Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Veronica Koman, dari Cuitan Papua, Status Tersangka hingga Teror Ledakan

Veronica Koman, dari Cuitan Papua, Status Tersangka hingga Teror Ledakan veronica koman. ©SBS News

Merdeka.com - Nama aktivis hukum, Veronica Koman, kembali ramai diberitakan sejak akhir pekan kemarin. Veronica ramai dibahas setelah kediaman orangtuanya di kawasan Jakarta Barat pada Minggu (7/11) pagi kemarin.

Teror ledakan tersebut hingga kini masih diselidiki polisi dibantu tim Densus 88 Antiteror Polri. Sejumlah saksi termasuk orang tua Veronica Koman telah dimintai keterangan terkait teror tersebut.

Namun Densus 88 antiteror Polri menduga ledakan yang terjadi di depan rumah orangtua aktivis Papua, Veronica Koman merupakan bentuk ancaman terhadap para penghuni. Ancaman yang dimaksudkannya itu karena tertulis sebuah pesan yang menyinggung sikap Veronica yang diduga membela Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

Orang lain juga bertanya?

"Barang bukti berupa pesan tertulis yang menyinggung masalah perbuatan Veronica Koman yang membela kelompok KKB di Papua yang ditemukan di garasi rumah orangtua dari Saudari Veronika Koman. Diperkirakan merupakan bentuk ancaman terhadap penghuni rumah terkait tindakan-tindakan Veronica Koman," kata Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Senin (8/11).

Veronica Koman memang selama ini dikenal sebagai salah satu aktivis bersuara lantang terkait persoalan Papua. Bahkan akibat aktivitas tersebut, dia pernah diburu polisi lantaran dianggap menyebarkan berita bohong alias hoaks terkait isu Papua melalui media sosial twitter dengan akun @VeronicaKoman.

Diburu Polri ke Luar Negeri

Kasus tersebut terjadi periode awal September 2019 silam. Veronica Koman melalui akun Twitternya dianggap polisi menyebarkan berita bohong alias hoaks terkait isu Papua. Tak tanggung-tanggung, Veronica menuliskan kabar seperti polisi menembak asrama Papua, hingga 43 mahasiswa Papua yang ditangkap tanpa alasan yang jelas.

Kapolda Jatim saat itu Irjen Luki Hermawan menjelaskan ada juga tulisan momen polisi mulai tembak ke dalam asrama Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata. Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung, disuruh keluar ke lautan massa. "Semua kalimat diinikan ke dalam bahasa Inggris," tegasnya.

Karena dianggap sangat aktif melakukan provokasi, Veronica pun dijerat dengan pasal berlapis oleh polisi. Di antaranya, UU ITE, KUHP pasal 160, UU no 1 tahun 1946 dan UU no 40 tahun 2008. "Jadi kita ada empat undang-undang yang kita lapis," katanya.

Setelah pendalaman dari media dan hasil dari handphone serta pengaduan dari masyarakat, polisi menyatakan Veronica dianggap sangat aktif membuat provokasi di dalam maupun di luar negeri untuk menyebarkan hoaks dan juga provokasi.

Status tersangka pun disematkan Polda Jawa Timur kepadanya. Luki mengatakan Veronica saat ini diketahui keberadaannya di luar negeri. Namun sayang, Kapolda tidak mau menyebutkan, tempat Veronica kini tengah bermukim di negara mana.

Untuk memburu Veronica, polisi pun bekerjasama dengan Mabes Polri dengan BIN, Satgas dengan interpol. Ia bahkan menyebut, akan melayangkan red notice melalui interpol.

"Saat ini kita akan bekerjasama dengan Mabes Polri dengan BIN, satgas dengan interpol, karena yang bersangkutan sekarang berada di luar negeri. Kami akan kerjasama terutama dengan interpol, ada tahapan-tahapan kita akan layangkan tersangka, kalau perlu ada red notice," jelasnya.

Menjawab tuduhan kepolisian, Veronica Koman merasa dirinya hanya menjadi kambing hitam atas konflik Papua. Bahkan, dia menegaskan, jika apa yang telah dituduhkan kepada dirinya merupakan bentuk kriminalisasi.

