Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Upaya Memotong Gurita Radikalisme

Upaya Memotong Gurita Radikalisme Radikalisme. ©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - Radikalisme mewabah di Indonesia. Paham radikal bak virus masuk sejumlah lembaga. Termasuk di pendidikan. Cara pencegahan penyebaran radikalisme sudah dilakukan pemerintah. Namun memotong gurita radikalisme tak mudah.

Sejumlah survei pernah membeberkan data soal penyebaran radikalisme di Indonesia. Termasuk survei dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), UIN Jakarta. Radikalisme sudah menular ke guru, mahasiswa bahkan sampai siswa sekolah dasar.

Virus radikalisme sudah menyebar lama di Indonesia. Namun perkembangannya makin masif. Apalagi pasca reformasi.

"Ada juga zaman Soeharto. Ingat kasus yang di Lampung? Yang Warsidi (kasus Talangsari) itu 80-an. itu sebenarnya pengajian biasa kemudian ada tokoh punya kharisma tapi campur dengan kasus lahan," kata Muhammad Adlin Sila, Peneliti Utama Pusat Litbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Bagaimana penyebaran radikalisme di Indonesia dan sejarahnya, berikut wawancara lengkap merdeka.com dengan Muhammad Adlin Sila:

Selain ISIS, adakah kelompok lain yang dicap radikal di Indonesia?

Kalau yang kita punya datanya ISIS ini fenomena belakangan. Dulu yang jadi sumber Alqaeda, dan Abu Bakar Ba’asyir melanjutkan perjuangan Abdullah Sungkar (salah satu pendiri Jemaah Islamiyah) atau JI meski Ba’asyir tidak mengakuinya. Kedua orang ini tadinya melarikan diri ke Malaysia tahun 1985 karena pada tahun 1983 keduanya ditangkap di Indonesia karena melakukan penghasutan agar menolak asas tunggal Pancasila. Ia melarang santrinya untuk hormat bendera karena dianggap syirik. Di pengadilan, keduanya divonis hukuman 9 tahun penjara.

Sekembalinya dari Malaysia pada tahun 1999, Ba'asyir terlibat dalam pembentukan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang memiliki tujuan untuk mendirikan Hukum Syariah Islam dan menyerukan jihad di Indonesia. Nama Ba’asyir mencuat setelah Amrozi, Imam Samudra, Mukhlas menjadi dalang bom Bali tahun 2002.

Setelah itu JI pecah, Majelis Mujahidin Indonesia pecah menjadi beberapa friksi. Ada JAT (Jamaah Ansharut Tauhid) kemudian ada JAD (Jamaah Ansharu Daulah) pimpinan Aman Abdurrahman. Setelah Aman dipenjara, JAD pecah lagi; ada TWJ (Tauhid Wal Jihad) itu lebih ekstrem lagi. Tapi ada yang moderat yaitu Jamaah Ansharut Syariah (JAS) yang menolak tafsir Jihad yaitu perang seperti JAT dan JAD. Fenomena ini harus dipahami bahwa ada dinamika di dalam kelompok yang kami sebut Salafi Jihadis.

Kenapa ada jihadis karena mereka memperjuangkan ideolog salafi dengan kekerasan bahkan mereka memahami bahwa konsep jihad itu hanya satu khitoh yaitu membunuh (Qital) atau perang. Bahkan yang lebih ekstrem itu hanya satu tafsir, yaitu bom bunuh diri, jadi tidak ada tafsir lain.

Apa bedanya salaf dan salaf jihad?

Semua umat Islam itu disebut kelompok Salaf, yaitu kelompok yang mengikuti umat terdahulu hidup semasa Nabi. Jadi Salaf itu sebenarnya pada dasarnya baik. Itu tradisi umat Islam di Indonesia ahlusunnah waljamaah. Dari segi bahasa artinya umat Islam itu mengacu pada tradisi para ahli sunnah. Ahlusunnah itu adalah yang mengikuti tradisi nabi, mulai dari sahabat, generasi setelah sahabat wafat mereka ini disebut kaum salaf atau As-sabiqunal awwalun atau orang-orang yang hidup di masa-masa awal kenabian Nabi Muhammad SAW.

