Wacana Polisi Razia WhatsApp Grup, Metode Penyadapan atau Bukan?
Merdeka.com - Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal Polri akan melakukan pemantauan grup-grup WhatsApp alias patroli siber. Tujuannya untuk menanggulangi indikasi penyebaran informasi hoaks.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mendukung langkah tersebut. Menurut Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, konteks mendukung ini adalah membersihkan informasi-informasi hoaks yang ada di group Whatsapp. Sebab hal itu dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidakstabilan kondisi bangsa.
"Pihak berwenang itu memang punya hak untuk melakukan hal tersebut. Ini sesuai dengan aturan. Kemkominfo sendiri sifatnya hanya mendukung upaya pemberantasan penyebaran hoaks saja," ujar pria yang akrab disapa Nando ini kepada merdeka.com, Selasa (18/6).
-
Bagaimana Kominfo tangani isu hoaks? Kementerian Kominfo telah melakukan pemutusan akses atas konten yang teridentifikasi sebagai isu hoaks. Pemutusan akses ditujukan agar konten hoaks tidak tersebar luas dan merugikan masyarakat.
-
Apa isi hoaks yang beredar? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Apa isi hoaks tentang Kominfo? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan Kominfo mulai pantau isu hoaks? Total sejak bulan Agustus 2018, sudah 12.547 konten isu hoaks yang telah ditangani Kementerian Kominfo. Berdasarkan kategori, sejak Agustus 2018 hingga Desember 2023, isu hoaks paling banyak berkaitan dengan sektor kesehatan.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Dimana hoaks tentang Kominfo beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
Hal senada juga diutarakan oleh pengamat siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya. Menurutnya, pihak kepolisian memiliki wewenang sendiri terkait hal ini. Tidak sembarangan memantau aktivitas pesan pribadi masyarakat.
"Soal pantau grup WA, kalau Polri memandang perlu saya pikir mereka memiliki kewenangan dan pertimbangan yang baik, Jadi tidak sembarangan melakukan pemantauan dan pihak WA harus mendukung hal ini apalagi kalau berkaitan dengan keamanan nasional," jelasnya.
"Kemkominfo dalam hal ini hanya pelaksana dan menuruti permintaan dari Polri. Jadi ya memang harus dukung. Kalau tidak Kemkominfo bisa disalahkan kalau terjadi kekacauan yang diakibatkan oleh WA grup yang mengacau tadi," tambahnya.
Lebih lanjut, Alfons mengutarakan, bahwa langkah yang dilakukan pihak kepolisian bukan berarti membuka enkripsi sistem WA yang menimbulkan persepsi aplikasi tersebut tidak aman.
"Polri memiliki metode tertentu untuk melakukan hal ini. Dan pihak WA harus mematuhi hal ini, apalagi dari institusi yang berwenang seperti Polri. Kalau tidak mereka harus bertanggung jawab atas akibat grup yang melakukan kekacauan jika tidak membantu Polri dalam menjalankan fungsinya. Polri kan institusi resmi negara. Kalau mereka bandel baru Kominfo yang turun tangan," terangnya.
Sementara itu, menurut Executive Director, Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, kalau yang dilakukan berbentuk penyadapan hal tersebut tidak boleh. Tetapi kalau dengan metode lain masih dibolehkan.
"Kalau berbentuk penyadapan tidak boleh. Kalau metode lain masih dibolehkan," katanya.
Dia pun menukil keputusan MK. Menurutnya, berdasarkan keputusan MK, hakim MK berpendapat penyadapan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak privasi yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dan aturan penyadapan di UU ITE telah dibatalkan dan diharuskan diatur dalam UU tersendiri yang mengatur penyadapan.
Hakim Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 membatalkan Pasal 31 ayat (4) UU ITE karena tidak ada pengaturan yang baku mengenai penyadapan, sehingga memungkinkan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
"Maka dari itu, metode bagaimana mereka membaca data atau konten WA perlu secara transparan disampaikan ke publik. Sebab ini isu sudah lama beredar tapi selalu dikatakan pemerintah sebagai hoaks," tutur Heru.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaSekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cekfakta yang sudah terbangun sejak 2018.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaPara admin untuk bersinergi dalam mencegah penyebaran kabar bohong atau isu SARA.
Baca Selengkapnya"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaYouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaProses pemeriksaan saksi fakta maupun saksi ahli terus berjalan.
Baca Selengkapnya