarta. Penyidik terpaksa meminta salinan putusan itu karena ada desakan kalau Sri Roso mengatakan akan memberi pelajaran kepada Udin atas berita yang ditulis,” ungkap Juwandi Raharjo Puro dalam kesaksinanya di persidangan permohonan praperadilan di PN Sleman, Kamis (23/1) silam.
Berdasarakan masukan itu, penyidik pun lantas melakukan pelacakan ke Mahmil. Tetapi saat surat itu diterima Polda DIY ternyata tak berisi keterangan pengancaman Sri Roso terhadap Udin.
"Sampai saat ini kami masih melakukan penyelidikan terkait kematian Udin. Apakah kematian Udin bermotif pemberitaan apakah ada unsur premanisme kita belum bisa mengatakan," jelasnya.
Hingga akhirnya, sidang gugatan yang dipimpin oleh hakim tunggal Asep Kuswara, dengan panitera Eka Surya gugatan di PN Sleman itu kandas dan ditolak oleh pengadilan.
Alasanya, praperadilan yang diajukan tersebut bukan menjadi wewenang PN sebagaimana diatur dalam pasal 77 KUHAP. Karena itu, mengabulkan eksepsi termohon (Polda DIY) yang menyatakan bukan kewenangan praperadilan memutuskan perkara tersebut. Karena ditolak, praperadilan tidak dilanjutkan.
Berdasarkan putusan itu, PWI Yogyakarta menyatakan banding dan akan menempuh jalur hukum lainnya, untuk kepastian kasus Udin. Dalam kasus ini, PWI menyampaikan dua tuntutan, yakni termohon untuk melanjutkan proses penyidikan kasus kematian Udin. Kemudian, menghentikan kasus tersebut dengan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada penyidik.
Hakim Asep Kuswara dalam amar putusannya mengatakan, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 77 KUHAP, yang menjadi kewenangan pra peradilan, pertama memeriksa dan memutus sah tidaknya penangkapan, penahanan serta penghentian penyelidikan atau penututan.
Kedua, memutus dan memeriksa ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Atas dasar itu, jika ada permohonan diluar pasal 77, maka bukan kewenangan praperadilan. Sehingga permohonan praperadilan tidak dapat diterima dan tidak dilanjutkan serta mengabulkan ekspesi termohon.
"Setelah ada putusan ini, maka praperadilan dinyatakan sudah selesai dan dihentikan," tandas Asep Koswara saat membacakan dan mengetuk palu putusan praperdailan gugatan PWI Yogyakarta ke Polda DIY soal kasus Udin, Senin (2/12)lalu.
Koordinator TAPKU Ramdhon Naning mengatakan, apapun putusan hakim sangat menghargai. Hanya saja, putusan ini menjadi preseden yang tidak baik bagi proses penegakan hukum, khususnya permohonan kepastian hukum dalam kasus udin, maupun kasus yang serupa.
"Apalagi, untuk kasus ini juga sudah mencoba membuktikan dengan 45 alat bukti, sembilan saksi dan tiga saksi ahli. Untuk itu, kami menilai putusan ini, tak ubahnya pengadilan tidak lebih sebagai corong undang-undang," ujarnya.
Upaya mencari keadilan demi menuntaskan kasus terbunuhnya wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin tidak berhenti sampai disitu. Meski dua gugatan praperadilan yang diajukan PWI Cabang Jogja dan Jogja Police Watch (JPW) belum membuahkan hasil, tak menyurutkan sejumlah elemen terus berjuang.
Termasuk yang akan dilakukan Dwi Sumaji alias Iwik. Pria yang pernah disangka dan dikorbankan polisi sebagai pelaku pembunuh Udin namun dibebaskan oleh vonis pengadilan berniat menempuh langkah hukum juga.
"Saya berencana mengajukan gugatan," ungkap Iwik sepekan silam.
Langkah Iwik itu termotivasi saat mengikuti eksaminasi putusan praperadilan perkara Udin yang berlangsung di kampus Fakultas Hukum Universitas Atmadjaya (FH UAJY) Selasa (28/1) silam.