Cuma kelompok salaf ini terbagi-bagi karena cara mereka memahami siapa kelompok awal berbeda-beda. Apakah yang semasa nabi hidup itu sahabat, atau setelah sahabat meninggal yang namanya tabi’. Atau yang hidup setelah masa sahabat, atau disebut Tabi’ Tabi’in, sampai 300 tahun setelah nabi wafat. Masa mazhab itu 200 tahun setelah nabi wafat itu yang disebut Salafus Shalih. Para kaum Salaf (atau terdahulu), karena melahirkan mazhab maka disebut soleh: Salafus Soleh, yaitu Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Syafi'i.

Yang salafi jihadis tidak melewati itu lagi. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak wajib mengikuti mazhab, tapi kembali ke zaman nabi awal. Ini yang kadang berseberangan dengan kelompok NU dan Muhammadiyah yang mengimami para mazhab, makanya disebut kelompok Aswaja (Ahlu Sunnah Wal jama’ah), selain mengikuti Sunnah Nabi, juga mengikuti sesuatu yang telah disepakati komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW. dan pada era pemerintahan Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Apalagi Salafi Jihadi memilih tafsir jihad terbatas perang atau qital (membunuh).

Pada era Soekarno dan Soeharto, paham-paham radikal ini sudah ada?

Ada juga zaman Soeharto. Ingat kasus Talangsari di lampung itu 80-an. Bila kasus Talangsari ini dipandang dalam perspektif kekinian, tampak ada hubungan dengan gerakan JI (Jamaah Islamiyah). Keduanya punya titik persentuhan dengan sosok bernama Abdullah Sungkar. Ba'ashir kembali ke Indonesia pada tahun 1998, ketika pemerintahan Soeharto tumbang, dan secara terbuka menyerukan jihad. Sedangkan Hambali bergerak di bawah tanah.

Lalu bagaimana pasca reformasi?

Begini, kita lahir di era relatif sama, ada masa ketika ideologi itu dinomorduakan. Zaman Orba itu pembangunan diutamakan. Jadi segala macam ideologi yang menghambat pembangunan dilawan. Bukan hanya ideologi Islamisme yang berbau politik tapi juga ideologi lain.

Pada era Orba itu, masyarakat diharapkan jangan terlalu fanatik. Beragama boleh, tapi yang mendukung pembangunan. Makanya para tokoh agama pada saat itu wajib ikut membantu menyukseskan pembangunan. Bagi kelompok ideologi Islamisme, kebijakan seperti ini dianggap sebagai kebijakan yang mengekang ekspresi umat Islam. Ketika pemerintahan Orba jatuh, kelompok pendukung ideologi Islamisme mencuat ibaratnya seperti burung lepas dari sangkarnya. Beberapa pakar menyebutnya: kembalinya konservatisme (conservative turn) atau sebuah pandangan yang meyakini bahwa segala aspek kehidupan manusia ini harus berlandaskan pada nilai-nilai agama. Inilah kemudian yang menjadi embrio lahirnya radikalisme keagamaan, sebuah cara pandang keagamaan yang berlandaskan pada akar atau kembali ke sumber ajaran yang asli.

Selain di dunia pendidikan, bagaimana dengan pengkhotbah yang menyampaikan paham-paham radikalisme? Apa perlu juga ada standarisasi?

Ingat dulu Kemenag menerbitkan daftar 200 mubaligh? Nah itu permintaan Kementerian dan BUMN. Pemerintah punya hak untuk mengatur siapa penceramah yang boleh dan enggak. Yang bangun masjidnya pemerintah. Cuma itu terlanjur viral. Dan diminta buru-buru sebelum Ramadan.

Ketika itu viral ke masyarakat, pemerintah tidak bisa memaksakan. Kalau kita mau data bantuan, diperkirakan pemerintah hanya 5 persen untuk bantuan ke masjid-masjid di luar pemerintah. 95 Persen masjid dibangun masyarakat, jadi pemerintah tidak punya kontrol, memang sulit. Jangankan kontrol, membuat seruan saja supaya khotibnya jangan membahas ini dan itu, hanya seruan saja tidak bisa menjadi instruksi.

Bagaimana Kemenag sosialisasi soal bahaya radikalisme lewat media sosial?