Dia menegaskan, kriminalisasi terhadap dirinya hanyalah satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini. Pasalnya, Veronica mengungkapkan, aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan hendak dibuat menjadi angin lalu.

"Saya menolak segala upaya pembunuhan karakter yang sedang ditujukan kepada saya, pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada," kata Veronica Koman.

PBB Minta Pemerintah Indonesia Lindungi HAM Veronica Koman

Kasus Veronica Koman ternyata tak hanya menarik perhatian dalam negeri Indonesia, tetapi juga luar negeri. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sampai ikut angkat bicara.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendengar kabar Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka. Menanggapi kabar tersebut, PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk melindungi hak asasi Veronica Koman atas nama kebebasan berekspresi.

Desakan itu dimuat dalam laman resmi Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) atau Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia.

"Kami menyerukan langkah-langkah segera untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi dan mengatasi tindakan pelecehan, intimidasi, campur tangan, pembatasan yang tidak semestinya, dan ancaman terhadap mereka yang melaporkan protes," kata para ahli dalam laman OHCHR.

"Kami menyambut tindakan yang diambil oleh Pemerintah terhadap insiden rasis, tetapi kami mendesaknya untuk mengambil langkah segera untuk melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi dan menjatuhkan semua tuduhan terhadapnya sehingga ia dapat terus melaporkan secara independen tentang hak asasi manusia. situasi di negara ini," kata mereka.

Para ahli diketahui bernama Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari Amerika Serikat, Dubravka Šimonovi dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Etiopia, dan Michel Forst dari Prancis.

Pemerintahan Republik Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa menanggapi desakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencabut segala tuduhan ke Veronica Koman.

PTRI menyebut pernyataan sikap lima pelapor khusus hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Veronika Koman dibuat tak berimbang dan tak akurat karena hanya fokus pada satu aspek HAM.

Laporan itu tidak menyebutkan upaya pemerintah Indonesia menjamin hak konstitusional warga Papua dan Papua Barat, serta belum menjelaskan proses hukum yang tengah dihadapi pengacara/aktivis HAM, Veronika Koman.

"Berkaitan dengan penyebaran informasi hoaks dan kebencian oleh Veronika Koman, jelas tindakan tersebut tidak sesuai dengan pengakuannya sebagai pembela HAM namun lebih kepada sebagai tindakan individu yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang menimbulkan incitement dan provokasi yang menyebabkan situasi kerusuhan," ditulis melalui laman resmi PTRI Jenewa.

Veronica Koman Ngadu Soal Isu Papua ke Parlemen Australia

Veronica Koman juga pernah mengadu ke Parlemen Australia, meminta mereka untuk membantu menghentikan segala tindak kekerasan yang terjadi di Papua. Australia, dianggap bisa menekan Indonesia dalam isu itu tanpa melecehkan kedaulatan RI.

Didampingi oleh LSM Amnesty International Australia, Vero yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO) Kepolisian RI (Polri) menemui Sub Komite HAM Parlemen Australia yang terdiri atas politisi dari fraksi pemerintah dan oposisi pada Rabu 16 Oktober 2019 di Canberra.

Para anggota Sub Komite HAM Parlemen Australia yang menemui Vero antara lain Kevin Andrews dari Partai Liberal (fraksi pemerintah), serta Maria Vamvakinou dan Peter Khalil dari Partai Buruh yang beroposisi.

Vero bersama aktivis Amnesty Joel Clark dan Rose Kulak juga menemui politisi lainnya seperti Ketua Partai Hijau Senator Richard Di Natale yang dikenal vokal menyuarakan isu Papua.

Kepada para politisi itu, Vero meminta Pemerintah Australia untuk berbuat lebih banyak dalam membantu menghentikan kekerasan di Papua.

"Kami bertemu dan memberikan laporan kepada Sub-Komite HAM Parlemen, juga kepada para Senator dan anggota parlemen dari Partai Buruh, Liberal, Nasional, dan Partai Hijau," tulis Vero di laman Facebooknya, dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (18/10).

