Vaksin Covid-19 Untuk Siapa?
Merdeka.com - Pemerintah tengah bersiap melakukan vaksinasi Covid-19. Bahkan, telah berencana memborong 3 juta dosis vaksin Sinovac sebagai tahap awal pemberian antibodi kepada masyarakat. Sejumlah kelompok masyarakat yang berhak menerima vaksin telah disasar.
Ada enam kelompok prioritas dianggap paling berhak lebih dulu menerima vaksin. Secara berurutan terdiri dari tenaga kesehatan, pelayan publik, tokoh masyarakat, tenaga pendidik, aparatur pemerintah, peserta BPJS, serta yang terakhir akan diberikan kepada masyarakat dengan rentang usia 18-59 tahun.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto memaparkan, alasan mengapa vaksin Covid-19 tidak diperuntukkan untuk kelompok usia 18 hingga 59 tahun dan para penderita penyakit komorbid. Menurutnya, hal itu dikarenakan Indonesia hanya melakukan uji klinis terhadap kelompok usia antara 18 hingga 59 tahun dalam keadaan sehat.
-
Mengapa beberapa orang kebal terhadap Covid-19? Meskipun vaksin dan booster secara radikal mengurangi risiko kematian dan komplikasi berat dari COVID-19, mereka tidak banyak membantu menghentikan virus dari memasuki lapisan hidung dan sistem pernapasan.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
-
Siapa yang berisiko tinggi dapat layanan skrining? Kita kelompokkan peserta JKN yang berisiko rendah, sedang, dan tinggi melalui skrining riwayat kesehatan yang diakses peserta lewat Aplikasi Mobile JKN, Chat Assistant JKN (CHIKA), atau website BPJS Kesehatan.
-
Siapa yang perlu divaksinasi MMR? Pemberian vaksin MMR sangat penting tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga bagi orang dewasa yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap atau memiliki kekebalan rendah terhadap penyakit ini.
-
Siapa saja yang berisiko karena anak tidak divaksinasi? Anak yang tidak divaksinasi juga membawa risiko bagi anggota keluarga lainnya.
-
Siapa yang direkomendasikan untuk melakukan imunisasi? Selain itu, ibu hamil juga diingatkan untuk menjauh dari pasien cacar, karena infeksi ini dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungan jika mereka terjangkit.
"Saat ini vaksin yang diuji klinis di Indonesia diberikan kepada kelompok usia 18 hingga 59 tahun. Diupayakan dengan minimal komorbid," kata Terawan.
Meskipun begitu, Terawan menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan bila ternyata vaksin Covid-19 aman digunakan untuk lansia, anak-anak, maupun penderita penyakit komorbid.
"Nanti kalau hasil uji klinis menunjukkan ada keamanan untuk anak-anak, lansia atau komorbid, ya kita akan kerjakan," kata dia.
Namun apa yang diungkap Terawan tidak senada dengan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio. Dia justru mengkritik, apabila vaksin tidak diberikan kepada masyarakat penderita komorbid. Dia mengatakan, para penderita komorbid seharusnya menjadi penerima prioritas nomor dua vaksin Covid-19.
"Orang yang punya komorbid alias yang rentan terpapar Covid-19 sebenarnya menjadi prioritas nomor dua setelah garda terdepan. Lazimnya seperti itu. Tapi kalau di indonesia, yang punya komorbid tidak termasuk," kata Amin saat dihubungi merdeka.com, Kamis malam (22/10).
Untuk penerima vaksin Covid-19 paling diutamakan, Amin sudah setuju dengan pemerintah. Pemerintah menetapkan tenaga medis dan dan tenaga kesehatan sebagai prioritas utama. Selain itu, para pelayan publik termasuk TNI/ Polri juga masuk ke dalam daftar.
Senada dengan Prof Amin, Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Erlina Burhan menilai bahwa para seseorang yang punya penyakit komorbid perlu masuk ke dalam daftar penerima prioritas vaksin Covid-19. Terlebih lagi jika penderita komorbid tersebut merupakan tenaga kesehatan maupun pelayan publik yang sering berinteraksi dengan banyak orang.
"Yang prioritas itu kan orang yang terpapar ya. Sebaiknya orang yang punya komorbid perlu mendapatkan perlindungan dari vaksin ini," kata Erlina kepada merdeka.com (22/10).