Paling seperti seruan tadi saja. Sifatnya imbauan. Kami ada riset memang tentang bermedsos. Banyak kami temukan di masyarakat, masyarakat tidak ada filter. Ketika menerima info di WA (whatsapp) tidak ada filter langsung disebar saja. Hampir 90 persen masyarakat ketika menerima pesan di WA itu tidak melakukan filter. Sepanjang itu sesuai dengan emosi dia, kondisi mood dia langsung di share.

Kalau di negara lain kontrol pemerintah terhadap penyebaran agama, seperti di Malaysia misalnya?

Mungkin beda di sejarah, sejarah lahirnya negara kita. Kalau mereka (Malaysia) itu keputusan dari majelis ulama bisa menjadi basis keputusan hakim. Kalau di MUI kita tidak bisa. Itu hanya salah satu, tapi itu bisa menjadi pilihan. Hakim itu bisa memilih. Tapi fatwa dari MUI tidak bisa menjadi satu-satunya.

Di Malaysia itu, masjid dan menjadi pengurus masjid itu ditentukan oleh pemerintah. Jadi kalau ada yang mengkritik pemerintah itu bukan hanya imam atau pengurusnya dipecat, masjidnya bisa dibongkar. Kalau kita bisa gak bongkar masjid? Orang masjidnya bukan kita (pemerintah) yang bangun.

Peran ormas-ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah?

Ikut. persoalannya kalau Muhammadiyah itu lebih terorganisir. Kalau Muhammadiyah itu kalau masjid ada di lembaga pendidikan. Pesantren juga begitu, NU misalnya. Tapi pesantren itu lahir sebelum NU lahir. Jadi ketua NU tidak bisa memerintahkan misalnya sebuah pesantren dengan kiai-kiainya ikut keputusan NU. MUI saja yang membawahi ormas-ormas, tapi kenyataannya enggak. MUI menjadi jaringan dari semua ormas. Jadi keputusan MUI belum tentu diikuti oleh NU dan Muhammadiyah.

Inilah yang menjadi realitas negara kita betapa rumitnya membuat keputusan terhadap sesuatu. Jadi paling yang bisa dilakukan adalah imbauan. Kalau ada pesantren, masjid di bawah NU yang berbeda dengan Pancasila tinggal imbauan saja.

Kami ingin peran NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi yang lahir jauh sebelum kemerdekaan bisa menjadi contoh moderasi beragama di level ormas.

Apakah kampus-kampus sudah ada yang terpapar radikalisme?

Kalau baca di survei itu biasanya yang terpapar itu di fakultas-fakultas umum. Karena mereka itu inputnya dari SMA-SMA. Biasanya dari rohis. Kalau dari pesantren tidak perlu ada rohis.

Kalau di pesantren ada fikih dan syariat itu mata pelajaran saja, yang lain ada tasawuf, seni Islam dan sebagainya. Sementara rohis ini cenderung hitam putih dalam memahami agama.

Pesan apa bagi orangtua untuk anaknya?

Saya setuju rohis-rohis ada, jangan sampai dibubarkan. Kontrol kepala sekolah saja. Pengalaman saya, rohis ada itu malah gurunya sibuk dengan yang lain. Biasanya yang mengurus rohis itu alumni yang sebelumnya. Dia bawa teman yang sepaham juga. Ini kadang enggak ada kontrol dari sekolah.

Pemerintah mestinya, rohis ini dikontrol kalau bisa menyediakan guru-guru dan mentor kalau bisa yang bersertifikat. Kepala sekolah harus tahu siapa mentor yang diundang oleh guru agama mengurus rohis. Dia harus bertanya ke Kemenag, ini ada indikasi enggak. Kalau itu sudah selesai kami jamin tidak membawa paham-paham yang menentang Pancasila dan sebagainya. Itu yang belum kami lakukan. Jadi rohis itu tetap karena kalau tidak nanti lebih radikal lagi, siswa bisa mencari ke luar. Lebih baik yang sudah ada di sekolah bisa dikontrol.

Orangtua bisa mengetahui ajaran rohis yang sudah menyimpang bagaimana?