"Mereka mencakup pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini dan juga pemerintahan oposisi. Mereka semua antusias dan banyak bertanya dalam tanggapannya, karena ternyata mereka memang mendengar adanya kisruh namun belum tahu secara detail," lanjutnya.

Kepada ABC melalui pesan teks, Veronica mengatakan dirinya benar-benar berharap Australia memainkan peran yang lebih besar dalam penanganan konflik di ujung timur Indonesia itu.

Dia juga mengaku sangat menanti pertemuan antara Pemerintah RI dengan kelompok pro-referendum Papua.

"Saya harapannya supaya Australia sebagai negara terbesar di Pasifik dan salah satu tetangga terdekat bisa bantu menghentikan pertumpahan darah di West Papua," katanya.

"Apalagi Presiden Jokowi dan Pak Moeldoko 'kan sudah bilang bersedia bertemu dengan kelompok pro-referendum, dan dari ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) juga sudah menyatakan kesediaan meski disertakan dengan beberapa syarat."

"Jadi semoga saja cepat terwujud," ujarnya.

Veronica Koman yang kini tinggal di Australia mengatakan pengerahan aparat secara massif tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan di Papua.

"Pemerintah pusat seharusnya sudah tahu hal itu, berangkat dari berbagai pengalaman di masa lalu," sebutnya.

Pertemuan Vero dengan anggota Parlemen Australia turut dihadiri dua aktivis dari organisasi Amnesty International Australia.

Dalam keterangannya kepada ABC, aktivis Amnesty Joel Clark mengatakan, Australia sebenarnya bisa dan harus menekan Indonesia untuk mengatasi pelanggaran HAM di Papua Barat sambil tetap mengakui dan menghormati kedaulatan negara tetangganya itu.

"Situasi di Papua saat ini terburuk selama 20 tahun terakhir, dan tak ada tanda-tanda membaik," katanya.

"54 empat orang tewas dalam pertikaian yang melibatkan aparat keamanan dan polisi dalam beberapa bulan terakhir, lebih dari 60.000 warga sipil mengungsi, dan ribuan orang ditahan," jelasnya.

Joel menyebut jelas ada krisis HAM yang sedang terjadi di Papua.

Karena itu, dia meminta Menlu Australia Senator Marise Payne untuk mendesak Indonesia menepati janji untuk dialog dengan warga Papua, membolehkan PBB dan jurnalis asing masuk ke Papua, serta melindungi para aktivis HAM.

"Di Canberra, para anggota Parlemen kaget dengan kondisi yang memburuk. Harus ada upaya lebih untuk mengekspos apa yang terjadi di Papua, dan kami menyerukan semua politisi (Australia) untuk memainkan peran mereka dalam hal itu," kata Joel, yang mendampingi Veronica dalam pertemuan tersebut.

Mengaku Ditagih Pemerintah Biaya Bayar Beasiswa

Nama Veronica Koman kembali menjadi sorotan setelah mengaku dipaksa pemerintah mengembalikan uang beasiswa sekitar Rp 773,8 juta saat menempuh jenjang pendidikan pascasarjana di Australia.

Beasiswa itu diterima Veronica pada September 2016 dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu).

"Baru mulai menagih itu ya ketika tidak lama setelah ya memang dipanggil polisi. Jadi gerakannya LPDP dan kepolisian itu sinkron, yang berarti nih sistematis untuk mau menangkap saya atas kriminalisasi," kata Veronica saat dikonfirmasi merdeka.com, Rabu (12/8).

Menurut Veronica, beasiswa yang ditagih itu merupakan hukuman finansial untuk membungkamnya berbicara dalam mengadvokasi isu-isu HAM di Papua. Langkah itu dinilai Veronica merupakan bentuk kriminalisasi lanjutan terhadapnya setelah ditetapkan sebagai tersangka penghasutan hingga menjadi buronan setelah interpol menerbitkan red notice dan pembatalan paspor.

"Kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa yang pernah diberikan kepada saya pada September 2016. Adapun jumlah dana yang diminta adalah sebesar IDR 773,876,918," kata Veronica.