Erlina merasa pemerintah tidak perlu tergesa-gesa dalam menetapkan sasaran penerima prioritas vaksin Covid-19. Pasalnya, menurut dia, masih banyak kriteria yang harus dipertimbangkan. Dia mencontohkan, misalnya ada seorang tenaga medis yang usianya sudah lansia dan memiliki komorbid, lantas dia pun bertanya-tanya, apakah tenaga medis tersebut tidak menjadi prioritas penerima vaksin Covid-19.
"Ini perlu dipertimbangkan lebih seksama. Ayo ditentukan sasaran penerima yang lebih rinci. Tidak perlu terburu-buru," kata dia.
Semua Berhak
Berbeda dengan keduanya, Pakar Virologi Universitas Indonesia, Fera Ibrahim, menyatakan sebaiknya seluruh masyarakat Indonesia berhak atas vaksinasi Covid-19. Namun, dia mengakui bahwa keinginannya itu mungkin tidak bisa terwujud. Lantaran, pemberian vaksin Covid-19 harus mengacu pada hasil uji klinis agar pemberian vaksin tersebut dipastikan aman.
"Ya semua orang prioritas lah. Pemerintah kan memang sudah menetapkan ya, tapi menurut saya semua orang sebenarnya menjadi prioritas," kata Fera saat dihubungi merdeka.com, Kamis malam (22/10).
Dia mengakui memang harus dilakukan uji klinis pada anak-anak maupun lansia jika ingin memberikan vaksin ke seluruh kelompok usia. Namun, di Indonesia uji klinis memang hanya dilakukan pada kelompok usia 18 hingga 59 tahun.
"Ya harus dilihat uji klinisnya dulu. Kalau dikasih ke anak kecil atau lansia bagaimana, kalau ke orang yang punya komorbid bagaimana," kata dia.
©REUTERS/Tatyana Makeyeva
Secara terpisah, Satgas Penanganan Covid-19 menyatakan, pemerintah akan berusaha untuk melakukan pemerataan vaksinasi Covid-19 setinggi-tingginya demi mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan keputusan terkait daerah yang akan mendapatkan vaksin prioritas. Namun, keputusan tersebut belum diumumkan kepada publik.
"Pemerintah pusat belum umumkan daftar daerah yang akan menjadi prioritas. Selagi dalam masa menunggu, kami harapkan pemerintah daerah tidak mengeluarkan pengumuman berdasarkan asumsi sepihak," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito saat konferensi pers di Gedung BNPB Jakarta, Kamis (22/10).
Wiku menjelaskan, penetapan daerah prioritas tersebut mempertimbangkan aspek urgensi kebutuhan daerah tersebut akan vaksin. Hal ini dinilai dari berbagai variabel. Seperti jumlah penduduk, tingkat kasus aktif, penularan dan sebagainya. Yang mana nantinya akan tertuang dalam roadmap vaksinasi. Informasi terkait hal ini, kata Wiku, akan disampaikan kepada publik secara terbuka dan transparan.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengakui bahwa penentuan wilayah prioritas penerima vaksin Covid-19 memang ditentukan oleh pemerintah. Begitu pula jumlah yang akan diedarkannya. Meskipun begitu, Ridwan Kamil mengatakan, dia sudah mengajukan tiga juta vaksin Covid-19 ke pemrintah pusat untuk didistribusikan ke Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek).
"Arahnya memang diberikan di daerah yang epidemiologis termasuk tinggi penyebarannya, yaitu Jabodetabek. Sehingga Jabar mengajukan 3 juta vaksin untuk Bodebek," kata Ridwan Kamil saat konferensi pers yang digelar secara virtual pada 19 Oktober lalu.
Jika permintaannya disetujui oleh pemerintah pusat, maka ia akan mengutamakan penyuntikan vaksin untuk tenaga kesehatan, TNI/ Polri, serta berbagai macam profesi yang banyak melayani publik. Termasuk para petugas stasiun dan terminal.
Kebutuhan Dosis
Sementara itu, BPJS akan dilibatkan dalam menentukan penerima prioritas vaksin Covid-19. Pasalnya, BPJS memiliki big data seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Eksekutif Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Raden Pardede saat webinar di Jakarta, Kamis (22/10).
Data yang akan digunakan adalah data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Meski begitu, pihaknya masih terus melakukan penyaringan penerima agar bisa dipastikan bahwa vaksin Covid-19 hanya diberikan secara gratis kepada masyarakat menengah ke bawah saja.
Sebelumnya, pada 11 September lalu, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir mengusulkan adanya skema vaksin Covid-19 secara mandiri.