Saat itu, Iwik diberi kesempatan berbicara di depan forum. Suami Sunarti beranak dua itu mengungkapkan perasaanya terkait posisinya yang masih diyakini polisi sebagai pembunuh Udin.
“Padahal pengadilan sudah nyata-nyata membebaskan saya dari segala tuntutan,” keluhnya.
Sikap polisi seperti itu diperkuat dengan surat Direskrim Umum Polda DIY yang saat itu dijabat Kombes Pol Kris Erlangga kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam surat yang dikirimkan Februari 2013 itu, polisi menyatakan masih meyakini Iwik adalah pembunuh Udin.
“Ini yang tidak saya mengerti. Sikap polisi nggak berubah dan tidak menghormati putusan pengadilan,” ceritanya.
Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menyatakan, sikap polisi itu dapat dipersoalkan secara hukum.
“Iwik dapat menempuh langkah hukum dengan mengirimkan somasi. Selain itu, tindakan polisi itu dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik sekaligus bentuk penghinaan. Itu melecehkan putusan pengadilan,” paparnya.
Mudzakir juga menyebutkan pembiaran selama 17 tahun itu dapat dianggap sebagai upaya pengaburan proses peradilan.
“Sebab, selama 17 tahun tidak ada proses hukum yang berarti. Penyidik yang telah mengabaikan kewajibannya itu dapat dilaporkan sebagai bentuk pelanggaran disiplin dan profesi. Ancaman pelanggaran profesi bisa dipecat,” ujarnya.
Direktur LPH Jogja Triyandi Mulkan yang pernah menjadi penasihat hukum Iwik mengapresiasi sejumlah masukan yang disampaikan dalam forum eksaminasi itu. Soal rencana mengajukan gugatan, Triyandi menegaskan, sangat mungkin dilakukan.
“Nanti kita pelajari dan siapkan,”ucapnya.
Di sisi lain, Tim Advokasi Pencari Keadilan untuk Udin (TAPKU) selaku kuasa hukum PWI Cabang Jogja secara resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi didaftarkan melalui Pengadilan Negeri (PN) Sleman.
Koordinator TAPKU Ramdlon Naning SH mengatakan, ada beberapa alasan yang mendukung langkahnya tersebut. Yakni pasal 18 ayat (1), pasal 23, pasal 10 dan pasal 5 UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta pasal 45A ayat (1) UU No 5/2004 tentang perubahan UU No 14/1985 tentang Mahkamah Agung.
“Kami mengajukan kasasi untuk mendapatkan keadilan yang bersifat substantif,” tegasnya.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi sempat kesulitan untuk mengetahui identitas dari jenazah Akseyna.
Baca SelengkapnyaAparat Polrestabes Semarang masih terus melakukan penyelidikan temuan mayat yang ditemukan dalam kondisi terbakar di Jalan Marina Raya, Tawangsari.
Baca SelengkapnyaKasus pembunuhan seorang wanita di Batubara sampai saat ini belum menemui titik terang.
Baca SelengkapnyaPolisi Beberkan Kendala Kasus Tewasnya Mahasiswa UI Akseyna, Begini Reaksi Keluarga
Baca SelengkapnyaSembilan tahun kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori belum juga terungkap.
Baca SelengkapnyaSembilan tahun lalu, tepatnya 26 Maret 2015, mahasiswa Akseyna Dori ditemukan tewas di Danau Kenanga, Universitas Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerikut 2 sosok eks Kapolres Cirebon di awal kasus pembunuhan Vina yang belakangan disorot.
Baca SelengkapnyaTernyata, polisi masih menemui sejumlah kekurangan persyaratan untuk menetapkan status tersangka.
Baca SelengkapnyaKinerja Kepolisian Resor Bantaeng menuai sorotan karena belum mampu mengungkap pelaku.
Baca SelengkapnyaLembar kelam pelanggaran HAM yang tak kunjung menemukan titik cerah. Begini ceritanya!
Baca Selengkapnya