Namun, dia akhirnya melanjutkan pembayaran cicilan uang beasiswa LPDP yang harus dia kembalikan ke negara. Setelah sempat heboh, Veronica melanjutkan pembayaran cicilan kedua Sebesar Rp64 juta.

Veronica diminta mengembalikan uang tersebut karena melanggar perjanjian tidak bekerja di tanah air. LPDP meminta dia mengembalikan total beasiswa sebesar Rp773,8 juta dengan cara menyicil sebanyak 12 kali.

"Ada perkembangan baru. Saya dilaporkan ada pembayaran cicilan. Nominalnya sama (seperti pembayaran pertama sekitar Rp 64 juta). Tanggal 18 Agustus," kata Direktur Utama LPDP Rionald Silaban kepada merdeka.com, Jumat (28/8).

Rionald menambahkan, maka sisa pembayaran Veronica tinggal 10 kali cicilan lagi. Namun Rionald menyampaikan, kalau Veronica tetap harus membayar sisanya hingga 22 November 2020.

"Tetap ada jangka waktunya, yaitu 12 bulan dari tanggal surat penagihan pertama (22 November 2019), sehingga batas waktu akhir pembayaran adalah 22 November 2020," tegasnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, apabila Veronica belum juga membayar hingga batas yang ditentukan maka kasus ini akan ditangani oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

"Jika belum lunas, maka diserahkan kepada PUPN," pungkasnya.

Kritik Penurunan Aparat Dalam Menangani KKB

Veronica Koman, juga sempat menyoroti keberadaan aparat dalam menangani eskalasi konflik di Papua yang semakin meningkat. Padahal dia menilai, aparat yang diterjunkan ke Papua semakin banyak di era pemerintahan Joko Widodo.

"Di masa Jokowi ini justru makin banyak militer diturunkan ke Papua, terutama eskalasi ini udah jadi konflik di Papua, ini udah meningkat jadi konflik bersenjata sesuai hukum humaniter," katanya dalam dialog Stop Pelanggaran HAM, Papua Damai yang disiarkan GAMKI, Rabu (5/5).

Tetapi, dirinya merasa heran. Mengapa di saat pemerintah mengirimkan begitu banyak pasukan ke Papua. Di sisi lain kelompok bersenjata di bumi Cendrawasih makin kuat.

"Pertanyaannya kenapa ketika 2,5 tahun terakhir ini, di mana pemerintah Indonesia mengirimkan begitu banyak aparat tambahan tapi kenapa di saat yang sama TNPPB (Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat) makin kuat," ucapnya.

"Itu pertanyaannya, itu kan berarti pendekatannya sudah salah dan gagal, itu sudah gagal tapi kenapa di ulang terus, sehingga makin banyak lagi yang meninggal meninggal terus," ujarnya.

Veronica menilai, pelabelan teroris terhadap kelompok bersenjata di Papua bukan menyelesaikan tapi justru menambah masalah baru di Papua.

"Kemudian pelabelan teroris ini bentuk keputus asaan, tapi ini membuat masalah baru," jelas dia.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Penampilan Sederhana Tapi Bersinar Veronica Tan Bersama Menteri Arifah, Singgung Perempuan Sejajar dengan Pria
Penampilan Sederhana Tapi Bersinar Veronica Tan Bersama Menteri Arifah, Singgung Perempuan Sejajar dengan Pria

Berikut penampilan sederhana tapi bersinar Veronica Tan bersama Menteri Arifah.

Baca Selengkapnya
Sosok Valerina Daniel Moderator Debat Capres, Pernah jadi Finalis Puteri Indonesia!
Sosok Valerina Daniel Moderator Debat Capres, Pernah jadi Finalis Puteri Indonesia!

Siapa sebenarnya Valerina Daniel yang menjadi moderator Debat Capres 2024 pertama kemarin?

Baca Selengkapnya
Bupati Cantik Eks Miss Indonesia Temui Pensiunan Jenderal TNI, Sosoknya Curi Perhatian
Bupati Cantik Eks Miss Indonesia Temui Pensiunan Jenderal TNI, Sosoknya Curi Perhatian

Bupati Poso, dr. Verna Inkiriwang bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko dalam rangkaian kunjungan kerjanya.