Melalui skema ini, masyarakat kelas atas tidak mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis dari pemerintah, namun harus membelinya. Erick berharap, masyarakat kelas atas bisa membantu menambah pemasukan negara.
"Saya usulkan, vaksin ini dibagi menjadi dua, vaksin bantuan pemerintah bagi masyarakat yang membutuhkan dan vaksin mandiri. Untuk masyarakat mampu atau punya uang, bisa menggunakan vaksin mandiri," ungkap Erick.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio menyebutkan, pemerintah setidaknya harus menyediakan sekitar 540 juta vaksin Covid-19 bila ingin melakukan vaksinasi kepada seluruh rakyat Indonesia.
Hitungannya, jumlah penduduk Indonesia dikali jumlah dosis yang akan diberikan, yakni sebanyak 2 kali. Hal ini dikarenakan setiap orang diwajibkan untuk disuntik vaksin sebanyak dua kali. Sehingga tidak bisa hanya satu kali suntik saja.
"Misalnya jumlah penduduk Indonesia yang harus divaksin 270 juta, maka perlu 540 juta vaksin karena dosisnya dua kali disuntik. Nah sedangkan vaksinnya baru datang di bulan pertama 10 juta, bulan kedua 8 juta, dan baru bisa mencapai 100 juta dalam setahun. Inilah mengapa harus ditentukan 10 juta pertama itu untuk siapa,” kata Amin.
©REUTERS/Tatyana Makeyeva
Sebagai informasi, World Health Organization menyatakan, sebuah negara bisa dikatakan terbebas dari pandemi jika melakukan vaksinasi terhadap 2/3 dari penduduknya. Artinya, 180 juta penduduk RI wajib divaksin. Sehingga, setidaknya Indonesia harus menyediakan 360 juta vaksin Covid-19.
Oleh karena itu, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KP-PEN) Airlangga Hartarto memperkirakan akan ada 160 juta warga Indonesia yang akan disuntik vaksin Covid-19, dengan kebutuhan vaksin sebanyak 320 hingga 370 juta.
Sebanyak 160 juta orang yang terdiri dari enam kelompok akan menjadi penerima vaksin gratis dari pemerintah. airlangga mengatakan, pembagian vaksin tersebut terbagi menjadi lima tahapan.
Tahapan Pertama akan dibagikan pada kuartal IV/2020 dengan jumlah 36 juta vaksin. Selanjutnya, pada triwulan I/2021 sebanyak 75 juta.
"Lalu triwulan II 105 juta. Periode berikutnya 80 juta, dan 3 bulan terakhir di tahun 2021 sebanyak 80 juta vaksin akan disuntikkan," kata Airlangga pada 2 Oktober lalu. Kemudian, ia juga menjabarkan dengan rinci enam kelompok prioritas tersebut beserta jumlahnya.
Kelompok pertama, terdiri dari tenaga medis, pelayan publik, termasuk TNI/Polri sebanyak 3.497.737 orang. Kelompok kedua terdiri dari tokoh masyarakat/agama, perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW), dan sebagian pelaku ekonomi sebanyak 5.624.010 orang.
"Kelompok ketiga, tenaga pendidik Paud/TK, SD, SMP, SMA, dan sederajat serta perguruan tinggi sebanyak 4.361.197 orang, Kelompok keempat terdiri dari aparatur pemerintah pusat, daerah, dan legislatif berjumlah 2.305.689 orang," ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10).
Kelompok kelima diberikan bagi para peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 86.622.867 orang, dan terakhir untuk masyarakat dengan rentang usia 19-59 tahun sebanyak 115 juta dosis.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mulai 1 Januari 2024, vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat umum berbayar.
Baca SelengkapnyaMaxi berujar, kelompok pertama yang bisa mendapatkan vaksin gratis adalah yang belum pernah menerima vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Budi menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV.
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan akan mulai melakukan vaksinasi Mpox pada sejumlah kelompok masyarakat berisiko tinggi.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyebut, pihaknya telah mendatangkan 1.000 dosis vaksin Mpox.
Baca SelengkapnyaRencana pemberian booster ketiga ini buntut kembali meningkatnya kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaDokter anak menegaskan bahwa imunisasi polio tetap aman diberikan pada anak berkebutuhan khusus kecuali pada penderita masalah kesehatan tertentu.
Baca SelengkapnyaMasyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi Covid-19, khususnya pada kelompok berisiko.
Baca SelengkapnyaVaksin booster masih gratis dan dapat ditemukan di puskesmas atau faskes terdekat.
Baca SelengkapnyaMenkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca Selengkapnya