Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

UU ITE masih rawan dijadikan senjata penguasa & pemilik modal

UU ITE masih rawan dijadikan senjata penguasa & pemilik modal Prita Mulyasari. merdeka.com

Merdeka.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masih mengancam kebebasan berekspresi masyarakat pengguna elektronik atau media sosial. Dengan Revisi UU tersebut, kecenderungan kriminalisasi terhadap pengguna media sosial diprediksi meningkat.

"Pasal pencemaran nama baik tak diutak-atik dalam revisi UU ITE, padahal pasal ini akar masalah yang mengancam kebebasan berekspresi masyarakat pengguna elektronik atau media sosial," kata Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin, dalam siaran persnya, pada Pekan Literasi Kebangsaan, Minggu (4/12).

Asep memaparkan, latar belakang dirumuskannya UU ITE pada 2008 dan awalnya UU ini disiapkan untuk melakukan tata kelola internet terkait bisnis e-commerce di Indonesia. Unpad kemudian mengajukan draf akademik tentang tata kelola bisnis e-commerce, dan Universitas Indonesia mengajukan draf terkait masalah digital.

Orang lain juga bertanya?

Menurut dia, saat masuk ke DPR, dua draf itu disatukan dan menjadi draf awal RUU ITE. "Tapi dalam pembahasan di DPR, perdebatan menjadi melebar hingga membahas hal-hal di luar draf akademik, salah satunya masuknya pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik," kata Asep.

Pasal pencemaran nama baik, merupakan masukan dari anggota DPR yang merasa nama baiknya terancam dicemarkan media sosial dan ancaman pasal ini cukup berat, yakni enam tahun penjara.

Dia mengatakan besaran hukuman tersebut sesuai dengan masukan kepolisian dan kepolisian menganggap penyidikan kasus pencemaran nama baik versi UU ITE akan memakan waktu sehingga diperlukan kehadiran orang yang dilaporkan untuk disidik.

Dengan kata lain, orang yang dilaporkan (terlapor) perlu ditahan dan berdasarkan Kitab Acara Hukum Pidana, terlapor dengan ancaman di atas lima tahun penjara bisa langsung ditahan polisi sehingga hukuman pasal pencemaran nama baik UU ITE pun enam tahun.

"Setelah UU ITE disahkan, kami menilai reduksinya sangat besar," katanya.

Menurut dia, kekhawatiran LBH Pers dan organisasi sosial lainnya seperti AJI, terbukti dan baru satu tahun UU ITE diundangkan, muncul korban fenomenal yakni Prita Mulyasari.

Dia menuturkan Prita dilaporkan melanggar pasal pencemaran nama baik UU ITE karena menulis keluhan di mailing list terkait layanan suatu rumah sakit.

Prita yang merupakan ibu rumah tangga harus menjalani penahanan dan proses hukum yang panjang, mulai 2009 sampai harus menempuh Peninjauan Kembali pada 2014.

LBH Pers dan organisasi lainnya kemudian mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi yang kemudian mendorong direvisinya UU ITE.

"Kemudian UU ITE direvisi pemerintah, hukuman pasal pencemaran nama baik direvisi dari 6 jadi 4 tahun. Tapi ini tidak menyelesaikan masalah karena akarnya masih ada," ujar Asep.

Akar tersebut, masih bercokolnya pasal pencemaran nama baik pada UU ITE versi revisi dan kondisi ini membuat publik yang kritis masih bisa terancam pasal pencemaran nama baik, walaupun hukumannya lebih ringan menjadi empat tahun sehingga tidak bisa ditahan kepolisian.

Dia menilai, pasal pencemaran nama baik UU ITE berpotensi besar disalahgunakan oleh pemegang kekuasaan atau pemilik modal dan pasal ini hanya akan menjerat orang-orang lemah seperti Prita yang mengkritisi suatu kebijakan.

"Tujuh puluh persen pelapor pencemaran nama baik adalah pejabat publik. Yang dilaporkan adalah masyarakat yang kritis terhadap kebijakan," katanya.

Dia mengatakan pasal pencemaran nama baik merupakan pasal karet yang membungkam kebebasan berekspresi masyarakat yang kritis terhadap kebijakan publik.

Berdasarkan data LBH Pers, grafik penggunaan pasal pencemaran nama baik UU ITE terus meningkat sejak pertama kali diundangkan dan pada 2009, pelaporan dengan pasal tersebut sebanyak satu kasus, yakni kasus Prita.

"Sekarang perbulannya 10 kasus dengan sebaran makin luas dengan platform beragam," katanya.