Baca Selengkapnya
Usai Konferensi Pers Kasus Kematian Vina Cirebon, Pegi Setiawan Meronta-ronta Sampai Angkat Tangan
Usai Konferensi Pers Kasus Kematian Vina Cirebon, Pegi Setiawan Meronta-ronta Sampai Angkat Tangan

Polda Jawa Barat akhirnya menghadirkan Pegi Setiawan (PS) alias Perong terkait kasus kematian Vina Cirebon di konferensi pers, Minggu (26/5).

Baca Selengkapnya
VIDEO: Bisik-Bisik Veronica Tan, Arifatul Respons Anak Diperkosa 13 Pria Hingga Penyanderaan Pejaten
VIDEO: Bisik-Bisik Veronica Tan, Arifatul Respons Anak Diperkosa 13 Pria Hingga Penyanderaan Pejaten

Peristiwa itu telah dilaporkan ke Polres Purworejo pada Juni 2024 dan masih belum ada perkembangan.

Baca Selengkapnya
Perempuan Labrak Rocky Gerung di Bareskrim Ternyata Kader PDIP, Begini Kata Hasto
Perempuan Labrak Rocky Gerung di Bareskrim Ternyata Kader PDIP, Begini Kata Hasto

Pernyataan Rocky Gerung, kata Hasto, sangat tidak dipantas diucapkan. Sehingga wajar direspons oleh kader PDIP.

Baca Selengkapnya
8 Fakta Sosok Veronica Asadoma, Anak Sulung Eks Kapolda NTT yang Lolos Final Puteri Indonesia 2024
8 Fakta Sosok Veronica Asadoma, Anak Sulung Eks Kapolda NTT yang Lolos Final Puteri Indonesia 2024

Cantiknya bak barbie, Ini fakta sosok Veronica Asadoma.

Baca Selengkapnya
Mantan Istri Ahok Dipilih Jadi Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan Rupanya Punya Yayasan Hingga Bisnis Daging
Mantan Istri Ahok Dipilih Jadi Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan Rupanya Punya Yayasan Hingga Bisnis Daging

Veronica memiliki keinginan untuk memberantas maupun mengakhiri korupsi dalam pemerintahan Indonesia.

Baca Selengkapnya
Caleg DPRD Cianjur, Ini Sosok Noviana Kurniati  Wanita yang Labrak Rocky Gerung di Mabes Porli
Caleg DPRD Cianjur, Ini Sosok Noviana Kurniati Wanita yang Labrak Rocky Gerung di Mabes Porli

Sosok NoviaNA Kurniati belakangan viral di media sosial usai berani labrak hingga mendorong Rocky Gerung di Mabes Polri.

Baca Selengkapnya
Apresiasi Sosok Pemimpin yang Adaptif, MAW Talk Beri Penghargaan pada 39 Tokoh dan Lembaga Berpengaruh di Indonesia
Apresiasi Sosok Pemimpin yang Adaptif, MAW Talk Beri Penghargaan pada 39 Tokoh dan Lembaga Berpengaruh di Indonesia

Para tokoh ini dinilai berintegritas dan kinerjanya memberikan dampak besar bagi publik.

Baca Selengkapnya
Kompolnas Ungkap Klarifikasi Penanganan Kasus Vina Cirebon ke Polda Jabar, Ada Hambatan Usai Lima Terpidana Cabut BAP
Kompolnas Ungkap Klarifikasi Penanganan Kasus Vina Cirebon ke Polda Jabar, Ada Hambatan Usai Lima Terpidana Cabut BAP

Klarifikasi dilakukan Kompolnas dengan menemui langsung penyidik Polda Jawa Barat.

Baca Selengkapnya
Sosok Aviani Malik, Moderator Debat Pilkada Tangsel 2024 jadi Sorotan Usai Tegur Pelaku Catcalling
Sosok Aviani Malik, Moderator Debat Pilkada Tangsel 2024 jadi Sorotan Usai Tegur Pelaku Catcalling

Aviani menunjukkan keberaniannya melawan pelecehan verbal atau catcalling yang terjadi saat bertugas sebagai moderator dalam debat pilkada.

Baca Selengkapnya