Pertama kalau upacara misalnya dia tidak hormat. Tanya saja, kenapa enggak hormat? Kalau misalnya dia jawab ini kafir berhala, hanya mau hormat ke kalimat tauhid saja maka kita telusuri.

Apakah ada tanda-tanda anak sekolah yang sudah terpapar radikalisme?

Kalau dia pada tahap anggota inti, biasanya hanya mengimami ustaznya saja. Kalau dia sudah mengimami cara berislamnya saja apa yang diajarkan ustaznya itu. Kalau dia melihat orangtuanya tidak seislami ustaznya dia cenderung protes. Sekolah tahunya kalau ada laporan dari orangtua.

(mdk/has)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kepala BNPT Ungkap Pola Serangan Terorisme Kini Berubah, Generasi Muda jadi Sasaran
Kepala BNPT Ungkap Pola Serangan Terorisme Kini Berubah, Generasi Muda jadi Sasaran

Kepala BNPT ungkap terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Waspadai Transformasi Kelompok Pecah Belah Sebarkan Paham Intoleransi di Dunia Maya
Waspadai Transformasi Kelompok Pecah Belah Sebarkan Paham Intoleransi di Dunia Maya

Pergerakan kelompok itu dicurigai dimotori pihak lama yang sudah dilarang oleh Pemerintah

Baca Selengkapnya
Waspadai Cara Kerja Kelompok Intoleran dan Radikal Bikin Narasi di Dunia Maya
Waspadai Cara Kerja Kelompok Intoleran dan Radikal Bikin Narasi di Dunia Maya

Generasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.

Baca Selengkapnya
Bahaya Kelompok Pemecah Belah Bangsa Ingin Benturkan Masyarakat
Bahaya Kelompok Pemecah Belah Bangsa Ingin Benturkan Masyarakat

Setiap individu selayaknya bisa menjadi sosok yang menyebarkan kebaikan dan menjaga harmonisasi.

Baca Selengkapnya
BPIP: Sikap Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme
BPIP: Sikap Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme

Pancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi

Baca Selengkapnya
Jelang Pemilu 2024, BNPT Diminta Tetap Waspada Ancaman Terorisme
Jelang Pemilu 2024, BNPT Diminta Tetap Waspada Ancaman Terorisme

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut aksi teror di Indonesia terus menurun sejak tahun 2018.

Baca Selengkapnya
Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro Khilafah Masih Eksis, Begini Modus Barunya
Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro Khilafah Masih Eksis, Begini Modus Barunya

Sri Yunanto mengingatkan kepada seluruh pihak bahwa pergerakan kelompok pro-khilafah masih tetap eksis di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Akademisi Ingatkan Bahaya Kelompok Pemecah Belah Bangsa, Jangan Sampai NKRI Dirusak!
Akademisi Ingatkan Bahaya Kelompok Pemecah Belah Bangsa, Jangan Sampai NKRI Dirusak!

Indonesia harus kuat dari berbagai upaya destabilisasi gencar dilakukan khususnya dari kelompok dan jaringan teror.

Baca Selengkapnya
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.

Baca Selengkapnya
Waspadai Gerakan Kelompok Terlarang, Buat Kegiatan Tarik Generasi Muda
Waspadai Gerakan Kelompok Terlarang, Buat Kegiatan Tarik Generasi Muda

Masyarakat dan Pemerintah diharapkan memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap gerakan kelompok terlarang.

Baca Selengkapnya
Remaja 19 Tahun Diciduk Densus, Generasi Muda Dinilai Rentan Terpapar Radikalisme
Remaja 19 Tahun Diciduk Densus, Generasi Muda Dinilai Rentan Terpapar Radikalisme

Menjaga generasi muda dari radikalisasi memerlukan pendekatan komprehensif dan sinergi berbagai pihak. Termasuk keluarga, masyarakat, dan negara.

Baca Selengkapnya
Wapres Minta Anak Muda Waspada Kelompok Radikal: Ada Indikasi Peningkatan
Wapres Minta Anak Muda Waspada Kelompok Radikal: Ada Indikasi Peningkatan

Ma'ruf menduga kelompok ini menyasar anak muda karena masa depan bangsa ada di tangan mereka.

Baca Selengkapnya