Platform yang dilaporkan sangat bervariasi, mulai email, SMS, media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Line, grup Whatsapp, Blackberry Messenger (BBM), status BBM, Path, dan lain-lain. Platform media sosial tersebut banyak digunakan masyarakat di era internet ini.

"Pencemaran nama baik sangat subjektif, terkait rasa. Contoh, seorang koruptor yang terbukti salah dan dipenjara, merasa masih punya nama baik, dan dia bisa melaporkan orang yang menyebutnya koruptor," katanya.

Selain pasal pencemaran nama baik, LBH Pers juga menyoroti sejumlah pasal lain yang bisa disalahgunakan penguasa, antara lain pasal tentang sara, pornografi, hak untuk dilupakan, dan pemblokiran website.

(mdk/ian)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Alasan Pemerintah dan DPR Pertahankan 'Pasal Karet' dalam Revisi UU ITE
Alasan Pemerintah dan DPR Pertahankan 'Pasal Karet' dalam Revisi UU ITE

DPR dan pemerintah menyepakati revisi UU ITE dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.

Baca Selengkapnya
Menkominfo soal Warga Takut Dikriminalisasi di Revisi UU ITE: Takut sama Bayangan Sendiri
Menkominfo soal Warga Takut Dikriminalisasi di Revisi UU ITE: Takut sama Bayangan Sendiri

Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.

Baca Selengkapnya
Sederet Catatan Revisi UU Polri, Benarkah Bakal Batasi Aktivitas di Ruang Siber
Sederet Catatan Revisi UU Polri, Benarkah Bakal Batasi Aktivitas di Ruang Siber

SAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.

Baca Selengkapnya
Bertemu PWI, Anies Baswedan Bahas Demokrasi Hingga UU ITE
Bertemu PWI, Anies Baswedan Bahas Demokrasi Hingga UU ITE

Masih banyak warga Indonesia belum bijak dalam menyampaikan kritik di media sosial.

Baca Selengkapnya
Anies Janji Revisi UU ITE: Kasihan, Lapor Rumah Sakit Bermasalah Disebut Cemarkan Nama Baik
Anies Janji Revisi UU ITE: Kasihan, Lapor Rumah Sakit Bermasalah Disebut Cemarkan Nama Baik

Anies menilai, UU ITE harusnya memberikan perlindungan terhadap data.

Baca Selengkapnya
Anies Bicara Rezim Otoriter: Rasa Takut Hilang, Rezim Tumbang
Anies Bicara Rezim Otoriter: Rasa Takut Hilang, Rezim Tumbang

Anies Baswedan mengungkap masih ada masalah kebebasan berekspresi di Indonesia hari ini.

Baca Selengkapnya
Anies Dorong Pasal Karet UU ITE Direvisi: Kritik Bukan Kegiatan Kriminal
Anies Dorong Pasal Karet UU ITE Direvisi: Kritik Bukan Kegiatan Kriminal

Anies Baswedan mengatakan, kritik jangan dianggap sebagai tindakan kriminal.

Baca Selengkapnya
5 Alasan Pemerintah Ajukan Revisi UU ITE yang Kedua Kali
5 Alasan Pemerintah Ajukan Revisi UU ITE yang Kedua Kali

Berikut alasan yang disampaikan pemerintah merevisi UU ITE yang kedua.

Baca Selengkapnya
DPR dan Pemerintah Setujui Revisi UU ITE, Ini yang Diubah
DPR dan Pemerintah Setujui Revisi UU ITE, Ini yang Diubah

Seluruh fraksi menyetujui hasil rancangan revisi UU ITE yang dibahas oleh Komisi I DPR dengan pemerintah.

Baca Selengkapnya
Undang-Undang Perlindungan Data Sering Dianggap Jadi Formalitas Saja
Undang-Undang Perlindungan Data Sering Dianggap Jadi Formalitas Saja

Meski undang-undang ini sudah diberlakukan, penerapannya masih sering kali dianggap sebagai formalitas semata.

Baca Selengkapnya
Pemerintah: Regulasi untuk Mengakomodasi Perkembangan Industri Media Siber
Pemerintah: Regulasi untuk Mengakomodasi Perkembangan Industri Media Siber

Media siber memiliki peran penting bagi masyarakat sebagai sumber akses berita atau informasi yang cepat dan menjangkau masyarakat luas.

Baca Selengkapnya
Jelang Pemilu, PPATK Waspadai Serangan Fajar Lewat Uang Elektronik dan Aset Kripto
Jelang Pemilu, PPATK Waspadai Serangan Fajar Lewat Uang Elektronik dan Aset Kripto

PPATK mewaspadai penyalahgunaan teknologi di tahun politik.

Baca Selengkapnya